Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (PNS/staf
pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi di Pulau Jawa) telah menyampaikan
pesan via WhatsApp sebagai berikut: “Saya adalah istri yang meninggalkan rumah, Pak
Imron. In sya Allah apa yang
dinasehatkan Pak Imron
sudah saya jalani, sudah
saya
rasakan. Hingga
kini saya
merasakan kedholiman itu. Subhanallah! Hanya yakin dan bersandar pada Allah
Ta'ala. Allah ‘Azza Wa Jalla yang Maha Tahu dan Maha Melihat.
Saudaraku yang dicintai Allah,
Ketahuilah bahwa sekalipun
banyak ayat-ayat Al Qur’an yang mengupas tentang berbagai ancaman yang
mengerikan, namun ketahuilah bahwa sesungguhnya rahmat-Nya mendahului
murka-Nya. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لَمَّاقَضَ اللهُ الْخَلْقَ كَتَبَ كِتَابًا فَهُوَ
عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ: إِنَّ رَحْمَتِى سَبَقَتْ غَضَبِى. وَ فِى رِوَايَةٍ:
إِنَّ رَحْمَتِى غَلَبَتْ غَضَبِى (رواه البخارى و مسلم وابن ماجه)
”Ketika Allah telah selesai
menjadikan semua makhluk, maka menulis tulisan yang ada di atas ’arsy yang
berbunyi: rahmat-Ku mendahului murka-Ku (rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku)”. (HR. Bukhari, Muslim, Ibn Majah).
Bahkan sesungguhnya Allah lebih sayang kepada kita,
melebihi sayangnya seorang ibu terhadap anaknya. Karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim, diperoleh penjelasan bahwa: Ketika dihadapkan
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa orang tawanan, tiba-tiba
ada seorang wanita yang teteknya telah menetes-netes air susunya, ia
berlari-lari mencari bayinya. Tiba-tiba ia bertemu dengan bayinya, maka
langsung diangkat ke dadanya dan ditetekinya. Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَتَرَوْنَ هذِهِ طَارِحَةٌ وَلَدَهَا فِى النَّارِ؟
قُلْنَا: لَا وَهِىَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَطْرَحَهُ. قَلَ: اَللهُ أَرْحَمُ
بِعِبَادِهِ مِنْ هذِهِ بِوَلَدِهَا . (رواه البخارى و مسلم)
”Apakah kalian mengira bahwa wanita itu akan membuang anaknya
itu ke dalam api?”. Jawab sahabat: ”Tidak, selama ia dapat mengelakkannya!”. Maka
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Allah
lebih sayang pada hamba-Nya melebihi kesayangan ibu itu terhadap anaknya”. (H.
R. Bukhari, Muslim).
Sedangkan dalam surat Az Zumar ayat 53,
diperoleh penjelasan sebagai berikut:
قُلْ يَا
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
”Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS. Az Zumar. 53).
Saudaraku mengatakan bahwa hingga kini saudaraku
masih
merasakan kedholiman suami.
Saudaraku yang dicintai
Allah,
Adalah hak
saudaraku sebagai seorang istri untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari
suami, mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin dari suami serta mendapatkan
bimbingan dari suami dalam menggapai ridho-Nya/agar selamat dari siksa api
neraka. Sebaliknya, adalah kewajiban suami untuk memberikan perlakuan yang baik
kepada saudaraku sebagai istrinya, memberikan nafkah baik lahir maupun batin
serta memberikan bimbingan kepada saudaraku sebagai istrinya dalam menggapai
ridho-Nya/agar selamat dari siksa api neraka.
Jika
melihat kembali pada apa yang telah saudaraku sampaikan dimana
saudaraku sudah tak mampu lagi menghadapi kedholimannya, maka ketahuilah bahwa Islam
telah memberikan solusi dan jalan bagi mereka yang tidak mampu lagi menemukan
kebahagiaan dalam berumah tangga dengan cara yang halal, yaitu cerai
(sebagaimana yang telah saudaraku lakukan). Perhatikan penjelasan Allah dalam
Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 130 berikut ini:
وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللهُ كُلًّا مِّن سَعَتِهِ
وَكَانَ اللهُ وَاسِعًا حَكِيمًا ﴿١٣٠﴾
Jika
keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari
limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Bijaksana. (QS. An Nisaa’. 130).
Saudaraku mengatakan bahwa hingga kini saudaraku
masih
merasakan kedholiman suami.
Saudaraku yang dicintai Allah,
Tentunya sangat bisa dimaklumi jika kemudian saudaraku
masih merasakan kedholiman mantan suami hingga kini jika mantan suami memang
telah berperilaku buruk kepada saudaraku sehingga menimbulkan luka yang teramat
dalam. Meskipun demikian, sebaiknya jangan terlalu berlebihan dalam memendam
perasaan itu. Perhatikan penjelasan hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi berikut ini:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ
حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ عَمْرٍو الْكَلْبِيُّ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ
أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أُرَاهُ رَفَعَهُ
قَالَ أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا
وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا.
(رواه الترمذى)
Abu Kuraib menceritakan kepada
kami, Suwaid bin Amr AI Kalbi menceritakan kepada kami, dari Hamad bin Salamah,
dari Ayyub, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah – menurutku Abu Hurairah
meriwayatkan hadits secara marfu' kepada rasul – ia (Abu Hurairah) berkata,
"Cintailah orang yang kamu cintai sekedarnya saja. (Sebab) boleh jadi
suatu hari ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah orang yang kamu
benci sekedarnya saja. (Sebab) boleh jadi suatu hari ia akan menjadi orang yang
kamu cintai." (HR.
At-Tirmidzi).
Saudaraku,
Terlalu
berlebihan dalam memendam perasaan itu (terkait kedholiman mantan suami) hanya
akan menimbulkan kelelahan berpikir, stres, serta membuat pikiran kita dipenuhi
kekesalan.
Daripada memendam
rasa yang terlalu berlebihan yang pastinya akan sangat banyak menguras pikiran,
tentunya akan lebih bermanfaat jika saudaraku bisa melapangkan dada untuk
memaafkannya. Semoga kelapangan dada saudaraku dalam
menghadapi keadaan yang demikian sulit ini, dapat dilihat oleh Allah SWT. sebagai
amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan saudaraku kepada-Nya.
Amin, ya rabbal ‘alamin.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ
وَأَوْلَـــٰـدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا
وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٤﴾
(14) “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di
antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak
memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللهُ
عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾
(15) “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah
cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar”.
فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا
وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ ... ﴿١٦﴾
(16) “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik
untuk dirimu. ...”. (QS. At Taghaabun. 14 – 16).
Sedangkan jika luka itu memang teramat dalam sehingga saudaraku
tidak mampu untuk memaafkan kesalahannya, maka kembalikan semua urusan ini
hanya kepada-Nya, supaya jiwa saudaraku menjadi tenang.
يَا أَيَّتُهَا
النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾
“Hai jiwa
yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya”. (QS. Al Fajr. 27 – 28).
Sekali lagi, jika luka itu memang teramat dalam sehingga saudaraku
tidak mampu untuk memaafkan kesalahannya, maka kembalikan semua urusan ini
hanya kepada-Nya, supaya jiwa saudaraku menjadi tenang. Yakinlah, bahwa Allah SWT. pasti
akan memberikan keputusan yang terbaik diantara kita semua. Karena
Allah adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana, sebagaimana janji-Nya dalam Al Qur’an
surat Al An’aam ayat 18:
وَهُوَ
الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ ﴿١٨﴾
”Dan
Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al An’aam. 18).
Sedangkan
Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an
dalam surat Ar Ruum ayat 6:
... لَا يُخْلِفُ
اللهُ وَعْدَهُ وَلَـــٰـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾
“... Allah
tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
(QS. Ar Ruum. 6).
Saudaraku tidak perlu galau menghadapi situasi yang benar-benar sulit seperti ini. Karena masih ada
Allah SWT., yang kepada-Nya kita bisa mengadukan segala kesusahan/kesedihan
serta semua permasalahan hidup ini.
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللهِ
وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٨٦﴾
Ya`qub menjawab:
"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada
mengetahuinya." (QS. Yusuf. 86).
Mohonlah
kepada Allah agar saudaraku diberi kekuatan sehingga saudaraku benar-benar
dapat ridha dengan apa yang telah Allah berikan kepada saudaraku.
وَلَوْ أَنَّهُمْ
رَضُوْاْ مَا ءَاتَـــٰـهُمُ اللهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللهُ سَيُؤْتِينَا اللهُ مِن
فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللهِ رَاغِبُونَ ﴿٥٩﴾
“Jikalau
mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya
kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan
memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula)
Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada
Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS. At
Taubah. 59).
Lebih dari itu,
Sadarkah saudaraku,
bahwa sesungguhnya saudaraku termasuk orang-orang pilihan yang dipilih langsung oleh
Allah SWT. karena saudaraku dipandang mampu untuk mendapatkan cobaan seperti ini?
Karena seandainya hal ini ditimpakan kepada orang lain, belum tentu mereka bisa
tabah dan sabar dalam menghadapinya.
Sudahkah saudaraku
menyadarinya? Dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan
berupaya untuk bisa tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan ini dan tetap
berbaik sangka kepada-Nya? Bukankah saudaraku termasuk orang-orang pilihan yang dipilih langsung oleh
Allah karena saudaraku dipandang mampu untuk mendapatkan cobaan seperti ini? Bukankah
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya?
لَا يُكَلِّفُ
اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا...
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ...”
(QS. Al Baqarah ayat 286).
Terlebih
lagi jika hal ini kita kaitkan dengan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadits berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ. (رواه البخارى)
“Barangsiapa yang Allah
kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR.
Al
Bukhari(.
Disamping itu semua, tahukah saudaraku bahwa seseorang itu akan diberi cobaan oleh Allah
SWT. sesuai
dengan keadaan agamanya. Jika agamanya kuat, Allah SWT. akan berikan
kepadanya cobaan
yang berat. Sedangkan jika agamanya masih
lemah, ia juga akan
diuji sesuai dengan agamanya. Dengan demikian jika pada saat ini saudaraku ditimpa
cobaan yang teramat berat, hal ini sekaligus juga menunjukkan betapa kuatnya
agama saudaraku.
وَأَيُّ
النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ
فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ
صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ
عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ
يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling keras dikenai cobaan?” Jawab beliau, “Para nabi, lantas yang
semisal, dan yang semisal. Seseorang akan tertimpa cobaan sesuai dengan keadaan
agamanya. Jika agamanya kuat, cobaan itu pun keras. Jika agamanya masih lemah,
ia akan diuji sesuai dengan agamanya. Tiadalah cobaan itu senantiasa menimpa
seorang hamba sampai ia meninggalkan si hamba berjalan di muka bumi tanpa ada
dosa padanya.” (HR. At-Tirmidzi,
hadits dari Mush’ab bin Sa’d, dari ayahnya).
Berbahagialah engkau wahai saudaraku, karena dalam hal
ini bukan aku yang menilai, namun yang menilai adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (baca kembali hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di
atas).
Sedangkan segala yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (termasuk dalam hal ini), tidak lain adalah wahyu semata.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkata-kata tidaklah mengikuti
hawa nafsunya, melainkan dibimbing oleh wahyu yang diturunkan kepada Beliau.
قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ
الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ ﴿٤٥﴾
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya
memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang
yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan" (QS. Al
Anbiyaa’. 45).
Oleh karena itu dalam situasi/kondisi bagaimanapun, tetaplah
istiqomah untuk senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Tak mungkin Allah
bermaksud buruk kepada hamba-hamba-Nya.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لَا
يَمُوتُ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ. (رواه مسلم)
“Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal melainkan
dia dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah”. (HR. Muslim).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللهُ سُبْحَانَهُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ
عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ
ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ
مِنْهُمْ وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ شِبْرًا اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ
أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً. (رواه ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia bercerita, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
'Allah SWT berfirman, "Aku seperti prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku
bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya,
niscaya Aku akan mengingatnya di dalam Diri-Ku. Dan jika ia mengingat-Ku pada
kelompok, niscaya Aku akan mengingatnya pada kelompokyang lebih mulia dari
mereka. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, niscaya Aku akan
mendekatkan Diri kepadanya satu hasta. Dan jika ia datang kepada-Ku sambil
berjalan, niscaya Aku datang kepadanya dengan berlari kecil'." (HR. Ibnu Majah(.
Semoga bermanfaat.
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 2
tulisan }