بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 03 November 2019

TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARISAN (II)


Assalamu’alaikum wr. wb.

Berikut ini kelanjutan dari artikelTentang Pembagian Harta Warisan (I)”:

5. Ahli waris yang telah meninggal

Saudaraku,
Terkait ahli waris yang telah meninggal, bisa dibedakan menjadi 2 macam:

√ Ahli waris meninggal setelah pemberi warisan meninggal

Jika ahli waris meninggal terlebih dahulu sebelum harta warisan dibagi namun ahli waris tersebut meninggal setelah pemberi warisan meninggal, maka dalam hal ini ahli waris tersebut tetap mendapatkan warisan karena walaupun pembagian warisan belum dilakukan, namun haknya atas harta benda peninggalan pewaris sudah pasti.

Hal seperti ini terjadi barangkali ada kendala tertentu sehingga pembagian warisan belum terlaksana, dan hal seperti ini wajar saja dan kasus seperti ini sering terjadi. Namun begitu sang pemberi warisan wafat, maka secara otomatis sudah jelas hak masing-masing ahli waris. Tinggal menghitung berapa hutang almarhum, piutang, wasiat, dan penetapan hak-hak lainnya atas harta almarhum.

Sehingga jika ada seorang di antara ahli waris yang kemudian wafat sebelum dilakukan pembagian warisan, haknya tidak akan hangus. Meski belum ada di tangan, namun haknya akan tetap ada dan tidak hilang.

√ Ahli waris meninggal sebelum pemberi warisan meninggal

Jika ahli waris meninggal terlebih dahulu sebelum pemberi warisan meninggal, maka hukumnya jadi terbalik. Bukan yang bersangkutan yang menerima warisan, tetapi malah justru dia yang memberikan warisan.

Dan memang dalam hukum waris, ada sebuah aturan bahwa yang memberi warisan harus meninggal terlebih dahulu dan yang menerima warisan harus masih hidup pada saat pemberi warisan meninggal.

Saudaraku,
Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa seseorang tidak bisa dikatakan sebagai “pemberi warisan” kecuali ia sudah meninggal dunia. Karena seseorang tidak bisa memberi warisan kecuali jika sudah meninggal.

Dan tidak bisa seseorang disebut “ahli waris” kecuali jika ia hidup ketika orang yang memberi warisan meninggal. Karena ahli waris itu artinya orang yang menerima warisan, bagaimana mungkin bisa menjadi ahli waris kalau ia sudah meninggal dan tidak ada? Sehingga karena tidak dapat warisan (jika sudah meninggal terlebih dahulu sebelum yang memberi warisan meninggal), maka jatahnya-pun tidak ada dan tidak bisa diwakilkan atau digantikan oleh anaknya.

Meskipun demikian jika kasus seperti ini diselesaikan di pengadilan, maka para hakim akan menggunakan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi “kitab suci” bagi seluruh Pengadilan Agama di negara kita Indonesia, dimana dalam pasal 185 dinyatakan adanya ahli waris pengganti.

Berikut ini pasal 185 KHI (yang berisi 2 ayat):
(1)   Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
(2)   Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.

Saudaraku,
Tentu saja hal seperti ini bisa menyebabkan terjadinya perselisihan. Terkait hal ini (jika hal seperti ini sampai terjadi), maka saranku adalah dengan tetap berpegang pada ketentuan pembagian warisan dalam syariat Islam. Yaitu jika yang bersangkutan sudah meninggal terlebih dahulu sebelum yang memberi warisan meninggal, maka jatahnya-pun tidak ada dan tidak bisa diwakilkan atau digantikan oleh anaknya.

Sedangkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya gejolak (karena anak-anaknya tidak mendapatkan warisan), maka solusinya mudah saja. Toh selain pembagian warisan masih ada cara-cara lain untuk bisa memberi sesuatu kepada mereka. Misalnya dengan sedekah dari para ahli waris.

6. Bagian saudara seibu

Saudaraku,
Dalam ilmu waris, saudara seibu disebut juga waladul um (anak ibu). Dia akan mendapatkan bagian harta waris dengan syarat:
   Orang yang meninggal dunia tidak memiliki far’un wârits, yaitu anak laki atau perempuan, cucu laki atau perempuan dari jalur anak laki, anaknya cucu yang dari jalur laki-laki yang berhak mendapatkan harta waris.
   Orang yang meninggal dunia tidak memiliki ayah atau kakek (ayahnya ayah) atau ayahnya kakek dan terus ke atas dari jalur ayah yang berhak mendapatkan harta waris.

Jika salah satu dari orang-orang yang disebutkan pada dua poin di atas masih ada, maka saudara seibu tidak berhak mendapatkan bagian harta waris, atau dalam istilah ilmu waris, dia mahjûb (terhalang dari harta waris).

Sedangkan saudara sebapak, mereka juga berhak mendapatkan harta waris jika:
   Orang yang meninggal dunia tidak memiliki anak laki atau cucu laki dari anak laki atau anak laki dari cucu laki dari jalur laki yang berhak mendapatkan harta waris.
   Orang yang meninggal dunia tidak memiliki ayah atau kakek atau ayah dari kakek yang semuanya dari jalur laki-laki

Jika salah satu dari orang-orang yang disebutkan pada dua poin di atas masih ada, maka saudara seayah tidak berhak mendapatkan bagian harta waris, atau mahjûb (terhalang dari harta waris).

Sedangkan mengenai besaran bagian, maka bagian saudara seibu tidak sama dengan bagian saudara sebapak. Tentang bagian saudara seibu, Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ pada bagian akhir ayat 12:

... وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَـــٰــــلَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ فَإِن كَانُواْ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ ﴿١٢﴾
“... Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari`at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”. (QS. An Nisaa’. 12).

Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, maka saudaranya suami yang seibu tersebut akan mendapat bagian 1/6 (atau 16,67%) dari harta waris (karena hanya satu orang, baik laki maupun perempuan).

7. ‘Ashabah ( اَلْعَصَبَةُ )

‘Ashabah ( اَلْعَصَبَةُ ) adalah bentuk jamak dari ‘aashib ( عَاصِبٌ ), mereka adalah keturunan laki-laki dari seseorang dan kerabatnya dari jalur ayah.

‘Ashabah sendiri adalah orang yang diberikan kepadanya sisa (tarikah) setelah para ash-haabul furudh (pemilik bagian pasti) mengambil bagian-bagiannya. Apabila tidak tersisa sedikit-pun dari mereka, maka mereka (‘ashabah) tidak mengambil bagian sedikit-pun kecuali jika yang mendapatkan ‘ashabah adalah anak laki-laki (ibn) karena sesungguhnya ia tidak terhalang dalam keadaan apa pun. ‘Ashabah juga berarti orang-orang yang berhak mendapatkan seluruh tarikah apabila tidak ada seorang-pun dari ash-haabul furudh.

Firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ pada bagian tengah ayat 176:

... وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ... ﴿١٧٦﴾
“… Dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak …”. (QS. An-Nisaa’. 176).

Dalam ayat di atas, Allah telah memberikan seluruh warisan kepada saudara laki-laki ketika ia sendirian, dan ‘ashabah yang lain diqiyaskan kepadanya.

8. Kesimpulan.

Dari seluruh harta warisan yang ditinggalkan oleh suami (harta yang menjadi milik suami saja saat suami masih hidup ditambah dengan harta gono-gini yang menjadi haknya suami semasa hidup), pembagiannya adalah sebagai berikut:
   Istri mendapat 1/4 (atau 25%) dari harta warisan karena suami tidak punya anak.
   Satu orang saudara wanita (yang seibu) mendapat bagian 1/6 (atau 16,67%) dari harta warisan.
   Sisanya sebesar:
= 1 – (1/4 + 1/6)
= 1 – (6/24 + 4/24)
= 1 – 10/24
= 14/24 bagian (atau 58,33%) dari harta warisan tersebut menjadi hak saudaranya suami yang seibu-seayah.

Selanjutnya dari saudaranya suami yang seibu-seayah tersebut, jika semuanya masih hidup ketika suami meninggal, maka masing-masing akan mendapatkan pembagian sebagai berikut:
   Satu orang saudara laki-laki mendapat bagian warisan sebesar 2/5 dari 58,33% = 23,33% dari harta warisan.
   Setiap satu orang saudara wanita mendapat bagian warisan masing-masing sebesar 1/5 dari 58,33% = 11,67% dari harta warisan.

Sedangkan apabila salah seorang dari saudaranya suami yang seibu-seayah sudah meninggal terlebih dahulu ketika suami meninggal, maka yang bersangkutan tidak mendapatkan hak waris (warisan hanya dibagikan kepada tiga sisanya yang masih hidup) dengan pembagian sebagai berikut:
   Satu orang saudara laki-laki mendapat bagian warisan sebesar 2/4 dari 58,33% = 29,17% dari harta warisan.
   Setiap satu orang saudara wanita mendapat bagian warisan masing-masing sebesar 1/4 dari 58,33% = 14,58% dari harta warisan.

... وَإِن كَانُوا إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ... ﴿١٧٦﴾
“… Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan…”. (QS. An-Nisaa’. 176).

Sebagai penutup, berikut ini kusampaikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 13 – 14, agar kita berhati-hati terhadap hukum-hukum/ketentuan-ketentuan dari Allah Ta’ala:

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّــــٰتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَــٰــرُ خَــٰــلِدِينَ فِيهَا وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٣﴾ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَــٰــلِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿١٤﴾
(13) (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (14) Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An Nisaa’. 13 – 14).

Demikian yang bisa kusampaikan, mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
                            
Semoga bermanfaat.

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

NB.
Bagaimanapun sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada 'alim/'ulama’ di sekitar saudaraku tinggal, semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan/jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para 'ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞