بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Jumat, 01 November 2019

TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARISAN (I)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang saudara dari Kediri telah bertanya tentang pembagian harta waris pada seorang isteri yang ditinggal wafat suaminya, dimana sang suami sudah tidak mempunyai orang tua (kedua orang tuanya sudah wafat) serta tidak mempunyai anak, dan mempunyai 1 saudara wanita seibu serta 4 saudara seibu-seayah yang terdiri dari 3 wanita (yang 1 sudah wafat) dan 1 orang laki-laki. Keterangan lainnya, suami semasa hidupnya bekerja sebagai karyawan Pemda, sedangkan isteri bekerja sebagai guru salah satu SMA Negeri di Kediri.

Tanggapan

Terimakasih atas kepercayaan yang telah diberikan untuk membahas pertanyaan tersebut. Semoga aku bisa menjaga kepercayaan ini. Amin, ya rabbal ‘alamin.

1. Pengertian harta warisan

Saudaraku,
Yang dimaksud dengan harta warisan (harta pusaka) adalah harta yang ditinggalkan oleh orang yang wafat secara mutlak. Artinya hanya harta yang secara mutlak dimiliki oleh orang yang wafat saja yang dibagikan sebagai harta warisan atau harta pusaka.

Berikut ini kusampaikan beberapa ayat yang mendasarinya, yang menisbatkan harta dengan orang yang wafat:

... فَإِن كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ ... ﴿١١﴾
“... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, ...” (QS. An Nisaa’. 11).

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... ﴿١٢﴾
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. ...” (QS. An Nisaa’. 12).

2. Status harta dalam sebuah keluarga


Saudaraku,
Dalam Islam, status harta dalam sebuah keluarga mempunyai tiga kemungkinan:

Harta milik suami saja
Yaitu harta yang dimiliki oleh suami tanpa ada sedikit-pun kepemilikan istri pada harta itu. Misalnya harta suami sebelum menikah, atau harta yang dihibahkan orang lain kepada suami secara khusus, atau harta yang diwariskan kepada suami, dan sebagainya.

Harta milik istri saja
Yaitu harta yang dimiliki oleh istri saja tanpa ada sedikit-pun kepemilikan suami pada harta itu. Misalnya harta milik istri sebelum menikah, atau mahar suami kepada istrinya, atau harta hasil kerja yang diperoleh dari istri tanpa harus mengganggu kewajibannya sebagai istri, atau harta yang dihibahkan orang lain khusus untuknya, atau harta yang diwariskan kepada istri, dan sebagainya.

Harta milik bersama
Yaitu harta yang dimiliki oleh suami-istri secara bersama-sama. Misalnya harta yang dihibahkan seseorang kepada suami istri, atau harta benda semisal rumah, tanah, atau lainnya yang dibeli dari uang mereka berdua, atau harta yang mereka peroleh setelah menikah dan suami serta istri sama-sama bekerja yang menghasilkan pendapatan dan sebagainya. Jenis harta yang ketiga inilah yang kemudian diistilahkan dengan harta gono-gini.

3. Hukum syar’i tentang harta gono-gini


Saudaraku,
Syariat Islam tidak membagi harta gono-gini ini dengan bagian masing-masing secara pasti (artinya tidak ada dalil khusus baik dari Al Qur’an maupun Hadits yang menjelaskan pembagian harta gono-gini secara pasti), misalnya istri 50% dan suami 50%.

Tidak ada dalil khusus baik dari Al Qur’an maupun Hadits yang menjelaskan pembagian harta gono-gini secara pasti, artinya tidak ada nash yang mewajibkan pembagian sama rata antara suami - isteri. Meskipun demikian, pembagiannya bisa ditinjau dari beberapa kemungkinan berikut ini:

Jika diketahui secara pasti perhitungan harta suami dan istri
Yaitu hasil kerja suami diketahui secara pasti dikurangi nafkah untuk keluarganya, demikian juga hasil kerja istri diketahui dengan pasti. Maka perhitungan harta gono-gininya sangat jelas, yaitu sesuai dengan perhitungan tersebut.

Jika tidak diketahui dengan pasti perhitungan harta suami istri
Bagi suami istri yang sama-sama bekerja atau saling bekerja sama dalam membangun ekonomi keluarga dan kebutuhan keluarga-pun ditanggung berdua dari hasil kerja mereka. Dalam kondisi seperti ini, berapa bagian dari harta suami dan berapa bagian dari harta istri menjadi tidak jelas. Kondisi seperti ini banyak terjadi dalam keluarga di negeri kita Indonesia.

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam Islam tidak ada aturan secara khusus bagaimana membagi harta gono-gini, khususnya jika perhitungan harta suami istri tidak diketahui dengan pasti. Dalam hal ini, Islam hanya memberikan rambu-rambu secara umum dalam menyelesaikan masalah bersama, yaitu berdasarkan kesepakatan antara suami dan istri.

Kesepakatan ini dalam Al Qur’an serta Al Hadits disebut dengan istilah “ash-shulhu ( الصُّلْحُ )yaitu perjanjian untuk melakukan perdamaian antara kedua belah pihak (suami istri) setelah mereka berselisih. Dengan kata lain, ash-shulh adalah kesepakatan antara suami istri berdasarkan musyawarah atas dasar saling ridha.

Allah SWT. berfirman dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 128:

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ... ﴿١٢٨﴾
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) ...”. (QS.  An Nisaa’. 128).

Saudaraku,
Ayat di atas menerangkan tentang perdamaian yang diambil oleh suami istri setelah mereka berselisih. Biasanya di dalam perdamaian ini ada yang harus merelakan hak-haknya. Pada ayat di atas, istri merelakan hak-haknya kepada suami demi kerukunan antar keduanya.

Hal ini diperkuat dengan penjelasan hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ زَادَ أَحْمَدُ إِلَّا صُلْحًا أَحَلَّ حَرَامًا أَوْ حَرَّمَ حَلَالًا وَزَادَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ وَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ. (رواه ابو داود)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perdamaian antara kaum muslim dibolehkan, kecuali perdamaian yang menghalalkan perkara yang haram dan perdamaian yang mengharamkan perkara yang halal”. (HR. Abu Daud).

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. (رواه الترمذى)
Hasan bin Ali Al Khallal menceritakan kepada kami, Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami. Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf Al Muzani menceritakan kepada kami dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perdamaian antara kaum muslimin adalah boleh, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Kaum muslimin harus melaksanakan syarat yang mereka tetapkan. kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”. (HR. At-Tirmidzi).

Saudaraku,
Para ulama telah membagi ash-shulh (perdamaian) menjadi beberapa macam:
   perdamaian antara muslim dan kafir,
   perdamaian antara suami dan istri,
   perdamaian antara kelompok yang bughat (dzalim) dan kelompok yang adil,
   perdamaian antara dua orang yang mengadukan permasalahan kepada hakim,
   perdamaian dalam masalah tindak pelukaan seperti pemberian maaf untuk sanksi harta yang mestinya diberikan, dan
   perdamaian untuk memberikan sejumlah harta milik bersama dan hak-hak.

Dengan demikian, jika suami istri berpisah dan hendak membagi harta gono-gini di antara mereka, maka dapat ditempuh jalan perdamaian (ash-shulh). Sebab, salah satu jenis perdamaian adalah perdamaian antara suami istri, atau perdamaian tatkala ada persengketaan mengenai harta bersama.

Memang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang diterapkan dalam Peradilan Agama, harta gono-gini antar suami-istri dibagi sama rata, yaitu masing-masing mendapat 50%. Dalam pasal 97 KHI disebutkan: “Janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

Namun ketentuan dalam KHI ini bukanlah suatu putusan hukum yang mutlak. Artinya jika suami istri sepakat membagi harta dengan persentase tertentu, maka kesepakatan dan keridhaan mereka didahulukan.

4. Bagian isteri

Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dari semua harta yang ada saat suami meninggal, maka yang dapat dibagi sebagai harta warisan/harta pusaka hanyalah harta yang secara mutlak milik suami saat suami masih hidup, diantaranya: harta suami sebelum menikah, harta yang dihibahkan orang lain kepada suami secara khusus, harta yang diwariskan kepada suami, dan sebagainya.

Sedangkan harta yang dimiliki oleh istri saja tanpa ada sedikit-pun kepemilikan suami pada harta itu seperti harta milik istri sebelum menikah, atau mahar suami kepada istrinya, atau harta hasil kerja yang diperoleh dari istri tanpa mengganggu kewajibannya sebagai istri, atau harta yang dihibahkan orang lain khusus untuknya, atau harta yang diwariskan kepada istri dan sebagainya, maka harta yang seperti ini akan tetap menjadi hak isteri saat suami meninggal (artinya tidak termasuk harta warisan sehingga para ahli waris lainnya sama sekali tidak berhak atas harta jenis ini).

Adapun terkait harta gono-gini, jika diketahui secara pasti perhitungan harta suami dan istri yaitu hasil kerja suami diketahui secara pasti dikurangi nafkah untuk keluarganya, demikian juga hasil kerja istri diketahui dengan pasti. Maka perhitungan harta gono-gininya sangat jelas, yaitu sesuai dengan perhitungan tersebut. Dalam hal seperti ini, maka hanya harta gono-gini yang menjadi bagian suami saja yang dibagi kepada para ahli waris. Sedangkan harta gono-gini yang menjadi bagian dari harta istri tetap menjadi hak isteri saat suami meninggal (artinya tidak termasuk harta warisan sehingga para ahli waris lainnya sama sekali tidak berhak atasnya).

Sedangkan jika harta gono-gini tersebut tidak diketahui dengan pasti perhitungan/persentase harta suami dan istri karena suami istri yang sama-sama bekerja atau saling bekerja sama dalam membangun ekonomi keluarga dan kebutuhan keluarga-pun ditanggung berdua dari hasil kerja mereka, maka untuk menentukan berapa persen bagian harta isteri dan harta suami bisa didasarkan pada kesepakatan (musyawarah atas dasar saling ridha) yang telah dibuat oleh suami-isteri saat keduanya masih hidup.

Misalnya berdasarkan musyawarah antara suami istri (semasa keduanya masih hidup), suami mendapat 30% dan istri 70% (boleh pula pembagian dengan nisbah/prosentase yang lain). Maka dalam hal ini hanya 30% saja dari harta gono-gini yang bisa dibagi kepada para ahli waris. Sedangkan sisanya yang 70% tetap menjadi hak isteri saat suami meninggal (tidak termasuk harta warisan) sehingga para ahli waris lainnya sama sekali tidak berhak atasnya.

Sedangkan apabila semasa keduanya (suami-isteri) masih hidup tidak terjadi/tidak dibuat kesepakatan (musyawarah atas dasar saling ridha) terkait harta gono-gini, maka dalam hal ini bisa memakai KHI (Kompilasi Hukum Islam), dimana harta gono-gini antar suami-istri dibagi sama rata, yaitu masing-masing mendapat 50%. Jika hal ini yang terjadi, maka hanya 50% saja dari harta gono-gini yang bisa dibagi kepada para ahli waris. Sedangkan yang 50% sisanya tetap menjadi hak isteri saat suami meninggal/tidak termasuk harta warisan sehingga para ahli waris lainnya sama sekali tidak berhak atasnya.

Selanjutnya dari seluruh harta warisan yang ditinggalkan oleh suami (harta yang secara mutlak milik suami saat suami masih hidup ditambah dengan harta gono-gini yang menjadi haknya suami semasa hidup), pembagiannya adalah sebagai berikut:
   Istri mendapat 1/4 dari harta warisan tersebut karena suami tidak punya anak. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 12.
   Sisanya sebesar 3/4 dari harta warisan tersebut menjadi hak saudaranya suami.

... وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... ﴿١٢﴾
“... Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. ...”. (QS. An Nisaa’. 12).

{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan }



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞