Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (staf
pengajar/dosen senior sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Bandung, Jawa
Barat) telah menyampaikan tulisan berikut ini:
Tafsiran orang liberal:
1. Jilbab :
Budaya Arab
2. Dakwah :
Arabisasi
3. Al Qur’an :
Produk budaya
4. Gay/lesbi :
Perbedaan orientasi seksual
5. Agama :
Cukup kita dengan Tuhan saja
6. Bela Islam :
Allah nggak perlu dibela
7. Kafir :
Tidak beragama
8. Allah :
Tuhan semua agama
Intinya: Al Qur’an itu wahyu campur pemikiran, jadi nggak
wajib berjilbab, nggak wajib berdakwah, nggak perlu bela Islam, cukup perbaiki
diri saja, diperbolehkan gay/lesbi, dan boleh pindah agama karena semua agama
menyembah Allah juga.
Bahasanya manis dan akademis, pelan-pelan mengajak pindah
agama.
Mari kita kaji hal-hal yang sangat membahayakan aqidah di
atas
1. Jilbab adalah budaya Arab
Saudaraku,
Sebelum membahas apakah jilbab itu budaya Arab atau
bukan, berikut ini kusampaikan terlebih dahulu pengertian tentang aurat.
Aurat adalah bagian
dari tubuh (anggota badan) yang tidak boleh
ditampakkan dan diperlihatkan (oleh
lelaki maupun
perempuan)
kepada orang lain. Tidak
boleh ditampakkan dan diperlihatkan kepada orang lain, artinya
harus ditutupi dari pandangan orang lain dengan pakaian.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ،
وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلَا تُفْضِي
الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ. (رواه مسلم)
Janganlah seorang lelaki
melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat
wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain,
dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.” (HR. Muslim).
Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al A’raaf ayat 26, Allah
telah berfirman:
يَا بَنِي ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا
يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَـــٰتِ اللهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ ﴿٢٦﴾
Hai anak Adam1,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan
pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa2
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al A’raaf. 26).
1) Maksudnya
ialah umat manusia.
2) Maksudnya
ialah selalu bertakwa kepada Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan takwa ialah
memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi, yaitu
memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, tidak cukup diartikan dengan takut saja.
Saudaraku,
Perintah untuk menutup aurat
juga terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud serta dalam Al
Qur’an surat An Nuur ayat 31 dan surat Al Ahzab ayat 59 berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
أَنَّ
أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا
بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا، وَأَشَارَ إِلَى
وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. (رواه ابو داود)
Dari Aisyah, dia berkata: Asma'
binti Abu Bakar menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
memakai pakaian yang tipis, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling
darinya dan berkata: “Wahai Asma' Jika wanita telah mengalami haid (baligh)
maka dia tidak boleh memperlihatkan auratnya kecuali ini dan ini sambil, beliau memberi isyarat pada
wajah dan kedua telapak tangan“. (HR. Abu Dawud).
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَـــٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـــٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَــــٰـــنُهُنَّ أَوِ التَّـــٰبِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ
الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا
أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٣١﴾
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung”. (QS. An Nuur. 31).
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَـــٰــبِيبِهِنَّ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ
فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥٩﴾
“Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya3 ke
seluruh tubuh mereka". Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”. (QS. Al Ahzab. 59).
3) Yang dimaksud dengan jilbab adalah sejenis baju
kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada (catatan
kaki no. 1233, Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama Republik Indonesia).
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa mengenakan jilbab
sebagai pakaian dalam rangka untuk menutup aurat/menjaga aurat dari pandangan
orang lain itu merupakan bagian dari risalah Islam karena memang ada dalil yang
mendasarinya.
Bahkan karena begitu pentingnya menjaga aurat dalam agama
Islam, sehingga seseorang diperbolehkan melempar dengan kerikil kepada orang
yang berusaha melihat atau mengintip aurat keluarganya di rumahnya, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَوْ
اطَّلَعَ فِي بَيْتِكَ أَحَدٌ وَلَمْ تَأْذَنْ لَهُ خَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ فَفَقَأْتَ
عَيْنَهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ. (رواه البخارى)
Jika ada orang yang berusaha
melihat (aurat keluargamu) di rumahmu dan kamu tidak mengizinkannya lantas kamu
melemparnya dengan kerikil sehingga membutakan matanya maka tidak ada dosa
bagimu. (HR. Al-Bukhari).
Pertanyaannya adalah: apakah kewajiban untuk menutup
aurat/menjaga aurat dari pandangan orang lain itu hanya diperuntukkan bagi
bangsa Arab saja sehingga penggunaan jilbab sebagai pakaian untuk menutup
aurat/menjaga aurat dari pandangan orang lain juga hanya diperuntukkan bagi
bangsa Arab saja yang dari sini kemudian bisa disimpulkan bahwa jilbab adalah
budaya Arab?
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki banyak keistimewaan.
Salah satu diantaranya
adalah bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk seluruh manusia. Sedangkan para Nabi sebelumnya hanya diutus untuk
umatnya masing-masing. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari berikut ini:
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ
مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا
رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي
الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ
النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً. (رواه
البخارى)
Dari Jabir bin Abdulloh, bahwa
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku diberi (oleh
Allah) lima perkara, yang itu semua tidak diberikan kepada seorang-pun
sebelumku:
√ Aku ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran
(musuh sebelum kedatanganku) sejauh perjalanan sebulan;
√ Bumi (tanah) dijadikan untukku sebagai masjid
(tempat sholat) dan alat bersuci (untuk tayammum-pen). Maka siapa saja dari
umatku yang (waktu) sholat menemuinya, hendaklah dia sholat.
√ Ghonimah (harta rampasan perang) dihalalkan
untukku, dan itu tidaklah halal untuk seorangpun sebelumku.
√ Aku diberi syafa’at (oleh Allah).
√ Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelumku) diutus
khusus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada manusia semuanya. (HR.
Bukhari).
Perhatikan pula firman Allah dalam surat Al A’raaf ayat
158 berikut ini:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ
إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لَا إِلَــــٰـهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِـي وَيُمِيتُ فَئَامِنُواْ بِاللهِ
وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمَـــٰــتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿١٥٨﴾
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan
bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan
ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. Al A’raaf. 158).
Saudaraku,
Perintah Allah dalam surat Al A’raaf ayat 158 di atas,
yaitu “Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua”, hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
diutus untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat Saba’ ayat
28 berikut ini:
وَمَا أَرْسَلْنَــــٰـكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَـــٰــكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٢٨﴾
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba’. 28).
Saudaraku,
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus
oleh Allah untuk seluruh manusia, maka itu artinya perintah untuk menutup aurat
juga berlaku untuk seluruh manusia di seluruh dunia ini.
Hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwa kewajiban untuk menutup
aurat/menjaga aurat dari pandangan orang lain itu, tidak hanya diperuntukkan
bagi bangsa Arab saja, namun berlaku untuk seluruh manusia (wanita) di seluruh
dunia ini sehingga penggunaan jilbab sebagai pakaian untuk menutup
aurat/menjaga aurat dari pandangan orang lain juga tidak hanya diperuntukkan
bagi bangsa Arab saja yang dari sini kemudian bisa disimpulkan bahwa jilbab
bukanlah semata-mata budaya Arab.
Yang benar adalah bahwa mengenakan jilbab sebagai pakaian
dalam rangka untuk menutup aurat/menjaga aurat dari pandangan orang lain itu
merupakan bagian dari risalah Islam dan hal ini berlaku tidak hanya bagi bangsa
Arab saja, namun berlaku untuk seluruh manusia (wanita) di seluruh dunia ini.
2. Dakwah adalah Arabisasi
Saudaraku,
Berdakwah bermakna menghimbau/menyeru kepada umat manusia
untuk melaksanakan segala apa yang Allah Ta’ala perintahkan dan meninggalkan semua
yang dilarang-Nya. Sedangkan kewajiban untuk berdakwah itu telah Allah bebankan
atas setiap muslim, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat
Luqman ayat 17 berikut ini:
يَــــٰــبُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ ﴿١٧﴾
”Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
(QS. Luqman. 17).
Saudaraku,
Perintah untuk berdakwah juga terlihat jelas dalam dua
ayat berikut ini:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَــٰـــئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali ’Imran. 104).
يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُسَــٰرِعُونَ فِي الْخَيْرَٰتِ وَأُوْلَـــٰــئِكَ مِنَ الصَّـــٰـلِحِينَ ﴿١١٤﴾
”Mereka beriman kepada Allah
dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang
munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. Ali ’Imran. 114).
Saudaraku,
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa berdakwah itu
merupakan bagian dari risalah Islam yang mana kewajiban untuk berdakwah itu
telah Allah bebankan atas setiap muslim (tidak hanya berlaku bagi bangsa Arab
saja).
Nah, karena berdakwah itu merupakan bagian dari risalah
Islam dimana kewajiban untuk berdakwah itu telah Allah bebankan atas setiap
muslim di seluruh dunia ini (artinya tidak hanya berlaku bagi bangsa Arab
saja), maka tafsiran orang liberal yang menyatakan bahwa dakwah adalah
Arabisasi, benar-benar merupakan tafsiran/tuduhan yang sama sekali tidak
berdasar.
3. Al Qur’an adalah
produk budaya
Saudaraku,
Saudaraku,
Ketahuilah pula bahwa sesungguhnya Al Qur’an
itu benar-benar datang dari Allah SWT, Tuhan semesta alam. Perhatikan
penjelasan Allah dalam beberapa ayat berikut ini:
وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَـــٰـلَمِينَ ﴿١٩٢﴾
”Dan sesungguhnya Al Qur'an
ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam”, (QS. Asy Syu’araa’. 192).
وَإِنَّكَ لَتُلَقَّى الْقُرْءَانَ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ
عَلِيمٍ ﴿٦﴾
”Dan sesungguhnya kamu
benar-benar diberi Al Qur'an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui”. (QS. An Naml. 6).
تَنْزِيلُ الْكِتَـــٰبِ مِنَ اللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ ﴿٢﴾
”Diturunkan Kitab ini dari Allah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”. (QS. Al Ahqaaf. 2).
Saudaraku,
Sesungguhnya Al Qur’an itu telah diturunkan oleh Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi,
yang diturunkan kepada kita penuh dengan berkah supaya kita memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.
قُلْ أَنزَلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٦﴾
”Katakanlah: "Al Qur'an
itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Furqaan. 6).
تَنزِيلُ الْكِتَـــٰبِ مِنَ اللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ ﴿١﴾
”Kitab (Al Qur'an ini)
diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.
Az Zumar. 1).
تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ ﴿٢﴾
”Diturunkan Kitab ini (Al
Qur'an) dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”, (QS. Al Mu’min.
2).
كِتَـــٰبٌ أَنزَلْنَـــٰـهُ إِلَيْكَ مُبَـــٰــرَكٌ لِّيَدَّبَّرُواْ ءَايَـــٰــتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَـــٰـبِ ﴿٢٩﴾
”Ini adalah sebuah kitab yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.
(QS. Shaad. 29).
Saudaraku,
Jika sekiranya Al Qur’an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah kita akan mendapati adanya pertentangan yang banyak
di dalamnya.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ
عِندِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلَـــٰــفًا كَثِيرًا ﴿٨٢﴾
“Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. An Nisaa’.
82).
وَمَا كَانَ هَــٰــذَا الْقُرْءَانُ أَن يُفْتَرَىٰ مِن دُونِ اللهِ وَلَـــٰـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَـــٰبِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَـــٰـلَمِينَ ﴿٣٧﴾
“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah;
akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya4, tidak ada
keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37).
4) Maksudnya: Al Qur’an itu menjelaskan secara
terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Qur’an itu pula.
Saudaraku,
Al Qur’an yang begitu tinggi nilainya tersebut, hanya mungkin
dibuat oleh Allah dan tidak mungkin dibuat oleh manusia (termasuk jin) yang
pengetahuannya teramat sangat terbatas.
... وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Nah karena terbatasnya ilmu yang dimiliki, maka seandainya manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al Qur'an (kitab suci yang
benar-benar datang dari Allah, Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu), niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Al
Qur'an, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنسُ وَالْجِنُّ
عَلَىٰ أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـــٰـذَا الْقُرْءَانِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ
وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا ﴿٨٨﴾
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia
dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al Israa’. 88).
Tantangan ini (sebagaimana termaktub dalam surat Al
Israa’ ayat 88 di atas) telah disampaikan lebih dari 14 yang lalu, dan ternyata
sampai sekarang (dan hingga hari akhir nanti) tetap terbukti bahwa tidak ada
satupun yang dapat membuat yang serupa dengan Al Qur’an.
Saudaraku,
Dari fakta-fakta tersebut, maka dengan mudah dapat
disimpulkan bahwa tafsiran orang liberal yang menyatakan bahwa Al Qur’an adalah
produk budaya, benar-benar merupakan tuduhan yang sama sekali tidak berdasar
alias fitnah yang sangat keji.
Penjelasan tambahan
Pada tulisan tersebut, juga tertulis bahwa: “Al Qur’an
itu wahyu campur pemikiran”. Dan sekali lagi, hal ini juga merupakan tuduhan
yang sama sekali tidak berdasar alias fitnah yang sangat keji.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah-lah yang
telah menurunkan Al Qur'an dan Allah pula yang memeliharanya.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَـــٰــفِظُونَ ﴿٩﴾
“Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya5.” (QS.
Al Hijr. 9).
5) Ayat
ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Qur’an untuk
selama-lamanya.
Saudaraku,
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya ayat-ayat Al Qur’an itu terpelihara dalam dada dengan
dihapal oleh banyak kaum muslimin secara turun-temurun dan dipahami oleh mereka
sehingga tidak akan pernah ada seorangpun yang dapat mengubahnya.
بَلْ هُوَ ءَايَــــٰتٌ بَيِّنَـــٰتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ
بِئَايَــــٰـتِنَا إِلَّا الظَّـــٰـلِمُونَ ﴿٤٩﴾
“Sebenarnya, Al
Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi
ilmu6.
Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”.
(QS. Al ‘Ankabuut. 49).
6) Maksudnya ialah:
bahwa ayat-ayat Al Qur’an itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak
kaum muslimin turun-temurun dan dipahami oleh mereka, sehingga tidak ada
seorangpun yang dapat mengubahnya.
وَاتْلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ لَا
مُبَدِّلَ لِكَلِمَــٰــتِهِ وَلَن
تَجِدَ مِن دُونِهِ مُلْتَحَدًا ﴿٢٧﴾
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab
Tuhan-mu (Al Qur'an). Tidak ada (seorangpun) yang dapat mengubah
kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung
selain daripada-Nya”. (QS. Al Kahfi. 27)
Lebih dari itu semua, Al Qur'an juga tetap mempertahankan
bahasa aslinya, yaitu Bahasa Arab.
إِنَّا أَنزَلْنَـــٰهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿٢﴾
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. (QS. Yusuf. 2).
إِنَّا جَعَلْنَــٰهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿٣﴾
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al
Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami-(nya)”. (QS. Az Zukhruf. 3).
Pada kedua ayat tersebut, Allah sendiri yang memberikan
kesaksian bahwa Al Qur’an itu Dia turunkan dalam Bahasa Arab. Dan terbukti
sejak dahulu hingga sekarang bahkan hingga hari kiamat nantinya, Al Qur’an akan
tetap mempertahankan bahasa aslinya.
Al Qur’an walaupun sudah diterjemahkan dalam berbagai
bahasa, namun tetap didampingi dengan bahasa aslinya yaitu Bahasa Arab. Hal ini
bisa kita buktikan, bahwa kemanapun kita pergi di seluruh permukaan bumi ini,
pasti akan kita jumpai terjemahan Al Qur’an yang didampingi dengan Bahasa Arab.
Jadi kita tidak akan menjumpai adanya satu kitab yang hanya berisi terjemahan Al
Qur’an saja, tanpa disandingkan dengan Al Qur’an dalam bahasa aslinya yaitu
Bahasa Arab.
Kondisi seperti ini jelas akan memudahkan umat Islam
untuk mengecek apabila terjadi kesalahan dalam terjemahannya, karena dengan
mudah bisa merujuk langsung ke dalam Al Qur’an asli yang berbahasa Arab sebagai
standard. (Sebuah kitab dari waktu ke waktu akan selalu mengalami perubahan,
jika tidak ada lagi kitab berbahasa asli sebagai standard untuk mengecek
apabila terjadi kesalahan dalam terjemahannya).
Saudaraku,
Tidak ada satu-pun kitab suci
di dunia ini yang susunan redaksinya benar-benar sama untuk semua edisi di seluruh dunia dan di sepanjang masa.
Kecuali hanya Al Qur'an.
Sehingga berdasarkan fakta-fakta tentang kesucian dan kemurnian Al Qur’an di
atas, maka dengan mudah dapat dipahami bahwa tafsiran orang liberal yang
menyatakan bahwa Al Qur’an itu adalah wahyu campur pemikiran, benar-benar
merupakan tuduhan yang sama sekali tidak berdasar/benar-benar merupakan fitnah
yang sangat keji.
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 3
tulisan }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar