بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 01 September 2019

MENGKAJI PEMIKIRAN ORANG LIBERAL TENTANG SEPUTAR MASALAH MENUTUP AURAT BAGI WANITA (IV)



Assalamu’alaikum wr. wb.

Berikut ini kelanjutan dari artikel “Mengkaji Pemikiran Orang Liberal Tentang Seputar Masalah Menutup Aurat Bagi Wanita (III)”:

Lalu bagaimana hukum jilbab itu sendiri? Kata jilbab itu sendiri baru muncul di Indonesia pada tahun 80-an, ada yang bilang perintah Tuhan hukumnya wajib dan ada yang bilang hukumnya tidak wajib, secara singkat akan saya uraikan pendapat pribadi saya dan jika tidak sependapat tidak masalah dan tidak perlu diperdebatkan, sebab sampai kiamat juga nggak bakalan ketemu.

√ Secara jujur orang/ulama Islam tidak bisa mengklaim bahwa jilbab/kerudung kepala itu asli milik Agama Islam, sebab jauh sebelum Agama Islam itu datang, (sudah ada) agama-agama seperti Zoroaster, Shabiin, Hindu, Budha, Yahudi, Nasrani. Jadi jauh sebelum Agama Islam itu datang, agama-agama tersebut para wanitanya telah memakai kerudung. Jadi jilbab itu bukan asli milik Islam. Sebelumnya saya sudah pernah menulis panjang lebar tentang ini.

Saudaraku,
Pernyataan tersebut justru semakin menunjukkan ketidakpahaman penulis artikel di atas terhadap syari’at Islam. Yang benar adalah bahwa Islam telah mewajibkan ummatnya untuk menutup aurat. Sedangkan masalah bentuk/desain pakaian sebagai penutup aurat tersebut tidak ada ketentuan khusus dari Al Qur’an maupun Hadits. Jadi bentuk/desain pakaian sebagai penutup aurat tersebut bebas saja. Mau mengadopsi pakaian adat setempat atau membuat desain sendiri atau yang lainnya, itu tidak menjadi soal. Yang penting syarat tertutupinya aurat tersebut bisa terpenuhi dengan baik.

Pada artikel tersebut, penulis juga menyatakan bahwa “kata jilbab itu sendiri baru muncul di Indonesia pada tahun 80-an”.

Saudaraku,
Untuk kesekian kalinya, pernyataan tersebut justru semakin menunjukkan keserampangan/kecerobohan penulis dalam menyampaikan informasi dengan tanpa melihat terlebih dahulu fakta-fakta yang ada.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa terkait hal ini, kita bisa melihat penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Ahzaab pada bagian tengah ayat 59 berikut ini:

... يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَـــٰــبِيبِهِنَّ ... ﴿٥٩﴾
“... Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ...”. (QS. Al Ahzaab. 59).

Lafal jalaabiib (جَلَـــٰــبِيب) adalah bentuk jamak dari lafal jilbaab, yaitu kain yang dipakai oleh seorang wanita untuk menutupi seluruh tubuhnya. Nah, karena kata tersebut ternyata terdapat dalam Al Qur’an, tepatnya dalam surat Al Ahzaab pada bagian tengah ayat 59, maka secara logika kata jilbab itu sudah muncul di Indonesia bersamaan dengan masuknya Agama Islam di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kata jilbab itu sendiri sudah muncul di Indonesia jauh sebelum tahun 80-an.

√ Q.S. Al Ahzaab. 59 dan An Nuur. 31, coba pelajari ayat Al Qur'an tersebut beserta Asbaabun Nuzulnya dengan baik. Asbabun Nuzulnya sendiri setahu saya mayoritas tidak pernah dibahas ‘ulama’ di media. Asbabun Nuzul surat tersebut wanita memakai kerudung pada waktu itu hanya untuk membedakan diri dari Budak.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَـــٰــبِيبِهِنَّ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥٩﴾
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”. (QS. Al Ahzaab. 59).

Saudaraku,
Untuk bisa memahami ayat di atas, berikut ini kusampaikan Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):

(Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka") lafal Jalaabiib adalah bentuk jamak dari lafal Jilbaab, yaitu kain yang dipakai oleh seorang wanita untuk menutupi seluruh tubuhnya. Maksudnya hendaknya mereka mengulurkan sebagian daripada kain jilbabnya itu untuk menutupi muka mereka, jika mereka hendak keluar karena suatu keperluan, kecuali hanya bagian yang cukup untuk satu mata. (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah) lebih gampang (untuk dikenal) bahwasanya mereka adalah wanita-wanita yang merdeka (karena itu mereka tidak diganggu) maksudnya tidak ada orang yang berani mengganggunya, berbeda halnya dengan hamba sahaya wanita, mereka tidak diperintahkan untuk menutupi mukanya, sehingga orang-orang munafik selalu mengganggu mereka. (Dan adalah Allah Maha Pengampun) terhadap hal-hal yang telah lalu pada kaum wanita Mukmin yang merdeka, yaitu tidak menutupi wajah mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka jika mereka mau menutupinya.

Saudaraku,
Berdasarkan penjelasan dalam Kitab Tafsir Jalalain tersebut, memang benar bahwa penggunaan jilbab tersebut adalah agar mereka lebih mudah/lebih gampang untuk dikenal bahwasanya mereka adalah wanita-wanita yang merdeka yang mana hal ini berbeda dengan hamba sahaya wanita yang tidak diperintahkan untuk menutupi mukanya.

Namun pemakaian jilbab tersebut tidaklah semata-mata hanya untuk membedakan antara wanita merdeka dengan hamba sahaya wanita (sebagaimana tuduhan yang dilontarkan oleh penulis artikel di atas), namun juga merupakan kewajiban bagi setiap wanita merdeka sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal tulisan ini. Karena secara umum, hamba sahaya memang hanya dibebani kewajiban untuk menjalankan syari’at Islam separuh dari orang merdeka.

Sebagai contohnya, berikut ini aku kutipkan surat An Nisaa’ ayat 25, dimana didalamnya terdapat penjelasan bahwa bagi hamba sahaya yang mengerjakan perbuatan zina, maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka.

... فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَــٰـحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَـــٰتِ مِنَ الْعَذَابِ... ﴿٢٥﴾
“... dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami ...” (QS. An Nisaa’. 25).

Dengan demikian, dengan mudah dapat dipahami bahwa kesimpulan penulis artikel di atas yang menyatakan bahwa wanita memakai kerudung pada waktu itu semata-mata hanya untuk membedakan diri dari budak, adalah sama sekali tidak benar.

Tidak ada satupun ayat Al Qur'an yang menyatakan bahwa rambut perempuan itu adalah aurat dan harus ditutup dan jika tidak ditutup maka berdosa. Jujur tidak pernah ada ayat Al Qur'an yang seperti itu.

Saudaraku,
Lagi-lagi, penulis artikel tersebut telah membuat kesimpulan sesuka hatinya sendiri. Padahal telah jelas adanya ayat-ayat Al Qur’an serta beberapa Hadits yang menyatakan bahwa rambut perempuan itu adalah aurat dan harus ditutup dan jika tidak ditutup maka berdosa (sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal tulisan ini).

√ Tidak ada satupun ayat Al Qur'an dan Hadits yang mengatur batas-batas cara berpakaian wanita secara jelas dan tegas. Mohon maaf jika berbeda pendapat, tetapi coba pelajari dengan baik surah Al Ahzaab 59 dan An Nuur 31 kata perkata, dan tidak ada satupun Hadits yang Sahih yang mengatur tata cara berpakaian wanita, sedangkan Hadits yang diriwayatkan dari Aisyah tentang Asma Binti Abu Bakar itu bukanlah Hadis Shahih, adapun hadits itu adalah hadits yang sangat dha'if, tetapi tetap dipaksakan ‘ulama’ untuk menjadi dalil, sedangkan menurut Bukhari dan Muslim Hadits dha'if tidak boleh dijadikan dalil hukum.

Saudaraku,
Untuk kesekian kalinya, penulis artikel tersebut telah membuat kesimpulan sesuka hatinya sendiri. Sebagaimana telah kujelaskan sebelumnya, bahwa memang benar di dalam Al Qur'an dan Hadits, definisi/batasan aurat bagi wanita itu ada bermacam-macam. Namun hal ini bukan berarti “tidak ada satupun ayat Al Qur'an dan Hadits yang mengatur batas-batas cara berpakaian wanita secara jelas dan tegas” sebagaimana tuduhan yang dilontarkan oleh penulis artikel di atas.

Yang benar adalah bahwa menurut Al Qur'an dan Hadits, batasan aurat bagi wanita itu berbeda-beda, tergantung situasi/kondisinya (saat mengerjakan ibadah shalat, saat berada di depan suaminya, saat sendirian, saat berada di tempat umum, saat di lingkungan mahramnya, saat berada ditengah-tengah wanita muslimah, saat berada dihadapan wanita non-muslimah, dll).

√ Mayoritas ‘ulama’ klasik menyatakan perempuan memakai jilbab itu hukumnya wajib, sedangkan banyak ulama kontemporer yang jujur banyak yang menyatakan jilbab itu tidak wajib.

Kita tidak boleh taklid buta dengan ‘ulama’ klasik, kita menghormati mereka, tetapi mereka sendiri bilang bahwa jika ada pendapat mereka yang salah maka tinggalkanlah. Cobalah kita ini banyak belajar dan tidak hanya sekedar jadi pengikut saja, bacalah buku dari mereka yang berani menulis secara kritis tapi jujur.

Saudaraku,
Bagi kita, tidaklah penting untuk menilai apakah pernyataan penulis artikel di atas benar-benar didasarkan pada data yang bisa dipercaya atau hanya karangan beliau semata (sebagaimana tuduhan-tuduhan secara membabi buta dari penulis artikel tersebut yang telah banyak dibahas dalam artikel ini).

Bagi kita, cukuplah menilai pernyataan di atas dengan merujuk kepada penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 59, dimana kita diperintahkan untuk menta’ati Allah dan menta’ati Rasul-Nya serta para ‘ulama’. Kemudian jika mereka para ‘ulama’ itu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (Hadits).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَـــٰــزَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri5) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An Nisaa’. 59).

5)  Menurut Dr. Zakir Naik (seorang ahli perbandingan agama dari India), yang dimaksud dengan ulil amri (pemegang-pemegang urusan) adalah orang-orang yang berpengetahuan agama, para ‘ulama’. Sedangkan menurut Prof. HM. Roem Rowi (ahli tafsir Al Qur’an/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya; S1 Universitas Islam Madinah, S2 – S3 Universitas Al-Azhar) maknanya lebih luas. Bisa para ‘ulama’, orang tua kita, pimpinan di kantor tempat kita bekerja, pimpinan negara, dst.

Sekali lagi, jika memang benar bahwa mereka para ‘ulama’ itu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (Hadits), sebagaimana telah dijelaskan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 59 di atas.

{ Bersambung; tulisan ke-4 dari 6 tulisan }

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞