Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat
(teman sekolah di SMPN 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut:
Mohon maaf Pak Imron, saya
mau minta nasehat & pencerahan, bisa ‘nggak? Begini Pak Imron, tahun 2013 saya memutuskan mengundurkan diri dari
perusahaan yang lama dan pindah ke perusahaan dekat rumah dengan maksud mau
hijrah. Saya mulai mengaji dan menjalankan kewajiban saya sebagai seorang muslim.
Tahun 2014 mulai banyak cobaan yang saya terima. Pengajian
yang awalnya murni karena Allah SWT, berubah menjadi ajang mencari dukungan untuk
pilpres. Terjadilah perpecahan diantara jama’ah. Karena tidak mau terbawa
arus, saya memutuskan keluar dari pengajian tersebut, padahal saya sudah mulai
lancar membaca Al Qur'an.
Saat ini saya belum ikut pengajian lagi karena sampai
saat ini pengajian tersebut masih melakukan hal-hal yang menurut saya kurang
berkenan dan menimbulkan perpecahan diantara warga perumahan. Alhamdulillah tanggal
7 Juni kemarin, saya mendapatkan amanah seorang anak laki-laki yang membuat saya
berfikir untuk hijrah untuk yang kedua-kalinya. Bagaimana menurut Pak Imron? Apa yang harus saya lakukan? Mohon nasehat dan jalan
keluarnya.
Walaupun sudah nggak ikut pengajian, tapi saya tetap
menjalankan perintah agama, tidak seperti sebelum tahun 2013. Saya ingin meningkatkan
kualitas
ibadah saya. Kelahiran anak ke-2 dan melihat acara Hafiz
Indonesia, (telah)
memotivasi saya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Tanggapan
Sebelumnya aku ucapkan selamat nggih, atas
kelahiran putra keduanya. Semoga menjadi anak yang sholih. Amin, ya rabbal
'alamin.
Keutamaan Menuntut Ilmu
Saudaraku,
Ketahuilah betapa mulianya majelis ilmu itu dalam Agama
Islam, sehingga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita (bahwa majelis ilmu
itu) sebagai taman-taman surga. Oleh karena itu ketika kita melewati majelis
ilmu, maka bersegeralah untuk bergabung di dalamnya
dengan senang hati dan janganlah
sekali-kali kita meninggalkannya.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ
بْنِ عَبْدِ الْوَارِثِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
ثَابِتٍ الْبُنَانِيُّ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ
الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ. (رواه الترمذى)
Abdul Warits bin Abdushamad bin
Abdul Warits menceritakan kepada kami dan ia berkata: Ayahku menceritakan
kepadaku dan ia berkata: Muhammad bin Tsabit Al Bunani menceritakan kepada
kami, ayahku menceritakan kepadaku, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, "Apabila kalian melewati taman surga maka makan
minumlah (maka singgahlah dengan senang hati)" Para sahabat bertanya, "Apakah taman surga itu?"
Rasulullah menjawab, "Perkumpulan
yang diadakan untuk dzikir (halaqah dzikir atau halaqah ilmu)”. (HR.
At-Tirmidzi). Halaqah = perkumpulan/kelompok/lingkaran orang-orang yang duduk.
Bahkan seharusnya kita tidak mesti menunggu hingga ada
kesempatan untuk melewati taman-taman surga tersebut baru kita bergabung/singgah dengan senang hati. Jika kebetulan kita tidak sedang melewati taman-taman surga tersebut atau
di hadapan kita tidak sedang dihamparkan majelis ilmu, maka kita harus
aktif/pergi mencari tempat-tempat dimana majelis ilmu itu berada
untuk selanjutnya segera bergabung di dalamnya. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan
kepada kita bahwa barangsiapa
yang melintasi sebuah jalan (pergi) untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkannya jalan menuju surga.
Perhatikan penjelasan hadits berikut ini:
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan, katanya: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
...
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ
طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ. (رواه مسلم)
“... Dan barangsiapa
yang melintasi sebuah jalan (pergi) untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkannya jalan menuju surga”. (HR. Muslim).
Bahkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah
memberitahukan kepada kita bahwa jika kita berkumpul dalam majelis ilmu
untuk membaca dan mempelajari Kitab-Nya, maka Allah juga akan menurunkan
ketenteraman kepada kita, rahmat-Nya akan meliputi kita, para malaikat yang
mulia akan mengelilingi kita, dan Allah akan menyanjung kita di tengah para
malaikat yang berada di sisi-Nya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَااجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّانَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْـمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَ هُمُ
اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَبِهِ عَمَلُهُ، لَـمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.
(رواه مسلم)
“Barangsiapa yang melapangkan
satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu
kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang
kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan
akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi
(aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba
tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa yang meniti suatu jalan
untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah
suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca
Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun
atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah
menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa
yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.” (HR. Muslim).
Saudaraku,
Tiada yang lebih indah dari raihan seorang yang beriman
selain daripada mendapatkan kefahaman
yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah. Karena bagi siapa saja yang
Allah jadikan dirinya mengerti/paham tentang Al Qur'an dan As Sunnah (yang
artinya paham tentang agama), hal itu menunjukkan betapa Allah teramat sayang
kepada dirinya karena Allah telah menghendaki kebaikan bagi dirinya.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ
وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا
أُوْلُواْ الأَلْبَـــٰبِ ﴿٢٦٩﴾
“Allah menganugerahkan al
hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang
Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia
benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al
Baqarah. 269).
Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhu meriwayatkan, katanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْـرًا يُـفَـقِـهْهُ فِي
الدِّيْنِ. (رواه البخارى و مسلم)
“Barang siapa yang dikehendaki
kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti tentang agamanya (Allah akan memberikan kepadanya pemahaman tentang
agama)”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Saudaraku,
Orang yang dikaruniai ilmu Al Qur’an dan As Sunnah, dapat
dipastikan bahwa yang bersangkutan adalah orang yang dengan senang hati mendatangi
majelis-majelis ilmu untuk mempelajari ilmu Al Qur’an dan As Sunnah serta
mengajarkannya.
عَنْ
عُثْمَانَ بنِ عَفَّان رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ
وَعَلَّمَهُ. (رواه مسلم)
Dari sahabat Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
" Sebaik-baik kamu ialah orang yang mau mempelajari Al Qur'an dan mau
mengajarkannya". (HR. Muslim).
Rintangan Dalam Menuntut Ilmu
Saudaraku,
Ketahuilah pula bahwa
menuntut ilmu itu adalah jalan menuju surga!
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan, katanya: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
...
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ
طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ، ... (رواه مسلم)
“... Dan barangsiapa
yang melintasi sebuah jalan (pergi) untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkannya jalan menuju surga, ...”. (HR. Muslim).
Sedangkan surga itu dikelilingi
oleh banyak rintangan.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu
bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
حُفَّتِ
الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ (رواه
مسلم)
“Surga itu diliputi
perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi
perkara-perkara yang disukai syahwat”. (HR. Muslim)
Nah, karena menuntut ilmu adalah
jalan menuju surga dan surga itu dikelilingi oleh banyak rintangan, hal ini
berarti bahwa menuntut ilmu itu juga dikelilingi oleh berbagai rintangan,
sehingga banyak hal di dalamnya yang dibenci oleh jiwa yang tidak taat.
Dan karena ilmu merupakan wasilah
menuju surga dan Iblis telah berjanji untuk memotong semua jalan menuju surga,
maka tentu saja, jalan ilmu adalah sebuah jalan dimana Iblis menempatkan tipu
muslihatnya untuk mengalihkan seorang penuntut ilmu dari tujuannya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا
مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ
عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
يَعْنِي رِيحَهَا. (رواه ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa mempelajari ilmu yang seharusnya mencari ridha Allah, tapi dia
tidak mencarinya melainkan untuk memperoleh kemewahan dunia, maka dia tidak
akan menemukan aroma surga pada hari Kiamat”. (HR. Ibnu Majah).
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ
لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ
لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ.
(رواه ابن ماجه)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa
mencari ilmu untuk menghina orang-orang yang bodoh atau menyombongkan diri
kepada para ulama, atau untuk mengambil muka di depan manusia, maka (tempatnya)
di dalam neraka”. (HR.
Ibnu Majah).
Saudaraku mengatakan: “Saat ini saya belum ikut pengajian
lagi karena sampai saat ini pengajian tersebut masih melakukan hal-hal yang
menurut saya kurang berkenan dan menimbulkan perpecahan diantara warga
perumahan”.
Jangan pernah
berputus-asa dari rahmat Allah, wahai
saudaraku.
... لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ ... ﴿٥٣﴾
”...,
janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. ...”.
(QS. Az Zumar. 53).
Dan bertakwalah kepada Allah. Karena
sesungguhnya Allah akan memberi jalan keluar bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa
dari arah yang tiada disangka-sangka.
... وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾
”...
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan ke luar”. (QS. Ath Thalaaq. 2).
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ
اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ﴿٣﴾
”Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 3).
Jika memang benar bahwa pengajian tersebut masih
melakukan hal-hal yang kurang berkenan dan menimbulkan perpecahan diantara
warga perumahan, tentunya sudah menjadi tugas kita untuk meluruskannya. Karena
dalam Agama Islam, berpecah-belah dan membuat kelompok-kelompok sendiri,
hukumnya adalah haram.
Kita harus lebih
mengedepankan persatuan umat, sehingga kita tidak sampai terpecah belah
karenanya. Karena jika kita sampai terpecah belah, maka yang akan mereguk
keuntungan adalah musuh-musuh Islam. Na’udzubillahi mindzalika!
وَالَّذينَ
كَفَرُواْ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي
الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ ﴿٧٣﴾
“Adapun orang-orang yang
kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu
(hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu*,
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (QS. Al
Anfaal. 73).
*) Yang dimaksud dengan apa
yang telah diperintahkan Allah itu; adalah keharusan adanya persaudaraan yang
teguh antara kaum muslimin.
Jika saudaraku
mempunyai kekuasaan untuk meluruskannya, hendaknya saudaraku luruskan/saudaraku
ubah dengan kekuasaan yang ada ditangan saudaraku. Namun jika tidak mampu
dengan tangan/kekuasaan, maka dengan
lisan saudaraku.
Artinya jika saudaraku mempunyai bekal ilmu yang cukup, sebaiknya
saudaraku ajak untuk berdiskusi dengan menyertakan hujjah
(keterangan, alasan, bukti, atau argumentasi) yang kuat disertai
dengan dalil-dalil yang mendasarinya, dengan harapan semoga mereka
bisa kembali ke jalan yang lurus, yaitu dengan lebih
mengedepankan persatuan umat, sehingga tidak sampai terpecah belah karenanya.
Namun jika
dengan lisanpun kita
tidak mampu, maka dengan
hati kita. Artinya jika saudaraku tidak mempunyai bekal ilmu yang cukup, setidaknya
hati saudaraku tidak setuju dengan apa yang terjadi dalam pengajian
tersebut.
Dari Abu Sa’id Al Khudry
radhiyallahu ’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang
siapa di
antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya.
Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan
lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Sedangkan jika posisi saudaraku cukup lemah sehingga
dikhawatirkan saudaraku malah bisa terbawa arus, tentunya tidak mengapa jika
saudaraku memutuskan keluar dari pengajian tersebut.
Saudaraku,
Perhatikanlah
kisah perjalanan dakwah Rasulullah. Disaat-saat awal kenabiannya, Rasulullah
melaksanakan dakwahnya dengan sembunyi-sembunyi (secara rahasia) karena saat
itu jumlah umat Islam masih sedikit. Hingga ketika jumlah umat Islam semakin
bertambah banyak, Rasulullah melaksanakan dakwahnya secara terang-terangan.
فَاصْدَعْ بِمَا
تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ ﴿٩٤﴾
”Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. (QS. Al Hijr. 94).
Selanjutnya
dalam perkembangan dakwahnya, ternyata Rasulullah SAW. beserta kaum muslimin
menemui banyak rintangan. Pada awalnya, mereka berusaha menghentikan dakwah
Rasulullah dengan cara ”halus”. Mereka mencoba menawarkan tiga hal (harta, tahta dan
wanita) kepada Rasulullah agar berhenti mendakwahkan Islam.
Setelah
cara “halus” tak berhasil, mereka mulai menebar teror dengan siksaan terhadap
Rasulullah dan kaum muslimin. Dan ketika siksaan dari kaum Quraisy telah sampai
pada titik puncak yang tak bisa ditanggung lagi oleh kaum muslimin, akhirnya
Rasulullah (beserta kaum muslimin) hijrah ke Madinah.
Saudaraku,
Kita bisa
mengambil pelajaran dari kisah perjalanan dakwah Rasulullah tersebut. Ketika
rintangan yang dihadapi masih dalam batas-batas tertentu, Rasulullah tetap
berupaya semaksimal mungkin untuk menyampaikan dakwahnya di kalangan penduduk
Makkah. Namun ketika rintangan/siksaan dari kaum Quraisy telah sampai pada
titik puncak yang tak bisa ditanggung lagi oleh kaum muslimin, akhirnya
Rasulullah (beserta kaum muslimin) hijrah ke Madinah.
Demikian
pula dengan apa yang saudaraku alami. Ketika rintangan yang saudaraku hadapi
masih dalam batas-batas tertentu, maka tetaplah berupaya semaksimal mungkin
untuk mengingatkan saudara-saudara kita dalam pengajian tersebut
segera kembali ke dalam jalan-Nya yang lurus, yaitu dengan lebih
mengedepankan persatuan umat, sehingga tidak sampai terpecah belah karenanya.
Namun jika
posisi saudaraku cukup lemah sehingga dikhawatirkan saudaraku malah bisa
terbawa arus, tentunya tidak mengapa jika saudaraku memutuskan untuk keluar
dari pengajian tersebut.
Solusi
Jika memang benar bahwa saudaraku memutuskan untuk keluar
dari pengajian tersebut, maka saudaraku tidak
perlu merasa bimbang akan kelanjutan masa-masa setelahnya/setelah saudaraku meninggalkannya. Karena sesungguhnya Allah akan memberi
jalan keluar bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa dari arah yang tiada
disangka-sangka.
... وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾
”...
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan ke luar”. (QS. Ath Thalaaq. 2).
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ
اللهَ بَــــٰـلِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
﴿٣﴾
”Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 3).
Maka jangan pernah berputus asa wahai saudaraku, karena menuntut ilmu adalah jalan menuju surga, sedangkan surga itu dikelilingi
oleh banyak rintangan (sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian awal tulisan
ini). Saudaraku, do'aku menyertai perjuanganmu.
Saudaraku,
Teruslah berusaha untuk tetap belajar/menuntut ilmu
agama, karena menuntut ilmu agama itu adalah fardhu bagi setiap muslim. Demikian penjelasan
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah berikut ini:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى
كُلِّ مُسْلِمٍ. (رواه ابن ماجه)
Dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Mencari ilmu adalah fardhu bagi setiap orang Islam”. (HR. Ibnu Majah).
Sedangkan jika saudaraku sampai berputus asa dalam
menghadapi berbagai rintangan tersebut sehingga saudaraku tidak pernah lagi
bergabung dalam majelis ilmu, maka itu artinya saudaraku telah memperturutkan langkah-langkah syaitan. Padahal syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi kita semua. (Na’udzubillahi
mindzalika).
... وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“...,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah. 208).
Apakah saudaraku harus hijrah untuk kedua-kalinya?
Saudaraku,
Jika masih
memungkinkan, sebaiknya saudaraku segera mencari informasi tentang keberadaan
majelis-majelis ilmu terdekat dari tempat tinggal saudaraku saat ini. Carilah tempat-tempat dimana majelis
ilmu itu berada, untuk selanjutnya segera bergabung di dalamnya. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan
kepada kita bahwa barangsiapa
yang melintasi sebuah jalan (pergi) untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkannya jalan menuju surga.
Perhatikan penjelasan hadits berikut ini:
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan, katanya: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
...
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ
طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ. (رواه مسلم)
“... Dan barangsiapa
yang melintasi sebuah jalan (pergi) untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkannya jalan menuju surga”. (HR. Muslim).
Tak
mengapa jika lokasinya lebih jauh dari sebelumnya, selama masih bisa dijangkau.
Karena para ‘ulama’ terdahulu tetap bersemangat mencari ilmu walaupun
harus melakukan perjalanan jauh.
Abu Ad Darda radhiallahu’ahu
mengatakan: “Seandainya saya mendapatkan satu ayat dari Al Qur’an yang tidak aku
pahami dan tidak ada seorangpun yang bisa mengajarkannya kecuali orang yang berada
di Barkul Ghamad (yang jaraknya 5 malam perjalanan dari Mekkah), niscaya aku
akan menjumpainya”. Sa’id bin Al Musayyab juga mengatakan: “Saya terbiasa
melakukan rihlah berhari-hari untuk mendapatkan satu hadits”. (Al Bidayah Wan
Nihayah, Ibnu Katsir, 9/100).
Kecuali
jika majelis ilmu itu lokasinya terlalu jauh sehingga bisa menyulitkan
saudaraku untuk secara rutin mendatanginya/bergabung di dalamnya, tentunya
keputusan untuk hijrah yang kedua-kalinya, bisa dipertimbangkan.
Do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللّٰهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي
وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي وَزِدْنِي عِلْمًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَأَعُوذُ بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ.
(رواه ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa: “Ya Allah, berikanlah kemanfaatan atas apa yang telah Engkau
ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat untuk diriku,
tambahkanlah kepadaku ilmu. Dan segala puji bagi Allah atas semua keadaan, aku
pun berlindung kepada Allah dari siksa api neraka”. (HR. Ibnu Majah).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ مِنْ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ وَمِنْ
قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ. (رواه ابن
ماجه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, dia berkata, termasuk do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu: “Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat,
doa yang tidak didengar, hati yang tidak khusyu dan nafsu yang tidak pernah
kenyang”. (HR.
Ibnu Majah).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.