بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Jumat, 03 Agustus 2018

MAKNA HALAL BI HALAL



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Secara bahasa, halal bi halal adalah kata majemuk dalam Bahasa Arab dan berarti halal dengan halal atau sama-sama halal. Tapi kata majemuk ini tidak dikenal dalam kamus-kamus Bahasa Arab maupun pemakaian masyarakat Arab sehari-hari.

Kata majemuk ini tampaknya memang made in Indonesia, yang tidak dikenal oleh masyarakat/bangsa Arab. Kata halal bi halal tersebut justru diserap dari Bahasa Indonesia dan diartikan sebagai hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, yang biasanya diadakan di sebuah tempat oleh sejumlah orang dan merupakan suatu kebiasaan khas di negara kita.

Saudaraku,
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa halal bi halal berasal dari lafadz Arab yang disusun dengan tidak memperhatikan/tidak berdasarkan tata bahasa Bahasa Arab (ilmu nahwu).

Faktanya, halal bi halal yang berarti halal dengan halal atau sama-sama halal, yang bermakna saling menghalalkan/saling memaafkan yang sekaligus bermakna menjalin/menyambung tali silaturrahim (صِلَةُ الرَّحِمِ  ), yang tentunya merupakan bagian dari risalah Islam (dan hal seperti ini sebenarnya tidak hanya terbatas saat hari raya Idul fitri saja).

Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan, bahwa halal bi halal yang berarti halal dengan halal atau sama-sama halal, yang bermakna saling menghalalkan/saling memaafkan yang sekaligus bermakna menjalin/menyambung tali silaturrahim, merupakan bagian dari risalah Islam karena hal ini memang ada dalil yang mendasarinya. Perhatikan firman Allah dalam surat Al A’raaf ayat 199 berikut ini:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَـــٰهِلِينَ ﴿١٩٩﴾
Jadilah engkau pema`af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. (QS. Al A’raaf. 199).

Sedangkan terkait perintah untuk mengadakan hubungan silaturrahim dan tali persaudaraan, bisa dilihat penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa' ayat 1 dan surat Ar Ra'd ayat 21, serta dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari & Imam Muslim dan sebuah hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim berikut ini:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُواْ اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿١﴾
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An Nisaa’. 1).

وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ ﴿٢١﴾
"dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan*, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk". (QS. Ar Ra’d. 21).

*) Maksudnya ialah mengadakan hubungan silaturrahim dan tali persaudaraan.

Dalam sebuah Hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan rahimnya (hendaklah ia senantiasa menjaga hubungan silaturrahim)**.” (Muttafaqun ‘alaih).

**) Shilaturrahim terdiri dari 2 kata, yakni shilat ( صِلَةُ ) yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim ( الرَّحِمِ ) yang berarti kasih sayang, sehingga shilaturrahim diartikan sebagai menghubungkan kasih sayang antar sesama.

Sedangkan dalam Hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْشِ السَّلَامَ، وَأَطْعِم ِالطَّعَامَ، وَصِلِ الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، وَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
“Tebarkanlah salam, berilah (orang) makanan, sambunglah karib kerabat (silaturrahim), berdirilah (shalat) di malam hari ketika manusia tidur, dan masuklah kamu ke dalam surga dengan selamat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari Abu Hurairah(.

Saudaraku,
Ada satu hal yang perlu kusampaikan di sini, bahwa kegiatan saling memaafkan serta kegiatan mengadakan hubungan silaturrahim dan tali persaudaraan adalah termasuk ibadah ghairu mahdhah, yaitu ibadah yang ada perintahnya, namun tentang tata caranya, tempatnya, waktunya, berapa banyaknya, dst. tidak ada ketetapan dari Al Qur’an maupun Hadits sehingga terbuka kesempatan bagi kita untuk berkreasi dalam pelaksanaannya.

Dengan demikian, tindakan mengkhususkan pada hari-hari tertentu (seperti mengkhususkan pada hari raya Idul Fitri saja) untuk bermaaf-maafan sekaligus mengadakan hubungan silaturrahim dan tali persaudaraan, hal ini jelas merupakan perbuatan penambahan syariat baru dalam Islam tanpa adanya landasan dalil.

Sedangkan jika kita mengada-adakan “ibadah baru” yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam/tidak ada dalil yang mendasarinya baik dari Al Qur’an maupun Al Hadits, maka jelas hal ini adalah perbuatan bid’ah.

Diriwayatkan dari Jabir berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. (رواه مسلم) 
“Kemudian daripada itu. Maka sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah. Dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Maka sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (HR. Muslim)

Saudaraku,
Adapun yang benar adalah bahwa bermaaf-maafan sekaligus mengadakan hubungan silaturrahim dan tali persaudaraan tersebut merupakan salah satu bentuk ibadah ghairu mahdhah yang pelaksanaannya bisa kapan saja tidak terkait dengan hari-hari tertentu. Artinya bisa dilaksanakan pada hari raya Idul Fitri atau waktu lainnya. Sehingga kalaupun harus melaksanakannya pada hari raya Idul Fitri, tentunya tidak masalah selama diiringi keyakinan bahwa hal seperti ini sebenarnya tidak hanya terbatas saat Idul fitri. (Wallahu ta’ala a’lam).

Penjelasan tambahan:
Ibadah dalam Islam, ada yang disebut sebagai ibadah mahdhah (ibadah yang murni hubungan antara manusia dengan Allah), ada juga yang disebut sebagai ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang bukan murni berhubungan secara langsung dengan Allah).
   Ibadah mahdhah adalah ibadah yang tata caranya, tempatnya, waktunya, berapa banyaknya, dst. sudah ada ketetapan dari Al Qur’an maupun Hadits sehingga tidak ada celah kreatifitas bagi kita dalam melaksanakannya. Contoh: wudhu, tayammum, mandi suci dari hadats, adzan, iqamat, shalat, i’tikaf di masjid, puasa, haji, umrah, dll.
   Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang ada perintahnya, namun tentang tata caranya, tempatnya, waktunya, berapa banyaknya, dst. tidak ada ketetapan dari Al Qur’an maupun Hadits sehingga terbuka kesempatan bagi kita untuk berkreasi dalam pelaksanaannya (biasanya terkait muammalah). Contoh: menuntut ilmu dan menyebarkannya, berdakwah/amar ma’ruf nahi munkar, dll.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞