Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (staf
pengajar/dosen fakultas ekonomi sebuah perguruan tinggi negeri di Sumatera) telah
menyampaikan pesan di sebuah grup WhatsApp sebagai berikut: “Mohon maaf jika saya
slow respon
jika panjenengan WA, saya benar-benar drop. Ada hal yang membuat saya down, Pak
Imron. Ada
fitnah kejam tentang saya. Semoga saya kuat”.
Saudaraku yang dicintai Allah,
Menghadapi cobaan yang sangat berat ini, mohonlah kepada
Allah agar saudaraku diberi kekuatan sehingga saudaraku benar-benar dapat ridha
dengan apa yang telah Allah berikan kepada saudaraku.
وَلَوْ أَنَّهُمْ
رَضُوْاْ مَا ءَاتَـــٰـهُمُ اللهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللهُ سَيُؤْتِينَا اللهُ مِن
فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللهِ رَاغِبُونَ ﴿٥٩﴾
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang
diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah
bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan
demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap
kepada Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS.
At Taubah. 59).
Lebih dari itu, sadarkah saudaraku, bahwa sesungguhnya
saudaraku termasuk orang-orang pilihan yang dipilih langsung oleh Allah SWT.
karena saudaraku dipandang mampu untuk mendapatkan cobaan seperti ini? Karena seandainya
hal ini ditimpakan kepada orang lain, belum tentu mereka bisa tabah dan sabar
dalam menghadapinya.
Sudahkah saudaraku
menyadarinya? Dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan berupaya untuk
bisa tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan ini dan tetap berbaik sangka
kepada-Nya? Bukankah saudaraku termasuk orang-orang pilihan yang dipilih
langsung oleh Allah karena saudaraku dipandang mampu untuk mendapatkan cobaan
seperti ini? Bukankah Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya?
لَا يُكَلِّفُ
اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا...
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ...” (QS. Al Baqarah ayat
286).
Terlebih lagi jika hal ini kita
kaitkan dengan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits
berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ. (رواه البخارى)
“Barangsiapa yang Allah
kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR.
Al Bukhari).
Disamping itu semua, tahukah
saudaraku bahwa seseorang itu akan diberi cobaan oleh Allah SWT. sesuai dengan
keadaan agamanya. Jika agamanya kuat, Allah SWT. akan berikan kepadanya cobaan
yang berat. Sedangkan jika agamanya masih lemah, ia juga akan diuji sesuai
dengan agamanya. Dengan demikian jika pada saat ini saudaraku ditimpa cobaan
yang teramat berat, hal ini sekaligus juga menunjukkan betapa kuatnya agama
saudaraku.
وَأَيُّ
النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ
فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ
صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ
عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ
يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling keras dikenai cobaan?” Jawab beliau, “Para nabi, lantas yang
semisal, dan yang semisal. Seseorang akan tertimpa cobaan sesuai dengan keadaan
agamanya. Jika agamanya kuat, cobaan itu pun keras. Jika agamanya masih lemah,
ia akan diuji sesuai dengan agamanya. Tiadalah cobaan itu senantiasa menimpa
seorang hamba sampai ia meninggalkan si hamba berjalan di muka bumi tanpa ada
dosa padanya.” (HR. At-Tirmidzi, hadits dari Mush’ab bin Sa’d, dari ayahnya).
Berbahagialah engkau wahai
saudaraku, karena dalam hal ini bukan aku yang menilai, namun yang menilai
adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (baca kembali hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di atas).
Sedangkan segala yang
disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (termasuk dalam hal
ini), tidak lain adalah wahyu semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam berkata-kata tidaklah mengikuti hawa nafsunya, melainkan dibimbing oleh
wahyu yang diturunkan kepada Beliau.
قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ
الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ ﴿٤٥﴾
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya
memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang
yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan" (QS. Al
Anbiyaa’. 45).
Oleh karena itu dalam situasi/kondisi bagaimanapun,
tetaplah istiqomah untuk senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Tak mungkin
Allah bermaksud buruk kepada hamba-hamba-Nya.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, beliau
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا
يَمُوتُ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ. (رواه مسلم)
“Janganlah
salah seorang di antara kalian meninggal melainkan dia dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah”. (HR. Muslim).
Sedangkan terkait fitnah yang saat ini sedang menimpa
saudaraku, maka menghadapi keadaan yang
demikian sulit ini, seharusnya saudaraku
tidak perlu panik. Kita juga
tidak perlu larut dalam kesusahan, kesedihan maupun kegelisahan. Kembalikan
semua urusan ini hanya kepada-Nya, supaya jiwa kita menjadi tenang.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي
إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾
“Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”. (QS. Al
Fajr. 27 – 28).
Lebih
dari itu, seharusnya hal itu juga tidak memberikan pengaruh apapun
kepada kita. Bukankah seluruh hidup kita, hanya kita persembahkan untuk-Nya?
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّٰهِ رَبِّ الْعَـــٰــلَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾
“Katakanlah:
"Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam”, (QS. Al An’aam. 162). “tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)". (QS. Al An’aam. 163).
Saudaraku,
Tiada
artinya pujian dari orang lain, jika pada saat yang sama ternyata kita mendapat
murka dari-Nya karena kita telah keluar dari jalan-Nya yang lurus, namun kita
telah memakai “topeng”, sehingga seolah-olah dihadapan orang lain kita terlihat
sebagai orang-orang yang terpuji.
Sebaliknya;
biarpun orang-orang telah menghina kita, memalingkan mukanya dari kita, mencela
kita, meninggalkan kita, dst. (sebagai dampak dari pencemaran nama baik
tersebut, misalnya), namun jika pada saat yang sama justru kita bisa menggapai
ridho-Nya karena kita telah berjalan sesuai dengan jalan-Nya yang lurus, maka
seharusnya kita tidak perlu pusing dengan sikap mereka itu!
Jika
kita mampu untuk memaafkan mereka, maafkanlah. Semoga kelapangan dada kita
dalam menghadapi keadaan yang demikian sulit ini, dapat dilihat
oleh Allah sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan kita kepada-Nya. Amin!
Namun jika kita tidak mampu untuk memaafkan mereka, maka kembalikan
semua urusan ini hanya kepada-Nya. Yakinlah, bahwa Allah akan memberikan
keputusan terbaik diantara kita. Karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana.
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا
وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿٥﴾
"Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan
ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana". (QS. Al Mumtahanah. 5). Amin, ya
rabbal ‘alamin!
Meskipun demikian, sebagai
manusia biasa, ada baiknya jika saudaraku juga
berupaya untuk memberikan penjelasan tentang duduk permasalahan yang sebenarnya
kepada khalayak, sebagai upaya untuk meredam fitnah tersebut atau minimal agar
tidak timbul fitnah yang lebih besar lagi.
Tanggapan beliau: “Alhamdulillah. Matur
nuwun tausiyahnya*, Pak
Imron”.
Demikian dialog ini. Mohon
maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan
ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Tausiyah merupakan istilah lain dari dakwah bi al-lisan, yaitu dakwah
yang dilakukan melalui lisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar