بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 05 Mei 2019

BERSEDEKAH ATAS NAMA AYAH YANG SUDAH WAFAT



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (staf pengajar/dosen sebuah universitas negeri terkemuka di Padang, Sumatera Barat) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Maaf Pak Imron, saya mau bertanya sedikit mengenai masalah sedekah. Apakah ada pahalanya jika kita bersedekah dengan mengatas-namakan ayah yang sudah wafat, Pak? Almarhum kan ada pensiunnya, jadi kan diterima sama ibu. Terus mau bersedekah memakai uang pensiun tersebut. Terimakasih sebelumnya ya Pak Imron”.

Saudaraku,
Pada dasarnya semua ibadah/semua perkara yang menjadi kewajiban kita itu, harus kita sendiri yang melaksanakannya, khususnya jika tidak menyangkut hak orang lain. Harus kita sendiri yang melaksanakannya, artinya tidak bisa diwakilkan/tidak bisa diwakili oleh orang lain/tidak bisa dikerjakan oleh orang lain. Salah satu contohnya adalah shalat wajib lima waktu.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَـــٰبِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ﴿٤٥﴾
”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al ’Ankabuut. 45)

Saudaraku,
Sholat wajib lima waktu adalah salah satu kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan sendiri oleh seorang muslim dan tidak boleh diwakilkan kepada siapapun. Dan karena tidak bisa diwakilkan kepada siapapun, maka sholat wajib lima waktu harus dikerjakan sendiri, semaksimal yang bisa dilakukannya/sampai batas maksimal yang bisa dikerjakannya. Artinya jika masih mampu melaksanakannya dengan berdiri, maka harus melaksanakannya dengan berdiri. Namun jika tidak mampu, boleh melaksanakannya dengan duduk. Jika dengan dudukpun tetap tidak mampu, maka boleh dengan berbaring. Dan jika dengan berbaringpun tetap tidak mampu juga, maka boleh melaksanakannya dengan isyarat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ. (رواه البخارى)
“Shalatlah engkau dalam keadaan berdiri. Jika tidak bisa, duduklah. Jika tidak mampu juga, shalatlah dalam keadaan berbaring.” (HR. al-Bukhari)

Terakhir, jika dengan isyaratpun sudah tidak mampu lagi (artinya yang bersangkutan sudah wafat), maka yang bersangkutan akan disholatkan. (Wallahu a'lam).

Meskipun demikian, ada beberapa pengecualiannya. Karena sebagian diantaranya (khususnya yang menyangkut hak orang lain) bisa diwakilkan/bisa diwakili oleh orang lain/bisa dikerjakan oleh orang lain. Artinya ada sebagian dari kewajiban kita yang apabila telah diwakilkan/telah dikerjakan/telah dilaksanakan oleh orang lain, maka gugurlah kewajiban kita atasnya.

Contoh: ketika kita mempunyai hutang kepada seseorang, maka kita wajib untuk mengembalikannya. Namun, jika ada saudara kita yang lain yang telah mengembalikan hutang kita tersebut (baik sepengetahuan kita maupun tanpa sepengetahuan kita), maka gugurlah kewajiban kita untuk mengembalikan hutang tersebut. Artinya kita sudah tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan hutang tersebut, karena sudah dikembalikan/sudah dibayar oleh orang lain (baik sepengetahuan kita maupun tanpa sepengetahuan kita).

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ وَلَمْ يَتْرُكْ وَفَاءً فَعَلَيْنَا قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami Abdan telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah dari Abu Hurairahradliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Saya lebih utama menjamin orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, maka barangsiapa meninggal sedang ia mempunyai hutang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya, kewajiban kamilah untuk melunasinya, dan barangsiapa meninggalkan harta, maka itu bagi ahli warisnya." (HR. Bukhari).

Contoh yang lainnya adalah kewajiban orang tua untuk membimbing anak-anaknya. Jika orang tua tidak mampu untuk melaksanakannya sendiri, maka hal ini bisa diwakilkan kepada orang lain. Misalnya: diserahkan kepada pondok pesantren/lembaga pendidikan lainnya untuk dibina oleh para ulama’/para guru di sana dengan harapan agar anak-anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang sholeh/sholihah.

Bersedekah Dengan Mengatas-namakan Ayah Yang Sudah Wafat

Saudaraku,
Terkait masalah yang saudaraku tanyakan di atas yaitu tentang bersedekah dengan mengatas-namakan ayah yang sudah wafat (atau atas nama ibu/atas nama kedua orang tua yang sudah wafat), maka in sya Allah pahalanya akan sampai kepada ayah/ibu/keduanya.

Anak merupakan hasil usaha kedua orang tuanya

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa jika ada pertanyaan: “Dari mana kita mengenal Islam dan memeluk Agama Islam?”. Tentunya kebanyakan di antara kita akan mengatakan bahwa jawabannya adalah dari orang tua kita (kecuali saudara kita yang muallaf). Nah berawal dari sinilah, akhirnya kita bisa mengetahui apa yang namanya sholat, zakat, puasa, haji, dst.

Jika kemudian hal-hal ini kita tindak-lanjuti dengan perbuatan/kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka orang tua kita juga akan mendapatkan imbalan (pahala) dari Allah sama seperti pahala yang Allah berikan kepada kita, tanpa mengurangi pahala kita sedikitpun. Mengapa demikian? Karena berawal dari orang tua kitalah, kita mengenal Islam dan mendapatkan petunjuk. Perhatikan penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ مِن أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. (رواه مسلم) 
“Barangsiapa menyeru (mengajak) kepada petunjuk, baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya, tidak berkurang pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru (mengajak) kepada kesesatan, atasnya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi demikian itu dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim).

Saudaraku,
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas, diperoleh penjelasan bahwa setiap kali kita melakukan ibadah (termasuk saat bersedekah), maka kedua orang tua kita juga akan diberi pahala oleh Allah dengan pahala yang sama dengan pahala yang Allah berikan kepada kita tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang kita peroleh dari ibadah yang kita lakukan tersebut. (Wallahu a'lam).

Sebagai tambahan, perhatikan pula penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, dan al-Hakim berikut ini:

Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَطْـيَبَ مَـا أَكَـلَ الرَّجُلُ مِـنْ كَـسْبِهِ، وَإِنَّ وَلَـدَهُ مِنْ كَسْبِـهِ.
Sesungguhnya sebaik-baik apa yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya sendiri, dan sesungguhnya anaknya adalah hasil usahanya. (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, dan al-Hakim).

Manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya

Saudaraku,
Perhatikan firman Allah dalam Al Qur’an surat An Najm ayat 39 – 41 berikut ini:

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَـــٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾ وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ ﴿٤٠﴾ ثُمَّ يُجْزَىٰهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَىٰ ﴿٤١﴾
(39) dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (40) Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). (41) Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, (QS. An Najm. 39 – 41).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): (39) (Dan bahwasanya) bahwasanya perkara yang sesungguhnya itu ialah (seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya) yaitu memperoleh kebaikan dari usahanya yang baik, maka dia tidak akan memperoleh kebaikan sedikit pun dari apa yang diusahakan oleh orang lain. (40) (Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan) kepadanya di akhirat. (41) (Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna") pembalasan yang paling lengkap. Diambil dari asal kata, Jazaituhu Sa'yahu atau Bisa'yihi, artinya, "Aku memberikan balasan terhadap usahanya, atau aku memberikannya balasan atas usahanya." Dengan kata lain lafal Jazaa ini boleh dibilang sebagai Fi'il Muta'addi atau Fi'il Lazim. (QS. An Najm. 39 – 41).

Sedangkan dalam tiga buah hadits di bawah ini, diperoleh penjelasan sebagai berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَلَوْلَا ذَلِكَ لَتَصَدَّقَتْ وَأَعْطَتْ أَفَيُجْزِئُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ فَتَصَدَّقِي عَنْهَا
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: Seorang perempuan berkata, "Wahai Rasulullah! Ibuku meninggal dunia secara mendadak. Jika tidak demikian tentu dia akan bersedekah dan memberi sesuatu, maka apakah aku boleh bersedekah untuknya?" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Iya, bersedekahlah untuknya”. (Muttafaq 'Alaih).

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا فَقَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّ لِي مَخْرَفًا وَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا. (رواه البخارى)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dunia, apakah berguna jika aku bersedekah untuknya?" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Iya" Laki-laki tersebut berkata, "Aku mempunyai sebuah kebun yang sedang berbuah dan aku ingin engkau menyaksikan bahwa aku telah menyedekahkan kebun tersebut untuk ibuku." (Shahih: Bukhari)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ إِسْحَقَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّ لِي مَخْرَفًا فَأُشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا. (رواه البخارى وابو داود والترمذى)
Ahmad bin Mani' menceritakan kepada kami, Rauh bin Ubadah memberitahukan kepada kami, Zakariya bin Ishaq memberitahukan kepada kami, ia berkata, "Amr bin Dinar menceritakan kepadaku dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya ada seseorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah bermanfaat bila aku bersedekah untuknya?”. Beliau menjawab: “Ya, ada”. Orang itu berkata: “Sesungguhnya aku mempunyai sebidang kebun, maka aku persaksikan kepada engkau bahwa aku menyedekahkannya atas nama ibuku”. (HR. Bukhari, Abu Daud dan At-Tirmidzi).

Berikut ini aku kutibkan keterangan yang terdapat dalam Kitab Shahih Sunan Tirmdizi:

Abu Isa berkata: “Hadits ini hasan”. Dalam masalah ini para ‘ulama’ mempunyai pendapat: “Tidak ada sesuatu yang sampai kepada orang yang telah meninggal dunia kecuali sedekah dan doa”. Sebagian ‘ulama’ meriwayatkan hadits ini dari Amr bin Dinar, dari Ikrimah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mursal*. Ia berkata: “Makna makhrafan adalah kebun”.

Saudaraku,
Ketiga hadits di atas menunjukkan bahwa sedekah dari anak itu bisa sampai kepada kedua orang tuanya setelah keduanya wafat meski tanpa adanya wasiat dari keduanya, dan pahalanya-pun akan sampai kepada kedua-nya.

Hal ini mengandung arti bahwa ke-umum-an firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an surat An Najm ayat 39 berikut ini, dikhususkan oleh ketiga hadits di atas.

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَـــٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾
“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS. An Najm. 39).

Sekali lagi, hal ini mengandung arti bahwa ke-umum-an firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an surat An Najm ayat 39 tersebut, dikhususkan oleh ketiga hadits di atas. Maksudnya adalah bahwa seorang manusia itu tidak akan memperoleh selain dari apa yang telah diusahakannya, kecuali sedekah dari anak itu bisa sampai kepada kedua orang tuanya setelah keduanya wafat meski tanpa adanya wasiat dari keduanya. (Wallahu a'lam)**.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku***.

Tanggapan seorang kyai sepuh di Kota Blitar (usia beliau 80-an tahun dan masih sehat wal afiat): “Mas Imron, semua apa yang kamu tulis kaitannya dengan shodaqoh dimaksud itu cukup bagus bahkan begitu luas dan saya sendiri sejalan seperti itu karena dasar-dasar yang kita pegangi dan sebenarnya masalah ini kan masalah klasik tetapi selalu up to date walau sering dijawab pasti muncul kembali dilain waktu”.

Semoga bermanfaat.

NB.
*)  Hadits mursal adalah hadits yang di akhir sanad yaitu di atas tabi’in terputus.
**) Jawaban di atas kusarikan dari kajian-kajian yang diberikan oleh guru-guru ngajiku, baik di Al Falah maupun yang lainnya (jadi bukan pendapatku pribadi). Biasanya saat mengikuti kajian, saya senang mencatat hal-hal penting + dalil-dalil yang mendasarinya.
***) Ada pula yang berpendapat bahwa sedekah seseorang (meskipun bukan anaknya) atas nama orang lain (meskipun bukan orang tuanya) yang sudah wafat itu akan sampai tanpa adanya wasiat dari orang yang sudah wafat tersebut (Wallahu a'lam).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞