Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah berikut ini:
أَكْثَرُهُمْ
لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا, أُولَئِكَ
أَكْيَاسٌ. (رواه ابن ماجه)
“Orang
yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan
setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah)
Saudaraku,
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak
mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Hal ini
menunjukkan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang jangkauan pemikirannya adalah
jangka panjang, bahkan sampai menembus ke alam akhirat.
Maka kebalikan dari penjelasan di atas adalah, bahwa
orang yang hanya berpikir jangka pendek saja adalah orang yang bodoh. Perhatikan
beberapa contoh berikut ini:
ü Orang yang menjadi karyawan melalui KKN pada BUMN/BUMD maupun PNS pada
lembaga-lembaga milik negara yang lain (seperti lembaga pendidikan negeri,
lembaga kepolisian, dll) adalah orang yang bodoh.
ü Orang yang mencuri harta (yang
menjadi hak) orang lain adalah orang yang bodoh.
ü Orang yang obral janji palsu demi mendapatkan jabatan politik tertentu
(anggota legislatif, kepala daerah, kepala negara, dll) adalah orang yang bodoh.
ü Orang yang tidak mau membayar hutang
adalah orang yang bodoh.
ü Orang yang merenggut segala sesuatu yang
menjadi hak orang lain adalah orang yang bodoh.
ü Dan seterusnya.
Mengapa demikian? Mengapa mereka yang disebut di atas
adalah orang-orang yang bodoh? Mari kita bahas dengan lebih terperinci.
ü Orang yang menjadi karyawan melalui KKN pada BUMN/BUMD maupun PNS pada
lembaga-lembaga milik negara yang lain adalah orang yang bodoh.
Saudaraku,
Perekrutan karyawan BUMN/BUMD maupun PNS pada
lembaga-lembaga milik negara yang lain berdasarkan KKN (korupsi, kolusi dan
nepotisme) hanya akan melahirkan karyawan/PNS/polisi/tentara yang kurang cakap,
karena:
♦ Korupsi, berarti lebih memilih karyawan baru berdasarkan suap/sogokan
(risywah) yang diberikan, bukan berdasarkan kemampuannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan risywah (suap) adalah pemberian yang bertujuan untuk membatalkan yang benar/untuk
memenangkan yang salah atau pemberian yang bertujuan untuk mencari keberpihakan
yang tidak dibenarkan. Dari Abdullah
bin Amr, beliau berkata:
لَعَنَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ. (رواه
الترمذى)
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi wasallam melaknat orang yang menyogok dan menerima sogok. (HR. At-Tirmidzi).
♦ Kolusi, berarti melakukan perekrutan karyawan secara diam-diam
(rahasia) untuk maksud tidak terpuji dan/atau persekongkolan sehingga hanya
orang-orang tertentu saja yang mengetahui adanya info tentang perekrutan
karyawan baru/masyarakat luas tidak bisa mengakses informasi tersebut, sehingga
putra-putri terbaik bangsa ini tidak bisa ikut bersaing dalam perekrutan karyawan
baru tersebut.
♦ Nepotisme, berarti dalam perekrutan karyawan baru lebih memilih kerabat
sendiri atau teman akrab berdasarkan hubungannya, bukan berdasarkan
kemampuannya.
Saudaraku,
Karena perekrutan karyawan BUMN/BUMD maupun PNS pada
berbagai lembaga milik negara yang berdasarkan KKN akan melahirkan karyawan/PNS
yang kurang cakap, maka seseorang yang menjadi karyawan BUMN/BUMD maupun PNS
via KKN, sudah pasti dia telah merampas hak orang lain yang lebih cakap dari
dirinya/yang lebih berhak untuk menempati posisinya yang sekarang. Disamping
itu, dia juga telah merampas hak masyarakat secara umum untuk mendapatkan yang
terbaik dari BUMN/BUMD maupun dari lembaga-lembaga milik negara yang lainnya. Jelas,
ini adalah kejahatan yang besar!
Jika sudah demikian, maka semua penghasilan yang diperolehnya
sebagai karyawan BUMN/BUMD/PNS juga menjadi haram karena sebenarnya dia tidak
berhak atasnya. Karena penghasilan yang diperolehnya tersebut sebenarnya
adalah hak orang lain yang lebih cakap dari dirinya (yang lebih berhak untuk
menempati posisinya yang sekarang).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ
امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ. (رواه ابو داود)
“Tidak halal harta seorang
muslim kecuali dengan kerelaan dari dirinya.” (HR. Abu Dawud).
Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 188, Allah SWT. telah berfirman:
وَلَا تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا
إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٨﴾
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 188).
Dan karena penghasilan yang diperolehnya sebagai karyawan
BUMN/BUMD maupun PNS tersebut sebenarnya adalah hak orang lain (yang lebih
cakap dari dirinya), maka dia harus mengembalikan seluruh penghasilannya kepada
yang berhak. Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika
masih hidup di dunia ini, maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus
mengembalikannya, karena pada hakekatnya dia tetap tidak pernah berhak untuk
memilikinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ عِنْدَهُ
لِأَخِيْهِ مَظْلَمَةٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ
دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا. إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْ
حَسَناَتِهِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٍ أُخِذَ
مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ. (رواه
البخارى)
“Siapa yang memiliki kezaliman
terhadap saudaranya, hendaklah ia meminta kehalalan saudaranya tersebut pada
hari ini, sebelum datang suatu hari saat tidak berlaku lagi dinar dan tidak
pula dirham. Jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai
dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang
dizaliminya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan, akan diambil kejelekan
saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.” (HR. al-Bukhari)
Lebih dari itu, semua ibadah yang dibiayai dari gajinya
sebagai PNS/pegawai BUMN/BUMD juga akan ditolak oleh Allah (karena ibadah
tersebut dibiayai dengan uang haram). Ditolak oleh Allah, artinya dia tidak
akan memperoleh apapun dari ibadah yang telah diupayakannya.
Mengapa demikian?
Karena Allah adalah Maha Baik dan Dia tidak mau
menerima, kecuali yang baik saja. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا ... (رواه مسلم)
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah ta’ala
adalah Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik, ...” (HR. Muslim).
Dari uraian di atas, nampaklah betapa berbagai kesulitan
yang tiada tara kelak di alam akhirat nanti, pasti akan dialami oleh
orang yang menjadi karyawan pada BUMN/BUMD maupun PNS pada berbagai lembaga
milik negara via (melalui) KKN.
Saudaraku,
Hanya orang-orang yang bodohlah yang hanya berpikir
jangka pendek, yaitu orang yang hanya berpikir untuk mendapatkan kesenangan
yang sedikit selama masa hidupnya yang teramat singkat di dunia ini, tanpa
mau melihat jauh ke depan hingga menembus ke alam akhirat.
قَالَ إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَّوْ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
﴿١١٤﴾
”Allah berfirman: "Kamu
tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya
mengetahui". (QS. Al Mu’minuun. 114).
Sekali lagi, hanya orang-orang yang bodohlah yang hanya
berpikir jangka pendek, yaitu orang yang hanya berpikir untuk mendapatkan kesenangan
yang sedikit selama masa hidupnya yang teramat singkat di dunia ini, tanpa
mau melihat apa yang akan terjadi jauh ke depan hingga menembus ke alam
akhirat.
Saudaraku,
Benar bahwa menjadi karyawan pada BUMN/BUMD/PNS via KKN
itu secara kasat mata akan mendatangkan keuntungan duniawi yang sangat
menggiurkan, karena seseorang bisa mendapatkan pekerjaan tersebut dengan mudah
tanpa perlu bersaing
dengan pelamar lain secara fair. Namun berbagai kesulitan yang tiada tara
telah siap menantinya di alam akhirat kelak.
Tak bisa dibayangkan kesulitan yang tiada tara kelak
di alam akhirat nanti, karena ini adalah kejahatan yang besar. Padahal azab yang paling ringan pada hari akhir nanti ialah seorang lelaki yang
diletakkan pada tapak kakinya dua biji batu dari neraka, kemudian otaknya
mendidih karena sebab panasnya. Na’udzubillahi mindzalika!
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ
النَّهْدِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَهْوَنُ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا أَبُو طَالِبٍ وَهُوَ
مُنْتَعِلٌ بِنَعْلَيْنِ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ.
(رواه مسلم)
2.304/312. Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Affan
telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada
kami Tsabit dari Abu Utsman an-Nahdi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Penduduk neraka yang siksanya paling
ringan adalah Abu Thalib, dia memakai sandal dengan dua sandal yang mana
otaknya mendidih karena panas keduanya”. (HR. Muslim).
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ
لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَقَ يَقُولُ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ
بَشِيرٍ يَخْطُبُ وَهُوَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتَانِ يَغْلِي مِنْهُمَا
دِمَاغُهُ. (رواه مسلم)
2.305/313. Dan telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna dan Ibnu Basysyar dan lafazh tersebut
milik Ibnu al-Mutsanna, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dia berkata, aku
mendengar Abu Ishaq berkata, aku mendengar an-Nu'man bin Basyir berkhutbah, dia
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya
orang yang paling ringan azabnya pada Hari Kiamat ialah seorang lelaki yang
diletakkan pada tapak kakinya dua biji batu dari Neraka, kemudian otaknya
mendidih karena sebab panasnya keduanya”. (HR. Muslim).
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ
عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ
عَذَابًا مَنْ لَهُ نَعْلَانِ وَشِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغْلِي مِنْهُمَا
دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِ الْمِرْجَلُ مَا يَرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ مِنْهُ
عَذَابًا وَإِنَّهُ لَأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا.
(رواه مسلم)
2.306/314. Dan telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abu Usamah
dari al-A'masy dari Abu Ishaq dari an-Nu'man bin Basyir dia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya penduduk neraka yang
paling ringan siksanya adalah orang yang memiliki dua sandal dan dua tali
sandal dari api neraka, dimana otaknya akan mendidih karena panasnya sandal
tersebut sebagaimana kuali mendidih. Orang tersebut merasa
bahwa tidak ada seorang-pun
yang siksanya lebih pedih daripadanya, padahal siksanya adalah yang paling
ringan di antara mereka”. (HR.
Muslim).
ü Orang yang mencuri harta yang
menjadi hak orang lain adalah orang yang bodoh.
Saudaraku,
Benar bahwa mencuri harta yang
menjadi hak orang lain itu secara kasat mata akan mendatangkan keuntungan
duniawi yang sangat menyilaukan, karena seseorang bisa mendapatkan harta tersebut dengan mudah tanpa perlu bekerja keras dan mengumpulkannya sedikit
demi sedikit secara fair.
Namun tahukah anda bahwa ketika seseorang telah merampas harta yang
menjadi hak orang lain, maka pada hakekatnya orang tersebut hanyalah ”meminjamnya” saja? Dan
dia harus tetap mengembalikannya kepada yang berhak?
Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih
hidup di dunia ini, maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus
mengembalikannya. Jika ia memiliki amal saleh, maka akan
diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang telah diperbuatnya
lalu diserahkan kepada orang yang dizaliminya. Sedangkan apabila
pahala kebaikannya tidak mencukupi untuk menebus dosa-dosa kejahatan yang telah
dilakukannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang dizaliminya itu dan
dibebankan kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka. Maka jadilah dia orang
yang bangkrut dengan sebenar-benarnya. Na’udzubillahi
mindzalika.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا
الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: اَلْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا
دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ
يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ
شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا،
وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ،
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ
خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ. (رواه مسلم)
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Para sahabat menjawab,
‘Setahu kami orang yang bangkrut itu adalah orang yang tak punya harta benda.’
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, ‘Sesungguhnya
orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat
dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, namun dia juga membawa catatan
dosa; mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, membunuh si ini,
dan memukul si ini. Akhirnya, pahala kebaikan yang dimilikinya diberikan kepada
masing-masing orang yang dijahatinya itu (sebagai balasannya). Manakala pahala
kebaikannya itu tidak mencukupi untuk menebus dosa kejahatan yang dilakukannya,
diambillah dosa-dosa orang yang dijahatinya itu dan ditimpakan kepadanya, lalu
dia dilempar ke dalam neraka.” (HR. Muslim).
Saudaraku,
Jelas sekali, bahwa hanya orang-orang yang bodohlah yang
hanya berpikir jangka pendek, yaitu orang yang hanya berpikir untuk mendapatkan
kesenangan yang sedikit selama masa hidupnya yang
teramat singkat di dunia ini, tanpa mau melihat apa yang akan terjadi jauh ke depan
hingga menembus ke alam akhirat.
ü Orang yang obral janji palsu demi mendapatkan jabatan politik tertentu
(anggota legislatif, kepala daerah, kepala negara, dll) adalah orang yang bodoh.
Saudaraku,
Benar bahwa dengan menebar janji-janji manis akan membuat
masyarakat terpesona dan berharap banyak kepada calon anggota legislatif/calon
kepala daerah/calon kepala negara sehingga hal ini dapat mendorong masyarakat
untuk memilihnya menjadi anggota legislatif/kepala daerah/kepala negara.
Namun hal ini akan menjadi bumerang*) manakala
janji-janji manis tersebut ternyata hanyalah janji-janji palsu yang ditebar
demi memuluskan tujuannya untuk menjadi anggota legislatif/untuk menjadi kepala
daerah/untuk menjadi kepala negara dengan mudah.
Karena setiap janji itu pasti akan dimintai pertanggungan jawabnya kelak, sebagaimana firman-Nya
dalam Al Qur’an surat Al Maa-idah pada bagian awal ayat 1 serta dalam
surat Al Israa’ pada bagian akhir ayat 34 berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ ... ﴿١﴾
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu...” (QS. Al Maa-idah. 1).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
olehmu perjanjian itu) baik perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan
Allah maupun dengan sesama manusia. ...”.
... وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْــــئُولًا ﴿٣٤﴾
“... dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al Israa’. 34).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(... dan penuhilah janji) jika kalian
berjanji kepada Allah atau kepada manusia (sesungguhnya janji itu pasti akan
diminta pertanggungjawaban)nya”.
Jika mereka para anggota legislatif/kepala daerah/kepala
negara tersebut tidak bersedia memenuhi janji-janjinya ketika masih
hidup di dunia ini, maka pasti akan Allah paksa untuk memenuhinya di alam
akhirat nanti.
Jika mereka
para anggota legislatif/kepala daerah/kepala negara tersebut memiliki
amal saleh, maka akan diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar
kezaliman yang telah diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang
dizaliminya. Sedangkan apabila pahala kebaikannya tidak mencukupi untuk menebus dosa-dosa
kejahatan yang telah dilakukannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang
dizaliminya itu dan dibebankan kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka.
Maka jadilah dia orang yang bangkrut dengan sebenar-benarnya. Na’udzubillahi mindzalika.
Sehingga dengan mudah dapat disimpulkan, bahwa hanya
orang-orang yang bodohlah yang hanya berpikir jangka pendek, yaitu orang yang
hanya berpikir untuk mendapatkan dengan mudah jabatan politik tertentu dengan
cara menebar janji-janji palsu, tanpa mau melihat apa yang akan terjadi jauh ke
depan hingga menembus ke alam akhirat.
ü Orang yang tidak mau membayar hutang
adalah orang yang bodoh.
Saudaraku,
Benar bahwa tidak membayar
hutang akan mendatangkan keuntungan duniawi yang sangat menyilaukan,
karena seseorang bisa mendapatkan apa yang dipinjamnya dengan mudah tanpa harus
bersusah payah mengembalikannya.
Namun ketahuilah bahwa jika seseorang tidak
bersedia untuk mengembalikan hutangnya ketika masih hidup di dunia ini, maka kelak di
akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya. Perhatikan
penjelasan hadits berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alahi
wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ
دَيْنٌ، فَلَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، وَلٰكِنَّهَا الْـحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ. (رواه أحمد)
“Barangsiapa
meninggal dunia sedangkan ia masih memiliki tanggungan hutang, sedang di
sana tidak ada dinar dan tidak juga dirham, akan tetapi yang ada hanya kebaikan
dan kejelekan”. (HR.
Ahmad dari Ibnu ‘Umar r.a.)
Saudaraku,
Ketahuilah pula bahwa jika seseorang tidak
bersedia untuk mengembalikan hutangnya ketika masih hidup di dunia ini, maka hal itu akan terus
membebaninya setelah meninggal dunia nantinya. Perhatikan penjelasan hadits
berikut ini:
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
نَفْسُ الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ
بِدَيْنِهِ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa
seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab hutangnya sampai hutang dilunasi”. (HR. Ahmad, Imam at-Tirmidzi, Imam ad-Darimi, Imam Ibnu
Mâjah).
Hadits di atas menunjukkan bahwa
seseorang akan tetap disibukkan dengan hutangnya
walaupun ia telah meninggal dunia. Hadits di atas
juga
menganjurkan agar seseorang
melunasi hutangnya sebelum meninggal
dunia. Dan hadits
di atas
juga menunjukkan bahwa hutang
adalah tanggung jawab yang
sangat berat.
Saudaraku,
Selain hadits di atas yang menunjukkan bahwa hutang
adalah tanggung jawab yang sangat berat, hadits berikut ini juga menjelaskan
betapa beratnya tanggung-jawab terhadap hutang tersebut sehingga orang yang
mati syahid-pun tidak akan diampuni dosanya jika dosa tersebut terkait dengan
hutang.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُغْفَرُ لِلشَّهِيْدِ
كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ. (رواه مسلم)
“Orang
yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali hutang”. (HR. Muslim).
Terlebih lagi jika yang bersangkutan memang tidak ada
niat untuk membayar hutangnya, maka dia benar-benar akan bertemu Allah sebagai seorang
pencuri. (Na’udzubillahi mindzalika).
Dari Shuhaib bin al-Khair radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَـا رَجُلٍ تَدَيَّنَ
دَيْنًا وَهُوَ مُـجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللّٰـهَ سَارِقًا.
(رواه ابن ماجه)
“Siapa
saja yang berhutang,
sedang ia berniat tidak melunasi hutangnya
maka ia akan bertemu Allah
sebagai seorang pencuri”. (HR. Ibnu Mâjah).
Saudaraku,
Dengan melihat uraian di atas, maka dengan mudah dapat
disimpulkan bahwa hanya orang-orang yang bodohlah yang hanya berpikir jangka
pendek, yaitu orang yang hanya berpikir untuk mendapatkan apa yang dipinjamnya
dengan mudah tanpa berniat untuk mengembalikan pinjamannya, tanpa mau melihat
apa yang akan terjadi jauh ke depan hingga menembus ke alam akhirat.
Demikian seterusnya, hal seperti ini juga
berlaku untuk perkara yang serupa. Oleh karena itu, takutlah akan azab
hari kiamat jika mendurhakai Allah SWT.
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿١٥﴾
Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari
yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku". (QS. Al An’aam.
15).
Saudaraku,
Demikianlah faktanya, bahwa ternyata begitu
banyak orang-orang yang bodoh dengan kebodohan yang sangat keterlaluan hingga mereka tidak
menyadari akan kebodohannya sendiri. Bahkan tidak jarang diantara mereka
orang-orang bodoh itu yang justru merasa dirinya sebagai orang yang pandai. Na’udzubillahi mindzalika.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُواْ كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُواْ أَنُؤْمِنُ
كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَـــٰـكِن لَّا يَعْلَمُونَ ﴿١٣﴾
Apabila dikatakan kepada
mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman",
mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh
itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang
bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al Baqarah. 13).
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan surat Al Baqarah pada bagian akhir ayat 13 di
atas:
... أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ
وَلَـــٰـكِن لَّا يَعْلَمُونَ ﴿١٣﴾
“... Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh,
tetapi mereka tidak tahu”. (QS. Al Baqarah. 13).
Tafsir Ibnu Katsir:
Kemudian Allah membantah semua yang mereka tuduhkan itu melalui
firman selanjutnya: “Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang
bodoh”. (Al-Baqarah: 13). Allah SWT. membalikkan tuduhan mereka,
sesungguhnya yang bodoh itu hanyalah mereka sendiri. Pada firman selanjutnya
disebutkan: “Tetapi mereka tidak tahu”. (Al-Baqarah: 13). Dengan kata
lain, kebodohan mereka sangat keterlaluan hingga tidak menyadari kebodohannya
sendiri, bahwa sebenarnya keadaan mereka dalam kesesatan dan kebodohan.
Ungkapan ini lebih kuat untuk menggambarkan kebutaan mereka dan kejauhan mereka
dari hidayah.
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Bumerang berarti perkataan
(perbuatan, ulah, peraturan, dan sebagainya) yang dapat merugikan atau
mencelakakan diri sendiri.