بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Sabtu, 01 Agustus 2020

TENTANG MASALAH PEMBAGIAN HARTA WARISAN


Assalamu’alaikum wr. wb.

Salah seorang jama’ah Kuliah Subuh di Kota Blitar telah menyampaikan pertanyaan sebagai beikut: “Pak Imron, bagaimana dengan harta warisan yang saya tinggalkan? Anak saya 3 orang laki-laki semua, yang muslim hanya 1 orang, yaitu anak mbarep (anak yang pertama). Terimakasih ya Pak, salam untuk Bu Imron”.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa dalam Agama Islam, ahli waris lain agama, misalnya yang meninggal dunia adalah orang Yahudi (atau beragama lain/selain Agama Islam) sedangkan ahli warisnya beragama Islam, maka ahli waris yang muslim tersebut tidak boleh mewarisi hartanya. Demikian pula sebaliknya, yaitu ketika yang meninggal adalah seorang muslim sedangkan ahli warisnya beragama lain (non-muslim), maka ahli waris yang non-muslim tersebut juga tidak boleh mewarisi hartanya.

Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadits berikut ini:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سَعْدَانُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حَفْصَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ قَالَ زَمَنَ الْفَتْحِ يَا رَسُولَ اللهِ أَيْنَ تَنْزِلُ غَدًا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَلْ تَرَكَ لَنَا عَقِيلٌ مِنْ مَنْزِلٍ ثُمَّ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُؤْمِنُ الْكَافِرَ وَلَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُؤْمِنَ قِيلَ لِلزُّهْرِيِّ وَمَنْ وَرِثَ أَبَا طَالِبٍ قَالَ وَرِثَهُ عَقِيلٌ وَطَالِبٌ قَالَ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَيْنَ تَنْزِلُ غَدًا فِي حَجَّتِهِ وَلَمْ يَقُلْ يُونُسُ حَجَّتِهِ وَلَا زَمَنَ الْفَتْحِ. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Abdurrahman Telah menceritakan kepada kami Sa'dan bin Yahya Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Hafsah dari Azzuhri dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid, katanya; "Sekarang telah tiba penaklukan ya Rasulullah, dimana engkau singgah esok?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Apakah Aqil meninggalkan persinggahan untuk kita? Lantas beliau sabdakan "Seorang mukmin tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang mukmin." Ditanyakan kepada Az Zuhri; Lantas siapa yang mewarisi Abu Thalib? Nabi menjawab: "Yang mewarisinya 'Aqil dan Thalib." Kata Ma'mar dari Az Zuhri dengan redaksi; 'Dimana engkau singgah esok – maksudnya ketika hajinya – sedang Yunus tidak mengatakan lafadz "Dalam hajinya" tidak pula ada redaksi "Jaman penaklukan Makkah." (HR. Bukhari, no. 3946).

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ. (رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim, dan ini adalah lafadz Yahya, Yahya berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang dua mengatakan; telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Uyainah dari Az Zuhri dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang Muslim tidak boleh mewarisi dari orang kafir dan orang kafir tidak dapat mewarisi dari orang Muslim." (HR. Muslim, no. 3027).

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari Ali bin Husain dari 'Amr bin Utsman dari Usamah bin Zaid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim." (HR. Abu Daud, no. 2521).

Saudaraku,
Berdasarkan beberapa hadits di atas, diperoleh penjelasan bahwa orang muslim itu tidak boleh mewarisi orang non-muslim. Demikian pula sebaliknya, orang non-muslim itu juga tidak boleh mewarisi orang muslim.

Karena pada saat ini saudaraku sudah tidak mempunyai orang tua serta suami (kedua orang tua serta suami sudah wafat), sedangkan saudaraku mempunyai 3 orang anak laki-laki yang terdiri dari 1 orang anak yang muslim (anak mbarep/anak yang pertama) dan 2 orang anak yang beragama lain, jika suatu saat nanti saudaraku dipanggil Allah SWT., maka yang berhak mewarisi harta yang saudaraku tinggalkan hanyalah anak pertama yang muslim. Artinya, jika suatu saat nanti saudaraku dipanggil Allah, maka semua harta yang saudaraku tinggalkan akan diwarisi oleh anak pertama yang muslim (semua harta yang saudaraku tinggalkan, akan menjadi milik anak pertama yang muslim). Sedangkan kedua anak lainnya yang non-muslim, tidak berhak sama sekali atas harta yang saudaraku tinggalkan.

Kedua orang anak lainnya yang masih beragama lain, mereka tidak mendapatkan harta waris karena antara saudaraku dengan kedua anak tersebut putus hubungan secara syar’i. Terkait hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman kepada Nabi Nuh AS terkait anaknya yang kafir, dengan firman-Nya dalam Al Qur’an berikut ini:

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ... ﴿٤٦﴾
Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik …”. (QS. Huud. 46).

Berikut ini surat Huud ayat 45 – 46 selengkapnya:

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ  الْحَاكِمِينَ ﴿٤٥﴾ قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَـــٰهِلِينَ ﴿٤٦﴾
(45) Dan Nuh berseru (memohon) kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”. (46) Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu (menasehatimu) supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang bodoh (yang tidak berpengetahuan)”. (QS. Huud. 45-46).

Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan, bahwa karena pada saat ini saudaraku sudah tidak mempunyai orang tua serta suami (karena kedua orang tua serta suami sudah wafat), sedangkan saudaraku mempunyai 3 orang anak laki-laki yang terdiri dari 1 orang anak yang muslim (anak mbarep/anak yang pertama) dan 2 orang anak yang beragama lain, jika suatu saat nanti saudaraku dipanggil Allah, maka yang berhak mewarisi harta yang saudaraku tinggalkan hanyalah anak pertama yang muslim. Artinya, jika suatu saat nanti saudaraku dipanggil Allah, maka semua harta yang saudaraku tinggalkan akan diwarisi oleh anak pertama saja yang muslim (semua harta yang saudaraku tinggalkan, akan menjadi milik anak pertama yang muslim). Dalam kasus ini, anak pertama yang muslim tersebut menjadi ‘ashabah.

Saudaraku,
‘Ashabah ( اَلْعَصَبَةُ ) adalah orang yang diberikan kepadanya sisa (tarikah) setelah para ash-haabul furudh (pemilik bagian pasti) mengambil bagian-bagiannya. Apabila tidak tersisa sedikit-pun dari mereka, maka mereka (‘ashabah) tidak mengambil bagian sedikit-pun kecuali jika yang mendapatkan ‘ashabah adalah anak laki-laki (ibn) karena sesungguhnya ia tidak terhalang dalam keadaan apa pun. ‘Ashabah juga berarti orang-orang yang berhak mendapatkan seluruh tarikah apabila tidak ada seorang-pun dari ash-haabul furudh.

Nah, karena tidak ada ahli waris lain selain anak pertama yang muslim tersebut, maka dialah yang akan mewarisi seluruh harta yang akan saudaraku tinggalkan pada saat saudaraku dipanggil Allah suatu saat nanti. Perhatikan firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ pada bagian tengah ayat 176 berikut ini:

... وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ... ﴿١٧٦﴾
“… Dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak …”. (QS. An-Nisaa’. 176).

Saudaraku,
Dalam ayat di atas, Allah telah memberikan seluruh warisan kepada saudara laki-laki ketika ia sendirian, dan ‘ashabah yang lain diqiyaskan kepadanya.

Kecuali jika kedua anak yang lain yang saat ini masih non-muslim, kemudian masuk Islam sebelum saudaraku dipanggil Allah, maka kedua anak tersebut juga berhak untuk mendapatkan warisan dari harta yang saudaraku tinggalkan dengan ketentuan: dibagi sama rata dengan semua anak yang sudah masuk Islam sebelum saudaraku dipanggil Allah (karena anak saudaraku semuanya laki-laki).

يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلَـــٰـدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ... ﴿١١﴾
“Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; ...”. (QS. An Nisaa’. 11).

Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa syarat agar anak saudaraku bisa mendapatkan hak waris atas harta yang saudaraku tinggalkan adalah: anak-anak tersebut harus sudah masuk Islam sebelum saudaraku dipanggil Allah (anak yang memiliki hak waris atas harta yang saudaraku tinggalkan hanyalah anak-anak yang sudah beragama Islam sebelum saudaraku dipanggil Allah).

Lalu bagaimana jika saudaraku juga berkeinginan agar kedua anak lainnya yang saat ini masih non-muslim juga bisa mendapatkan bagian dari harta yang saudaraku miliki? Sedangkan saudaraku tidak bisa memastikan apakah sebelum saudaraku dipanggil Allah, kedua anak tersebut bisa mendapat hidayah/masuk Islam? Apakah tidak ada solusinya?

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa dalam kasus ini jawabannya adalah: selama kedua anak tersebut belum masuk Islam sebelum saudaraku dipanggil Allah, berdasarkan hukum waris dalam Islam, maka keduanya tetap tidak bisa mewarisi harta yang saudaraku tinggalkan pada saat saudaraku dipanggil Allah. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 13 – 14, agar kita berhati-hati terhadap hukum-hukum/ketentuan-ketentuan dari Allah Ta’ala:

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّــــٰتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَــٰــرُ خَــٰــلِدِينَ فِيهَا وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٣﴾ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَــٰــلِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿١٤﴾
(13) (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (14) Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An Nisaa’. 13 – 14).

Meskipun demikian, jika memang saudara berkeinginan agar kedua anak lainnya yang saat ini masih non-muslim juga bisa mendapatkan bagian dari harta yang saudaraku miliki (meskipun kedua anak tersebut belum masuk Islam pada saat saudaraku dipanggil Allah), maka hal ini bisa diselesaikan dengan memakai hukum hibah. Artinya, saudaraku bisa menghibahkan sebagian dari harta yang saudaraku miliki kepada kedua anak yang non-muslim tersebut, sebelum saudara dipanggil Allah.

Saudaraku,
Berbeda dengan hadiah dan sedekah, dalam berhibah (memberikan/menyerahkan sesuatu) tidak ada unsur-unsur atau tujuan lain, artinya memberikan sesuatu dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada sebabnya. Sedangkan yang dimaksud dengan hadiah, adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk penghormatan atas prestasi yang dicapainya. Adapun sedekah, ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi dasar sedekah adalah semangat keagamaan (atau untuk mendekatkan diri kepada Allah), sedangkan hibah tidak berdasarkan semangat keagamaan, tetapi hanya berdasar kehendak dan keinginan sendiri.

Mungkin saudaraku bertanya, bolehkah berhibah (memberikan/menyerahkan sesuatu) kepada non-muslim? Jawabnya: boleh. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Insaan ayat 8 berikut ini:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al Insaan. 8)

Saudaraku,
Ayat tersebut (surat Al Insaan ayat 8) adalah mutlak dan orang yang ditawan pada saat itu masih beragama dengan agamanya yang bukan Islam (non-muslim). Untuk lebih jelasnya, perhatikan penjelasan dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir berikut ini:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al Insaan. 8)

Orang miskin dan anak yatim telah diterangkan definisi dan sifat-sifat keduanya. Adapun yang dimaksud dengan tawanan, maka menurut Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, dan Ad-Dahhak, maksudnya tawanan dari ahli kiblat.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa tawanan mereka pada masa itu adalah orang-orang musyrik. Hal ini diperkuat dengan adanya anjuran Rasulullah yang memerintahkan kepada para sahabatnya untuk memperlakukan para tawanan Perang Badar dengan perlakuan yang baik. Tersebutlah pula bahwa kaum muslimin saat itu mendahulukan para tawanan untuk makan daripada diri mereka sendiri.

Saudaraku,
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diperbolehkan bagi kita kaum muslimin untuk berhibah (memberikan/menyerahkan sesuatu) kepada non-muslim.

Tentunya yang dimaksud dengan non-muslim di sini adalah non-muslim yang tidak memerangi Islam dan tidak pula membenci kaum muslimin dan senantiasa menyatakan perdamaiannya kepada kaum muslimin (artinya non-muslim yang bersikap baik kepada kita kaum muslimin), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Mumtahanah ayat 8 berikut ini:

لَا يَنْهَـــٰــكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَـــٰــتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَـــٰــرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾
”Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al Mumtahanah. 8).

Demikian yang bisa kusampaikan, mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
                            
Semoga bermanfaat.

NB.
Beliau adalah seorang ibu (suaminya sudah wafat) yang beberapa tahun yang lalu telah menjadi muallafah, sementara dari 3 orang anaknya (semuanya laki-laki), 2 orang diantaranya masih non-muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞