Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Perhatikan firman Allah dalam dua
ayat berikut ini:
إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’.
48).
إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَــٰـلًا بَعِيدًا ﴿١١٦﴾
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (QS.
An Nisaa’. 116).
Saudaraku,
Dari dua ayat tersebut di atas, diperoleh penjelasan
bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Allah mengampuni segala dosa yang selain dari dosa syirik itu. Hal ini
menunjukkan betapa besarnya dosa syirik itu. Demikian
besarnya dosa syirik itu, sehingga bagi orang yang kafir dan mati
dalam kekafirannya maka tidaklah akan diterima darinya
emas sepenuh bumi, meskipun dia menebus dirinya dengan emas sebanyak itu. Baginya
siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak akan memperoleh
penolong. Na’udzubillahi mindzalika!
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَمَاتُواْ وَهُمْ كُفَّارٌ
فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَىٰ بِهِ أُوْلَــٰــئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ وَمَا لَهُم مِّن نَّـــٰـصِرِينَ ﴿٩١﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka
tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara
mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak)
itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak
memperoleh penolong”. (QS. Ali ‘Imraan. 91).
Ya, bagi orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya maka
tidaklah akan diterima darinya emas sepenuh bumi, meskipun dia menebus dirinya dengan emas sebanyak itu. Hal ini sekaligus juga
menunjukkan betapa nikmat iman itu adalah lebih baik dari emas
sepenuh bumi ini. Apalagi jika hal ini kita kaitkan dengan penjelasan
dua ayat berikut ini:
... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي
مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣﴾
“… Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Maa-idah. 3).
وَمَن
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ
مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٨٥﴾
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imraan. 85).
Saudaraku,
Dari uraian di atas, menunjukkan betapa iman adalah
nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Karier yang melejit/jabatan
yang tinggi, harta yang melimpah, isteri yang cantik menawan, semuanya itu
tiada artinya tanpa adanya iman. Sebaliknya, meski tiada jabatan yang melekat,
jauh dari limpahan harta, tak ada isteri cantik menawan yang mendampingi,
semuanya itu tidak akan menjadikan seseorang hina selama masih ada iman, karena
nilai iman itu adalah lebih tinggi dari semuanya itu, bahkan lebih tinggi/lebih
lebih baik dari emas sepenuh bumi ini.
Pertanyaannya adalah:
Apakah setiap kita juga bisa merasakan bahwa iman adalah
nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepada kita? Yang nilainya bahkan lebih
tinggi/lebih lebih baik dari emas sepenuh bumi ini?
Saudaraku,
Ketika
seorang pedagang tergoda untuk mengurangi timbangan serta memberi informasi yang tidak benar terhadap kualitas/kondisi barang dagangannya sehingga
si pedagang dapat mengeruk keuntungan lebih besar dengan
mudah, maka sesungguhnya dia belum bisa merasakan betapa iman adalah nikmat
terbesar yang telah diberikan Allah kepadanya. Mengapa demikian? Karena dia telah
memandang ‘keuntungan duniawi’ yang tidak seberapa itu (yang sebagian
diantaranya telah dia peroleh dengan jalan merampas hak pembeli), masih lebih
besar dari nikmat iman. Nah karena dia telah memandang keuntungan duniawi yang
tak seberapa itu masih lebih besar dari nikmat iman, maka dia tak segan-segan
untuk menanggalkan iman yang sudah ada dalam genggamannya untuk kemudian dia
tukarkan dengan keuntungan duniawi yang tak seberapa itu. Na’udzubillahi mindzalika!
Demikian
pula ketika seseorang sedang berzina, maka sesungguhnya dia belum bisa
merasakan betapa iman adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah
kepadanya. Mengapa demikian? Karena dia telah memandang kenikmatan yang dia
reguk saat berzina itu, masih lebih besar dari nikmat iman. Nah karena dia
telah memandang bahwa kenikmatan yang dia reguk saat berzina itu masih lebih
besar dari nikmat iman, maka dia tak segan-segan untuk menanggalkan iman yang
sudah ada dalam genggamannya untuk kemudian dia tukarkan dengan kenikmatan
duniawi yang tak seberapa itu. Na’udzubillahi mindzalika!
Demikian
halnya ketika seseorang sedang minum khamer, maka sesungguhnya dia juga belum bisa merasakan betapa iman
adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepadanya. Mengapa demikian?
Karena dia telah memandang kenikmatan yang dia reguk saat minum khamer itu, masih
lebih besar dari nikmat iman. Nah karena dia telah memandang bahwa kenikmatan
yang dia reguk saat minum khamer itu masih lebih besar dari nikmat iman, maka
dia tak segan-segan untuk menanggalkan iman yang sudah ada dalam genggamannya
itu untuk kemudian dia tukarkan dengan kenikmatan duniawi yang tak seberapa
itu. Na’udzubillahi mindzalika! Demikian
seterusnya.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ وَابْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولَانِ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي
الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ
يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ. قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي بَكْرِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ
يُحَدِّثُهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ثُمَّ يَقُولُ كَانَ أَبُو بَكْرٍ يُلْحِقُ
مَعَهُنَّ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ
أَبْصَارَهُمْ فِيهَا حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ. (رواه
البخارى)
“Telah menceritakan kepada
kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dia berkata;
telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; saya mendengar
Abu Salamah bin Abdurrahman dan Ibnu Musayyab keduanya berkata, Abu Hurairah
radliallahu 'anhu berkata; sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah seseorang itu berzina, ketika sedang berzina dia dalam keadaan mukmin. Tidak pula seseorang
itu minum khamer ketika sedang minum khamer ia dalam keadaan mukmin. Dan tidak
pula seseorang itu mencuri ketika sedang mencuri ia dalam keadaan mukmin."
Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku pula Abdul Malik bin Abu Bakr
bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam bahwa Abu Bakr pernah menceritakan
kepadanya dari Abu Hurairah, lalu dia berkata; "Abu Bakar menambahkan
dalam hadits tersebut dengan redaksi; "Dan tidaklah seseorang merampas
harta orang lain yang karenanya orang-orang memandangnya sebagai orang yang
terpandang, ketika dia merampas harta tersebut dalam keadaan mukmin". (HR. Bukhari no.
5150).
Saudaraku,
Jika seseorang benar-benar bisa merasakan betapa iman
adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepadanya, maka dia tidak
akan mungkin menanggalkan iman yang sudah ada dalam genggamannya untuk kemudian
ditukar dengan berbagai kenikmatan kenikmatan duniawi yang nilainya tak
seberapa itu, karena bagi dia nilai iman itu adalah lebih tinggi dari semuanya
itu, bahkan lebih tinggi/lebih lebih baik dari emas
sepenuh bumi ini.
... رَبَّنَا آمَنَّا
فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ ﴿١٠٩﴾
"... Ya Tuhan kami, kami
telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah
Pemberi rahmat Yang Paling Baik. (QS. Al Mu’minuun. 109). Amin,
ya
rabbal ‘alamin!
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar