Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (dosen
sebuah perguruan tinggi negeri di Pontianak) telah men-share
(membagikan) buku kumpulan do’a-do’a dalam format pdf via WhatsApp di sebuah
grup dosen. Terkait hal itu, seorang akhwat yang lainnya memberi tanggapan bahwa menurut yang
bersangkutan, buku kumpulan do’a-do’a tersebut rujukannya adalah sebuah buku
yang banyak dipakai di kalangan syiah.
Terkait tanggapan tersebut, beliau (dosen
sebuah perguruan tinggi negeri di Pontianak) telah menyampaikan
pesan via WhatsApp sebagai berikut: “Pak Imron,
mohon penjelasan tentang tuntunan dari Rasullullah untuk do’a-do’a pada bulan
Ramadhan. Saya terlanjur share buku do’a di atas, tapi ternyata menurut akhwat
tadi, rujukannya adalah buku syiah”.
Saudaraku,
Sebelum menanggapi pertanyaan tersebut, ketahuilah bahwa ibadah dalam Agama Islam itu ada yang disebut
sebagai ibadah mahdhah (ibadah yang murni hubungan antara manusia dengan
Allah), ada juga yang disebut sebagai ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang bukan
murni berhubungan secara langsung dengan Allah).
ü
Ibadah mahdhah adalah ibadah
yang tata caranya, tempatnya, waktunya, berapa banyaknya, dst. sudah ada
ketetapan dari Al Qur’an maupun Hadits sehingga tidak ada celah kreatifitas
bagi kita dalam melaksanakannya. Contoh: wudhu, tayammum, mandi suci dari hadats, adzan, iqamat, shalat, i’tikaf
di masjid, puasa, haji, umrah, dll.
ü
Ibadah ghairu mahdhah adalah
ibadah yang ada perintahnya, namun tentang tata caranya, tempatnya, waktunya,
berapa banyaknya, dst. tidak ada ketetapan dari Al Qur’an maupun Hadits
sehingga terbuka kesempatan bagi kita untuk berkreasi dalam pelaksanaannya
(biasanya terkait muammalah). Contoh: menuntut ilmu dan menyebarkannya,
berdakwah/amar ma’ruf nahi munkar, dll.
Saudaraku,
Do’a sendiri adalah salah satu bentuk ibadah ghairu
mahdhah. Sedangkan perintah untuk berdo’a itu telah Allah SWT. bebankan atas setiap muslim, sebagaimana penjelasan Al Qur’an
dalam surat Al Mu'min ayat 60 berikut ini:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ
الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
﴿٦٠﴾
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina". (QS. Al Mu'min. 60).
Saudaraku,
Karena do’a termasuk ibadah ghairu mahdhah, maka do’a
bisa disampaikan dalam bahasa apa saja (tidak harus dalam Bahasa Arab seperti
halnya ibadah sholat), bisa dilakukan kapan saja (tidak harus dalam bulan
Ramadhan seperti halnya ibadah puasa wajib Ramadhan/tidak harus di malam hari
sebagaimana sholat tahajjud), bisa dilakukan dimana saja (tidak harus di tanah
suci seperti halnya ibadah haji atau umrah), juga bisa dilakukan dalam jumlah berapa
saja yaitu bisa banyak/lama maupun sedikit/pendek (tidak seperti sholat fardhu
yang hanya lima waktu dalam sehari semalam/tidak seperti sholat ied yang hanya
dua kali setahun), dst.
Saudaraku,
Meskipun do’a adalah salah satu bentuk ibadah ghairu
mahdhah sehingga karenanya terbuka kesempatan bagi kita untuk berkreasi dalam
pelaksanaannya, namun bukan berarti kita bisa sebebasnya/sesuka hati dalam
berkreasi. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al A’raaf ayat 55
berikut ini:
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿٥٥﴾
Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara
yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. (QS. Al A’raaf. 55).
Saudaraku,
Disamping harus dilakukan dengan berendah diri dan suara
yang lembut pada saat berdo’a sebagaimana penjelasan pada bagian awal ayat 55
dari surat Al A’raaf, perhatikan pula bagian akhir ayat 55 dari surat Al A’raaf
tersebut:
...
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿٥٥﴾
“... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas”. (QS. Al A’raaf. 55).
Di bagian akhir ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa Dia tidak
menyukai orang-orang yang berbuat i’tida‘ (melampaui
batas). Maknanya
adalah melewati
batasan syariat dan pedoman-pedoman yang semestinya harus dipatuhi.
Dalam surat Al Baqarah ayat 229, Allah SWT berfirman:
...
تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللهِ فَأُوْلَـــٰـــئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿٢٢٩﴾
“... Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang zalim”. (QS. Al Baqarah. 229).
Larangan berbuat melampaui batas tersebut berlaku umum,
artinya mencakup seluruh perbuatan, termasuk larangan berbuat melampaui batas dalam
berdoa.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu
‘anhu,
ia berkata:
إنَّهُ
سَيَكُونُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ
Sesungguhnya aku pernah
mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh akan muncul
kaum dari umat ini yang akan berbuat melampaui batas dalam berdoa dan bersuci”. (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Maajah.
Dishahîhkan oleh al Albâni dalam Shahîh Sunan Abu Dawud, no. 87).
Saudaraku,
Berikut ini beberapa contoh perbuatan melampaui
batas (i’tida‘) dalam berdo’a:
1. Berdo’a
kepada selain Allah SWT.
Ini adalah jenis i’tida’ yang paling parah. Tidak ada i’tida’
yang lebih besar dan lebih
parah daripada orang yang berdo’a kepada selain
Allah atau mempersekutukan sesuatu dengan-Nya dalam berdo’a. Perhatikan
firman Allah dalam surat Al Ahqaaf ayat 5 berikut ini:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللهِ مَن لَّا
يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَىٰ يَومِ الْقِيَـــٰمَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَـــٰــفِلُونَ ﴿٥﴾
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang
menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do`a)
nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do`a mereka? (QS.
Al Ahqaaf. 5).
2. Berdo’a
kepada Allah untuk perkara yang haram
Berdo’a kepada Allah untuk perkara yang haram (perkara
yang tidak diperbolehkan), seperti memohon pertolongan untuk melakukan
perbuatan haram dan mengerjakan kemaksiatan.
...
فَقَدْ سَأَلُواْ مُوسَىٰ أَكْبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُواْ
أَرِنَا اللهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّـــٰـعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ... ﴿١٥٣﴾
“...
Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu.
Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka
mereka disambar petir karena kezalimannya, ...”. (QS. An Nisaa’. 153).
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لا يُقبَلَ إِلَّا طَيِّبًا ... (رواه مسلم)
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah ta’ala adalah
Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik, ...” (HR. Muslim).
3. Memohon kepada Allah sesuatu
yang tidak mungkin dikabulkan
oleh Allah karena bertentangan dengan sifat hikmah-Nya.
Seperti berdo’a/memohon kepada Allah agar hidup
terus-menerus hingga ke alam akhirat (tanpa mengalami kematian). Hal
seperti ini mustahil
dikabulkan oleh Allah, karena
Allah telah berjanji dalam Al Qur’an surat Ali ’Imran ayat 185:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ... ﴿١٨٥﴾
”Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. ...”. (QS. Ali ‘Imran. 185).
Adalah mustahil bagi Allah untuk menghidupkan seorang manusia
terus menerus hingga ke alam akhirat (tidak mengalami kematian), meskipun Allah
bisa melakukannya. Karena Allah adalah Tuhan Yang
Maha Menepati Janji.
... لَا يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾
“... Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum. 6).
Atau berdo’a/memohon sesuatu yang mestinya ditempuh
dengan sebab-sebab namun yang bersangkutan enggan untuk melaksanakannya,
seperti berdo’a/memohon agar dapat memperoleh anak tanpa menikah, berdo’a/memohon
agar dapat hidup sehat tanpa makan dan minum, dst.
Atau berdo’a/memohon sesuatu yang tidak selayaknya, yang menjadi keistimewaan
para nabi padahal dia bukan seorang nabi atau memohon sesuatu yang menjadi
keistimewaan Allah subhanahu wa ta’ala seperti memohon agar diberi kemampuan untuk bisa mengetahui
segala sesuatu atau berkuasa atas segala sesuatu atau memohon agar
diperlihatkan sesuatu yang ghaib, dst.
4. Memohon derajat dan martabat
yang tidak layak, sementara sunnatullah tidak memungkinkanya untuk dapat meraih
hal tersebut. Seperti berdo’a/memohon menjadi malaikat, berdo’a/memohon menjadi nabi dan
rasul. Atau berdo’a/memohon supaya menjadi muda kembali setelah memasuki usia
tua, dst.
5. Berdoa kepada Allah tidak
dengan tadharru’.
Saudaraku,
Tadharru’ berarti ketundukan diri yang sangat. Untuk
menggambarkan hal ini, bayangkan seseorang yang tenggelam di tengah lautan dan
yang dimilikinya hanyalah sebatang kayu agar tetap terapung. Ia menjadi semakin
lemah dan semakin dekat pada kematian. Maka bisa dibayangkan bagaimana tatapan matanya yang penuh
harapan menatap ke arah langit sambil berdo’a: Ya Robbi/wahai Tuhanku, Ya Robbi/wahai Tuhanku! Dalam
kondisi seperti ini, bisa dibayangkan betapa putus-asanya
dan betapa tulusnya ia berdo’a/memohon pertolongan kepada Allah.
Saudaraku,
Seperti itulah
yang disebut dengan tadharru
di hadapan Allah. Adapun
lawan dari tadharru’ adalah
sikap angkuh atau menyombongkan diri.
وَلَقَدْ أَرْسَلنَا إِلَىٰ أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَـــٰــهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ
يَتَضَرَّعُونَ ﴿٤٢﴾
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada
umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan)
kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan
tunduk merendahkan diri. (QS. Al An ‘aam. 42).
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا ... ﴿٥٥﴾
“Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri ...”.
(QS. Al A’raaf. 55).
Saudaraku,
Demikianlah uraian singkat tentang seputar do’a, dimana
karena do’a adalah salah satu bentuk ibadah ghairu mahdhah, maka terbuka kesempatan
bagi kita untuk berkreasi dalam pelaksanaannya.
Meskipun demikian, bukan berarti kita bisa
sebebasnya/sesuka hati dalam berkreasi. Dalam berdo’a, disamping harus
dilakukan dengan berendah diri dan suara yang lembut, juga tidak boleh melampaui
batas (melewati
batasan syariat dan pedoman-pedoman yang semestinya harus dipatuhi),
sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al A’raaf ayat 55 di atas.
Sehingga sebenarnya tidak masalah do’a itu berasal dari
siapa saja, apakah dari karangan sendiri atau karangan ulama atau orang lain,
selama kandungannya masih sesuai dengan uraian di atas.
Sedangkan tentang penetapan do’a yang dikaitkan dengan
waktu, seperti: do’a bulan Ramadhan hari ke-1 adalah seperti ini, do’a hari
ke-2 adalah seperti ini, do’a hari ke-3 adalah seperti ini, dst., terkait hal
seperti ini, kita harus lebih berhati-hati dalam menyikapinya. Artinya selama
tidak ada dalil yang mendasarinya (baik dari Al Qur’an maupun Hadits), maka
meyakini bahwa disunnahkan untuk membaca do’a hari ke-1 seperti ini, do’a hari
ke-2 seperti ini, do’a hari ke-3 seperti ini, dst., sikap seperti ini bisa
membawa kita tergelincir/jatuh dalam perkara bid’ah.
Diriwayatkan dari Jabir
berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَمَّا
بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ وَشَرَّ
الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ. (رواه مسلم)
“Kemudian
daripada itu. Maka sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah.
Dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Maka sesungguhnya
setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.”
(HR. Muslim)
Saudaraku,
Kita boleh-boleh saja merencanakan untuk berdo’a pada bulan
Ramadhan hari ke-1 dengan do’a seperti ini, do’a hari ke-2 dengan do’a seperti
ini, do’a hari ke-3 dengan do’a seperti ini, dst., baik itu atas keinginan
sendiri atau merujuk pendapat orang lain, selama tidak meyakini bahwa disunnahkan
untuk membaca do’a hari ke-1 seperti ini, do’a hari ke-2 seperti ini, do’a hari
ke-3 seperti ini, dst., jika memang tidak ada dalil yang mendasarinya, agar
kita tidak tergelincir/tidak jatuh dalam perkara bid’ah.
Sebagai penutup,
Meskipun do’a adalah salah satu bentuk ibadah ghairu
mahdhah sehingga terbuka kesempatan bagi kita untuk berkreasi dalam
pelaksanaannya, namun ketahuilah bahwa sesungguhnya do’a yang terbaik adalah
do’a-do’a yang telah diajarkan/dicontohkan oleh Allah serta Rasul-Nya, yaitu
do’a-do’a yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Hadits.
Berikut ini adalah beberapa contoh do’a yang terdapat
dalam Al Qur’an maupun Hadits:
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
﴿٥﴾
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya
Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. Al-Mumtahanah. 5).
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
﴿٨﴾
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha
Pemberi (karunia). (Ali
‘Imran. 8).
رَّبَّنَا
إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَــــٰنِ أَنْ ءَامِنُواْ
بِرَبِّكُمْ فَئَامَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا
سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ ﴿١٩٣﴾
Ya Tuhan kami, sesungguhnya
kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu
kepada Tuhan-mu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami
dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan
wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (QS. Ali ‘Imran. 193).
رَبَّنَا
وَءَاتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَىٰ رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَـــٰمَةِ
إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ ﴿١٩٤﴾
Ya Tuhan kami, berilah kami apa
yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau.
Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak
menyalahi janji. (QS. Ali ‘Imran. 194).
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
﴿٤١﴾
Ya Tuhan kami, beri ampunlah
aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya
hisab (hari kiamat)". (QS. Ibrahim. 41).
... رَبَّنَا إِنَّنَا ءَامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٦﴾
... Ya
Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami
dan peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali ‘Imran. 16).
...
رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٨﴾
... Ya
Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Tahrim. 8).
... رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَـــٰنِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ ﴿١٠﴾
... Ya
Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih
dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyr. 10).
... رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّـــٰــِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا ﴿٧٤﴾
... Ya
Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa. (QS. Al-Furqan. 74).
...
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَـــٰسِرِينَ
﴿٢٣﴾
... Ya
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’raaf. 23).
... رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
﴿٢٠١﴾
... Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Al-Baqarah. 201).
وَيَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى
دِيْنِك.
(رواه الترمذى)
“Wahai
Dzat Yang membolak-balikkan qalbu, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR.
At-Tirmidzi).
أَسْأَلُكَ
حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُنِي إِلَى حُبِّكَ.
(رواه الترمذى وأحمد)
“Ya Allah, aku memohon agar aku mencintai-Mu dan
mencintai orang-orang yang mencintai-Mu serta mencintai semua amalan yang
mendekatkanku kepada cinta kepada-Mu.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad).
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ
وَالْهَرَمِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ، اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا
أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا، اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ
لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا. (رواه مسلم)
“Ya Allah, seseungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, sifat penakut, sifat pelit,
pikun, dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya dan
sucikanlah dia. Engkaulah sebaik-baik Dzat Yang menyucikan, Engkaulah walinya
dan maulanya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak
bermanfaat, kalbu yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak merasa puas, dan do’a yang tidak
terkabul.” (HR. Muslim)
يَا
مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, kokohkanlah
hatiku ini diatas agama-Mu.” (HR. Ibnu Abi Ashim dari Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfat.