Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Jika kita benar-benar mencintai Allah SWT., maka ikutilah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ini yang kita lakukan, niscaya
Allah akan mengasihi kita dan akan mengampuni dosa-dosa kita.
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١﴾
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Ali
‘Imraan. 31).
Saudaraku,
Dari surat Ali ‘Imraan
ayat 31 di atas, diperoleh penjelasan bahwa jika
kita benar-benar mencintai Allah SWT., maka ikutilah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
... وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾
“... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS Al
Hasyr. 7).
Sedangkan apabila kita mengikuti/menta’ati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya kita juga telah
menta`ati Allah SWT.
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَآ أَرْسَلْنَـــٰـكَ عَلَيْهِمْ
حَفِيظًا ﴿٨٠﴾
“Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu,
sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.
(QS An Nisaa’. 80).
Saudaraku,
Jika kita mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
niscaya Allah akan mengasihi kita dan akan mengampuni dosa-dosa kita,
sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ali
‘Imraan ayat 31 di atas. Hal ini
diperkuat dengan penjelasan beberapa hadits berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ،
مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ، إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَاِئرُ. (رواه مسلم)
“Shalat lima waktu, Jum’at yang satu ke Jum’at
berikutnya, dan Ramadhan yang satu ke Ramadhan berikutnya, adalah penghapus
dosa-dosa yang dilakukan di antara waktu tersebut, apabila dijauhi dosa-dosa
besar (yakni, selama dosa besar tidak dilakukan, pen.).” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتُمْ
لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ
مَرَّاتٍ، مَا تَقُولُونَ ذَلِكَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ؟ قَالُوا: لاَ يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا. قَالَ: فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا. (رواه البخارى ومسلم)
“Apa pendapat kalian apabila ada sebuah sungai di
(hadapan) pintu salah seorang kalian yang ia mandi padanya sehari lima kali,
apa yang kalian katakan tentang hal itu, (apakah) masih tersisa kotorannya?” Mereka
(para sahabat) menjawab, “Tidak tersisa kotorannya sedikit pun.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seperti itulah perumpamaan shalat lima waktu,
Allah menghapus dengannya dosa-dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ
فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ
خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً. (رواه مسلم)
“Barangsiapa bersuci dirumahnya kemudian berjalan menuju
ke salah satu masjid Allah Subhanahu wata’ala untuk menunaikan salah satu
kewajiban (shalat) yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wata’ala (atasnya),
pada setiap dua langkah kakinya, satu langkah akan menggugurkan satu dosa dan
satu langkah yang lain akan mengangkat derajat.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan
sebuah kisah tentang salah seorang dari Bani Israil dalam sabdanya:
بَيْنَمَا
رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ، فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ
فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ، فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ
الْعَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ
مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ مَاءً
ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ
فَغَفَرَ لَهُ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَإِنَّ لَنَا فِي هَذِهِ
الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا؟ فَقَالَ: فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ.
(رواه البخارى ومسلم)
“(Dahulu) ketika seseorang
dalam suatu perjalanan dan merasa kehausan yang amat sangat tiba-tiba dia
mendapati sumur. Dia turun ke dalamnya dan minum dari airnya. (Ketika) dia
keluar dari sumur tersebut, tiba-tiba dia melihat ada seekor anjing yang
menjulurkan lidahnya menghisap tanah yang basah karena kehausan. Orang tersebut
mengatakan, ‘Sungguh, telah menimpa anjing itu kehausan yang sangat sebagaimana
telah menimpaku.’ Dia pun turun ke sumur dan memenuhi sepatu botnya dengan air
dan memegangnya dengan mulutnya sampai naik, kemudian memberikan minum kepada
anjing tersebut sehingga Allah memujinya dan mengampuni dosanya.” (Para
sahabat pun) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kita benar-benar akan
mendapatkan balasan karena berbuat baik kepada hewan-hewan?” Beliau menjawab,
“Berbuat baik kepada setiap yang hidup ada balasannya.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Mu’adz bin Anas meriwayatkan dari ayahnya (yakni Anas radhiyallahu
‘anhu), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
أَكَلَ طَعَامًا ثُمَّ قَالَ: الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا
الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ؛ غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (رواه ابو داود والترمذى وابن ماجه)
“Barang siapa yang selesai makan kemudian berdo’a,
‘Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan makanan ini kepadaku dan
memberi rezeki kepadaku pula tanpa daya dan upaya dari diriku’, niscaya akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu
Majah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
أَصَابَ ذَنْبًا فَأُقِيمَ عَلَيْهِ حَدُّ ذَلِكَ الذَّنْبِ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ
“Barang siapa melakukan dosa lalu ditegakkan atasnya
hukuman had terhadap dosa tersebut, hal itu adalah penebus dosanya.” (HR. Ahmad
dan Al-Bukhari).
Saudaraku,
Dari penjelasan beberapa hadits di atas, jelaslah bahwa
ketika kita mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Sedangkan berdasarkan hadits berikut ini,
diperoleh penjelasan bahwa jika mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka Allah juga akan mencintai kita.
Dari Abul
Abbas Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
أَتَى
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ
إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ.
فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ
اللهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ. (رواه ابن
ماجه)
“Seorang lelaki datang kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu berkata kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku satu amalan yang apabila aku
mengamalkannya Allah akan mencintaiku dan manusia akan mencintaiku.’ Jawab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Zuhudlah dalam urusan dunia,
Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia,
niscaya manusia akan mencintaimu’.” (HR. Ibnu Majah)
Ibnu
Taimiyah mengatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat
demi kehidupan akhirat.
Al-Hasan
Al-Bashri menyatakan bahwa zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau
menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih
mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu.
Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja,
sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang
mencelamu dalam kebenaran.
Hakekat
zuhud itu berada di dalam hati, yaitu dengan keluarnya rasa cinta dan ketamakan
terhadap dunia dari hati seorang hamba. Ia jadikan dunia (hanya) di tangannya,
sementara hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan akhirat.
Zuhud
bukan berarti meninggalkan dunia secara total dan menjauhinya. Lihatlah Nabi,
teladan bagi orang-orang yang zuhud, beliau mempunyai sembilan istri. Demikian
juga Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, sebagai seorang penguasa mempunyai kekuasaan
yang luas sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Para
Shahabat, juga mempunyai istri-istri dan harta kekayaan, yang di antara mereka
ada yang kaya raya. Semuanya ini tidaklah mengeluarkan mereka dari hakekat
zuhud yang sebenarnya.
Saudaraku,
Jika dalam surat Ali
‘Imraan ayat 31 di atas, diperoleh
penjelasan bahwa jika kita benar-benar mencintai Allah SWT. (yaitu
dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) niscaya Allah akan mengasihi
kita dan akan mengampuni dosa-dosa kita, maka kebalikan dari hal itu (ayat
berikutnya/surat Ali ‘Imraan ayat 32) yaitu
jika kita berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir (na’udzubillahi mindzalika).
قُلْ أَطِيعُواْ اللهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ
فَإِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْكَـــٰــفِرِينَ ﴿٣٢﴾
Katakanlah: "Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika
kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
(QS. Ali ‘Imraan. 32).
Bahkan dalam surat Al Maa-idah ayat 54 berikut ini, Allah
telah memberikan peringatan yang sangat keras:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن
دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَـــٰـفِرِينَ يُجَـــٰـهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ
وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٥٤﴾
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS.
Al Maa-idah. 54).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
“(Hai orang-orang yang beriman! Siapa yang murtad)
yartadda pakai idgam atau tidak; artinya murtad atau berbalik (di antara kamu
dari agamanya) artinya berbalik kafir; ini merupakan pemberitahuan dari Allah SWT.
tentang berita gaib yang akan terjadi yang telah terlebih dahulu diketahui-Nya.
Buktinya setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat segolongan
umat keluar dari agama Islam (maka Allah akan mendatangkan) sebagai ganti
mereka (suatu kaum yang dicintai oleh Allah dan mereka pun mencintai-Nya) sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Mereka itu ialah kaum orang
ini," sambil menunjuk kepada Abu Musa Al-Asyari; riwayat Hakim dalam
sahihnya (bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap keras)
atau tegas (terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan
tidak takut akan celaan orang yang suka mencela) dalam hal itu sebagaimana
takutnya orang-orang munafik akan celaan orang-orang kafir. (Demikian itu)
yakni sifat-sifat yang disebutkan tadi (adalah karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas) karunia-Nya (lagi Maha
Mengetahui) akan yang patut menerimanya. Ayat ini turun ketika Ibnu Salam
mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah!
Kaum kami telah mengucilkan kami!"
Wallahu a'lam,
Semoga bermanfaat.