Assalamu’alaikum
wr. wb.
Seorang akhwat (teman alumni
SMAN 1 Blitar/staf pengajar/guru sebuah SMA Negeri di Surabaya) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai
berikut: “Aku tanya, ya. Apa benar HR ini? Aku dikirimi temanku”.
Puasa 1-9 H.
السلام عليكم
ورحمة الله وبركا ته.... معاشرالاخوان والمسلمين رحمكمﷲ.
Sebelumnya mohon izin untuk menyampaikan fadhilah 10 hari
pertama mulai tanggal 1 s/d 10 Dzulhijjah 1439 H.
Alhamdulillah.
Semoga kita semuanya selalu mendapat rahmat Allah SWT. Sekedar mengingatkan
bahwa besok hari Senin tanggal 13 Agustus 2018 bertepatan tanggal 1 Dzulhijjah
1439 H.
Pahala dan Keutamaan 10 hari Pertama Bulan Dzulhijjah.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.
bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
√ Hari 1 bulan
Dzulhijah
Adalah hari di mana Allah SWT mengampuni dosanya Nabi
Adam AS. Barang siapa berpuasa pada hari tersebut, Allah SWT akan mengampuni
segala dosanya.
√ Hari 2 bulan
Dzulhijah
Adalah hari di mana Allaah SWT mengabulkan doa Nabi
Yunus AS dengan mengeluarkannya dari perut ikan. Barang siapa berpuasa pada
hari itu seolah olah telah beribadah selama satu tahun penuh tanpa berbuat
maksiat sekejap pun.
√ Hari 3 bulan
Dzulhijah
Adalah hari di mana Allah SWT mengabulkan doa Nabi
Zakaria. Barang siapa berpuasa pada hari itu, maka Allaah SWT akan mengabulkan
segala do’anya.
√ Hari 4 bulan
Dzulhijah
Adalah hari di mana Nabi Isa AS dilahirkan. Barang
siapa berpuasa pada hari itu akan terhindar dari kesengsaraan dan kemiskinan.
√ Hari 5 bulan
Dzulhijah
Adalah hari di mana Nabi Musa AS dilahirkan, barang
siapa berpuasa pada hari itu akan bebas dari kemunafikan dan adzab kubur.
√ Hari 6 bulan
Dzulhijah
Adalah hari dimana Allah SWT membuka pintu kebajikan
untuk Nabi-Nya, barang siapa berpuasa pada hari itu akan dipandang oleh Allah SWT
dengan penuh Rahmat dan tidak akan diadzab.
√ Hari 7 bulan
Dzulhijjah
Adalah hari ditutupnya pintu jahannam dan tidak akan
dibuka sebelum hari kesepuluh lewat. Barang siapa berpuasa pada hari itu Allah SWT
akan menutup tiga puluh pintu kemelaratan dan kesukaran serta akan membuka
tigapuluh pintu kesenangan dan kemudahan.
√ Hari 8 adalah
hari Tarwiyah.
Barang siapa berpuasa pada hari itu akan memperoleh
pahala yang tidak diketahui besarnya kecuali oleh Allah SWT.
√ Hari 9 adalah
hari Arafah.
Barang siapa berpuasa pada hari itu puasanya menjadi
tebusan dosanya setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
√ Hari 10 adalah
hari Raya Iedul Qurban. Barang siapa menyembelih Qurban, maka pada tetesan
pertama darah Qurban diampunkan dosa dosanya dan dosa anak-anak dan istrinya. (HR.
Ibnu Abbas).
Tanggapan.
Saudaraku,
Jika benar tertulis HR. Ibnu Abbas, maka ketahuilah
bahwa meskipun penulisan hadits sudah dimulai semenjak masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun pada masa itu masih belum dibukukan. Bahkan pada zaman
sahabat radhiyallahu
‘anhum penulisan hadits masih dalam bentuk suhuf atau lembaran
lembaran.
Sedangkan sejarah pembukuan hadits diawali pada saat Umar
Bin Abdul Aziz dipercaya menjadi khalifah pada 10
Safar tahun 99 H. Hal ini berangkat dari kegalauan beliau karena selama
ini hadits banyak dihafal oleh orang-orang yang punya hafalan kuat, sedangkan
kebutuhan masyarakat luas untuk mengetahui hadits sudah tidak bisa dimungkiri.
Karenanya, Umar Bin Abdul Aziz merasa bahwa pembukuan hadits perlu dilakukan.
Pada periode awal ditengarai tidak ada pemisahan hadits,
yakni mencampur-adukan hadits shahih dengan hadits hasan dan hadits dha’if.
Segala hadits yang mereka terima dibukukan dengan tidak menerangkan
keshahihanya atau kehasananya atau kedho’ifanya. Selanjutnya pada abad ke 3 H
sudah mulai dibedakan secara rapi antara hadits shahih, hadits hasan, dan hadits
dhaif.
Penyaringan terhadap hadits-hadits yang sahih, maudlu
atau dhaif diselenggarakan dengan sempurna oleh Imam Al-Bukhari. Sampai saat
ini, hadits-hadits yang disusun Al Bukhari dikenal dengan hadits shahih Bukhari
yang menjadi kitab kumpulan hadits yang banyak digunakan sebagai rujukan dalam
setiap penelitian Islam.
Sesudah Shahih Bukhari dan shahih Muslim, banyak Imam
lain bermunculan mengikuti jejak Bukhari dan Muslim, diantaranya adalah Abu
Dawud, Al-Tirmizdi, An-Nasa’i, dan Ibn Majah, yang kemudian dikenal dengan nama
Al-Kutub Al-Sittah. Mereka semua itu telah mengumpulkan hadits dengan
berpegang pada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri dengan menemui para
penghafalnya yang tersebar di penjuru negara Arab, Persi dan lain-lain.
Saudaraku,
Berikut
ini contoh sebuah hadits yang aku kutibkan langsung dari Kitab Shahih Sunan
Tirmidzi, yaitu hadits no. 1882 tentang
keringanan
minum sambil berdiri:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ الْأَحْوَلُ
وَمُغِيرَةُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرِبَ مِنْ زَمْزَمَ وَهُوَ قَائِمٌ.
(رواه الترمذى)
Ahmad bin Mani' menceritakan kepada kami, Husyaim
menceritakan kepada kami, Ashim bin Al Ahwal dan Mughirah menceritakan kepada
kami dan mereka berkata, dari Asy-Sya'bi, dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah minum air zamzam sambil berdiri. (HR. At-Tirmidzi, no. 1882).
Dalam
hadits tersebut, Imam Tirmidzi adalah perawi hadits, yaitu orang yang menerima
hadits kemudian megumpulkanya dalam suatu kitab (yaitu Kitab Shahih Sunan
Tirmidzi). Sedangkan nama-nama dari Ahmad bin Mani'
hingga Ibnu Abbas
merupakan silsilah atau rangkaian /susunan orang-orang yang menyampaikan hadits,
atau dikenal dengan istilah “sanad hadits”. Dalam hal ini, Imam Tirmidzi
menerima hadits tersebut dari Ahmad bin Mani'
dan seterusnya hingga Ibnu Abbas. Sedangkan Ibnu Abbas adalah orang yang
menerima hadits tersebut langsung dari Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam (Ibnu Abbas adalah orang yang melihat langsung
perbuatan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam yang pernah minum air zamzam sambil berdiri). Adapun materi
atau lafazh hadits, yaitu: “Sesungguhnya
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah minum air zamzam sambil berdiri”, dikenal dengan istilah: matan
hadits.
Kesimpulan.
Dari
uraian di atas, jika hadits kiriman teman saudaraku di atas memang benar tertulis HR. Ibnu Abbas, maka kesahihan hadits kiriman teman
saudaraku di atas jelas diragukan/tidak bisa dibuktikan, karena Ibnu Abbas adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, sedangkan pada masa sahabat, penulisan hadits masih dalam
bentuk suhuf atau lembaran lembaran. Pembukuan
hadits dengan penyaringan terhadap hadits-hadits yang sahih, maudlu
atau dhaif baru diselenggarakan dengan sempurna pada abad ke 3 H.
Demikian yang
bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena
keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar