بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Rabu, 01 Mei 2019

DIKALA SUAMI TAK TERIMA GUGATAN CERAI DARI ISTERI (I)



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (PNS/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi di Jawa) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut: “Saya adalah istri yang meninggalkan rumah, Pak Imron. In sya Allah apa yang dinasehatkan Pak Imron sudah saya jalani, sudah saya rasakan. Hingga kini saya merasakan kedholiman itu. Subhanallah! Hanya yakin dan bersandar pada Allah Ta'ala. Allah ‘Azza Wa Jalla yang Maha Tahu dan Maha Melihat.

Beliau mengatakan: “Proses talak saya hingga kasasi, selama 3 tahun saya jalani proses itu. (Namun) mantan suami masih belum menerima dan (belum) mengakui semuanya. Saya hanya bisa bersabar. Bersandar pada Allah ‘Azza Wa Jalla semata”.

Tanggapan

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa ketika terjadi pertikaian dalam rumah tangga, bila masih dimungkinkan untuk menyatukan, maka seorang wanita tidak boleh menempuh jalur memutuskan tali pernikahan dengan meminta (menggugat) cerai dari suaminya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَاَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta perceraian dari suaminya tanpa alasan yang jelas, maka haram baginya aroma surga”. (Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim, al-Baihaqi, dari sahabat Tsaubân).

Sedangkan dalam surat An Nisaa’ ayat 128, diperoleh penjelasan sebagai berikut:

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الأَنفُسُ الشُّحَّ وَإِن تُحْسِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿١٢٨﴾
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz1 atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An Nisaa’. 128).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):

{ وَإِنِ امرأة } مرفوع بفعل يفسره { خَافَتْ } توقعت { مِن بَعْلِهَا } زوجها { نُشُوزًا } ترفعا عليها بترك مضاجعتها والتقصير في نفقتها لبغضها وطموح عينه إلى أجمل منها { أَوْ إِعْرَاضًا } عنها بوجهه { فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصّالحا } فيه إدغام التاء في الأصل في الصاد ، وفي قراءة ( يُصلحا ) من ( أصلح ) { يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا } في القسم والنفقة بأن تترك له شيئًا طلبًا لبقاء الصحبة فإن رضيت بذلك وإلا فعلى الزوج أن يوفيها حقها أو يفارقها { والصلح خَيْرٌ } من الفرقة والنشوز والإعراض ، قال تعالىللهُ في بيان ما جبل عليه الإنسان { وَأُحْضِرَتِ الأنفس الشح } شدّة البخل أي جبلت عليه فكأنها حاضرته لا تغيب عنه ، المعنى أن المرأة لا تكاد تسمح بنصيبها من زوجها والرجل لا يكاد يسمح عليها بنفسه إذا أحب غيرها { وَإِن تُحْسِنُواْ } عشرة النساء { وَتَتَّقُواْ } الجور عليهن { فَإِنَّ الله كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا } فيجازيكم به .
(Dan jika seorang wanita) imra-atun marfu' oleh fi'il yang menafsirkannya (takut) atau khawatir (dari suaminya nusyuz) artinya sikap tak acuh hingga berpisah ranjang daripadanya dan melalaikan pemberian nafkahnya, adakalanya karena marah atau karena matanya telah terpikat kepada wanita yang lebih cantik dari istrinya itu (atau memalingkan muka) daripadanya (maka tak ada salahnya bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya). Ta yang terdapat pada asal kata diidgamkan pada shad, sedang menurut qiraat lain dibaca yushliha dari ashlaha. Maksud perdamaian itu ialah dalam bergilir dan pemberian nafkah, misalnya dengan sedikit mengalah dari pihak istri demi mempertahankan kerukunan. Jika si istri bersedia, maka dapatlah dilangsungkan perdamaian itu, tetapi jika tidak, maka pihak suami harus memenuhi kewajibannya atau menceraikan istrinya itu. (Dan perdamaian itu lebih baik) daripada berpisah atau dari nusyuz atau sikap tak acuh. Hanya dalam menjelaskan tabiat-tabiat manusia, Allah berfirman: (tetapi manusia itu bertabiat kikir) artinya bakhil, seolah-olah sifat ini selalu dan tak pernah lenyap daripadanya. Maksud kalimat bahwa wanita itu jarang bersedia menyerahkan haknya terhadap suaminya kepada madunya, sebaliknya pihak laki-laki jarang pula yang memberikan haknya kepada istri bila ia mencintai istri lain. (Dan jika kamu berlaku baik) dalam pergaulan istri-istrimu (dan menjaga diri) dari berlaku lalim atau aniaya kepada mereka (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan) hingga akan memberikan balasannya. (QS. An Nisaa’. 128).

Namun apabila perbedaan sudah sedemikian meruncing/sudah sedemikian sulit untuk dijembatani lagi sehingga menyebabkan suasana kehidupan rumah tangga kian hari justru tidak semakin baik, maka Islam memberi keluasan.

Terlebih lagi saudaraku menyatakan bahwa selama 18 tahun berumah tangga dengannya, lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Dalam hal ini, ketahuilah bahwa Islam telah memberikan solusi dan jalan bagi mereka yang tidak mampu lagi menemukan kebahagiaan dalam berumah tangga dengan cara yang halal (meskipun hal tersebut dibenci), yaitu cerai.

... فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللهِ فَأُوْلَـــٰــئِكَ هُمُ الظَّـــٰــلِمُونَ ﴿٢٢٩﴾
“... Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al Baqarah. 229).

Saudaraku,
Jika seorang isteri mendapati adanya perlakuan suami yang membahayakan dirinya, seperti: suami sering berbuat aniaya terhadap isteri (terjadi KDRT/memukul isteri tanpa alasan yang benar, dll) serta menahan infaqnya, maka dalam kondisi seperti ini, boleh bagi isteri untuk meminta kepada qadhi2 (قاضي) untuk menceraikannya secara paksa agar bahaya dan kezhaliman tersebut dapat dihindarkan dari dirinya.

Sebuah gugatan cerai dapat disahkan oleh agama (artinya dibenarkan/dibolehkan sehingga bukan merupakan perbuatan dosa) bila ada alasan syar’i seperti ini.

... وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لَّتَعْتَدُواْ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلَا تَتَّخِذُواْ ءَايَـــٰتِ اللهِ هُزُوًا وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتَـــٰبِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُم بِهِ وَاتَّقُواْ اللهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٢٣١﴾
“... Janganlah kamu tahan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah ni`mat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah. 231).

Saudaraku,
Benar bahwa keputusan atas gugatan istri berada di tangan suami (artinya hak talak itu ada pada suami). Namun ketika perkaranya sudah masuk kepada qadhi/hakim, maka hakim dapat memaksa suami untuk menceraikan istrinya. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:

حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ جَمِيلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami Azhar bin Jamil Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafi Telah menceritakan kepada kami Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwasanya; Isteri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya itu? Ia menjawab, Ya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu. (HR. Bukhari). (Wallahu a'lam).

Saudaraku,
Terhadap semua ketetapan di atas (serta terhadap semua ketetapan lainnya yang datangnya dari Allah serta rasul-Nya), sebagai orang yang menyatakan beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka sikap kita adalah:  سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا  (kami mendengar dan kami patuh). Artinya apapun yang datang dari-Nya serta rasul-Nya, kita terima dan kita laksanakan apa adanya (seutuhnya) tanpa adanya tawar menawar sedikitpun.

Perhatikan firman Allah SWT. dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 51 berikut ini:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَـــٰـــئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: "Kami mendengar dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An Nuur. 51)

Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzaab ayat 36 berikut ini, Allah SWT. berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـــٰــلًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzaab. 36)

Saudaraku mengatakan: “Proses talak saya hingga kasasi, selama 3 tahun saya jalani proses itu. (Namun) mantan suami masih belum menerima dan (belum) mengakui semuanya. Saya hanya bisa bersabar. Bersandar pada Allah ‘Azza Wa Jalla semata”.

Saudaraku yang dicintai Allah,
Ketahuilah bahwa sikap mantan suami yang tetap tidak mau mengakui keputusan tersebut, tidak akan dapat mengubah keputusan/ketetapan tersebut. Karena Islam memang telah memberikan kewenangan kepada hakim untuk memaksa seorang suami untuk menceraikan istrinya jika memang isteri mengajukan gugatan cerai dan terbukti/didapati adanya perlakuan suami yang membahayakan diri isteri, seperti: seorang suami yang sering berbuat aniaya terhadap isterinya (terjadi KDRT, seperti memukul isteri tanpa alasan yang benar, dll) serta menahan infaqnya (sebagaimana uraian di atas).

Mengapa demikian?
Mengapa sikap mantan suami yang tetap tidak mau mengakui keputusan/ketetapan tersebut tidak akan dapat mengubah keputusan/ketetapan tersebut?

Karena Allah menetapkan hukum menurut kehendak-Nya (termasuk pemberian kewenangan kepada hakim untuk memaksa seorang suami untuk menceraikan istrinya sebagaimana uraian di atas). Dan tidak ada satu pihakpun yang dapat menolak ketetapan-Nya. Demikian penjelasan Allah dalam Al Qur'an surat Ar Ra’d ayat 41:

أَوَلَمْ يَرَوْاْ أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِـحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿٤١﴾
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah Yang Maha cepat hisab-Nya”. (QS. Ar Ra’d. 41).

Dengan demikian, saudaraku tidak perlu khawatir terhadap sikap mantan suami yang sampai saat ini masih belum menerima dan belum mengakui semuanya.

Sebagai penutup,
Dari rangkaian uraian di atas, nampak betapa indahnya Islam. Karena dengan solusi seperti ini, maka Islam telah membuka kesempatan bagi wanita sebagai bekal persiapan untuk menyelamatkan dirinya dari kekerasan suami dan penyelewengan kekuasaan suami yang tidak benar.

وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللهُ كُلًّا مِّن سَعَتِهِ وَكَانَ اللهُ وَاسِعًا حَكِيمًا ﴿١٣٠﴾
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa’. 130).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
1)  Nusyuz (meninggalkan kewajiban bersuami isteri): merupakan kesombongan istri, seperti menolak suaminya dari jima’ atau menyentuh badannya atau menolak pindah bersama suaminya atau menutupi pintu terhadap suaminya yang mau masuk atau minta cerai atau keluar dari rumah tanpa ijin dari suaminya (tentunya semuanya itu jika tanpa disertai dengan alasan yang dibenarkan agama)..
2)  Yang dimaksud dengan qadhi (قاضي) adalah seorang hakim yang membuat keputusan berdasarkan syari’at Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞