Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (teman sekolah di
SMPN 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut:
“Pak Imron, mohon
penjelasan dan
perbedaannya apa arti infaq, sedekah, shodaqoh
dan amal jariyah. Matursuwun”.
Makna infaq
Saudaraku,
Kata infaq dalam Al Qur’an
maupun Hadits memiliki makna yang luas, karena mencakup semua jenis
pembelanjaan harta kekayaan.
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ
يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا ﴿٦٧﴾
Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al
Furqaan. 67).
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ
جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَاتَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ
عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ. (رواه
الترمذى)
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin 'Amir
telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakar bin Ayyasy dari Al A'masy dari Sa'id
bin Abdullah bin Juraij dari Abu Barzah Al Aslami berkata: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Kedua telapak kaki seorang hamba
tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya (1) tentang umurnya
untuk apa dia habiskan, (2) tentang
ilmunya untuk apa dia amalkan, (3) tentang
hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan (4) tentang tubuhnya
untuk apa dia gunakan." (HR. At-Tirmidzi).
Saudaraku,
Kemanapun dan untuk tujuan
apapun pembelanjaan harta kekayaan itu, baik untuk tujuan yang dibenarkan agama
maupun yang diharamkan, semuanya disebut dengan infaq. Jadi infaq itu mencakup
semua jenis pembelanjaan harta kekayaan, baik untuk tujuan yang dibenarkan
agama maupun yang diharamkan.
Perhatikan bagaimana
orang-orang munafik menginfaqkan harta kekayaannya untuk merencanakan kejahatan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya/baca surat
Al Anfaal ayat 36 berikut ini:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ اللهِ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ
عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ
يُحْشَرُونَ ﴿٣٦﴾
Sesungguhnya orang-orang yang
kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.
Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan
mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir
itu dikumpulkan, (QS. Al Anfaal. 36).
Oleh karena itu pada banyak
dalil, perintah untuk berinfaq disertai dengan penjelasan infaq di jalan Allah.
وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلَا
تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُواْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ ﴿١٩٥﴾
Dan belanjakanlah (harta
bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik. (QS. Al Baqarah. 195).
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ
اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّاْئَةُ
حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَـــٰعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٦١﴾
Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir:
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah. 261).
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ
أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ
كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَئَاتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ
فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٢٦٥﴾
Dan perumpamaan orang-orang
yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan
jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram
oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika
hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah
Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS. Al Baqarah. 265).
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم
مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللهِ
وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ
وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا
تُظْلَمُونَ ﴿٦٠﴾
Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah,
musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al
Anfaal. 60).
Makna sedekah
Saudaraku,
Sedekah
(Bahasa Indonesia) berasal
dari kata shodaqoh (Bahasa Arab = صدقة) yang
berarti “benar”. Sehingga orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar
pengakuan imannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقُوا
النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ. (رواه البخارى ومسلم)
“Takutlah dari siksa neraka meskipun hanya (bersedekah)
dengan separuh kurma.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا
نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ. (رواه مسلم)
“Tidaklah
sedekah akan membuat harta berkurang. Tidaklah Allah akan menambahkan pada
seorang hamba karena memaafkan (saudaranya) selain (bertambah) kemuliaan, dan
tidaklah seseorang merendahkan hatinya karena Allah, melainkan Allah akan
meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim).
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ:
يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: أَنْ تَصَدَّقَ
وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى، وَلَا تُمْهِلُ
حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ: لِفُلَانٍ كَذَا، وَلِفُلَانٍ كَذَا،
وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ. (رواه البخارى ومسلم)
Seseorang datang menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian
bertanya, “Ya Rasulullah, apakah sedekah yang paling banyak pahalanya?” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab,
“Engkau bersedekah dalam keadaan dirimu sehat, tidak ingin hartamu lepas
darimu, serta dalam keadaan engkau takut kefakiran dan sangat menginginkan
harta tersebut. Janganlah engkau menunda hingga ketika ruh sudah mendekati
tenggorokan barulah engkau mengatakan, ‘Untuk si fulan sekian dan untuk si
fulan sekian’, padahal memang itu sudah menjadi milik si fulan (ahli
warisnya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sedekah itu sendiri dalam
beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang berguna
bagi orang lain maupun bagi diri sendiri.
Saudaraku,
Pada suatu hari, sekelompok sahabat yang miskin mengadu
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal rasa cemburu mereka
terhadap orang-orang yang kaya. Orang-orang kaya mampu mengamalkan sesuatu yang
tidak kuasa mereka kerjakan, yaitu menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan
mereka. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut
ini:
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِالْأُجُوْرِ، يُصَلُّوْنَ كَمَا
نُصَلِّي وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ
أَمْوَالِهِمْ. قَالَ: أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ
بِهِ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ،
وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ
بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ
أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا
شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا
فِي حرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي
الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
“Wahai Rasulullah, orang-orang
yang berharta telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami
shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Mereka bisa bersedekah
dengan kelebihan harta mereka (sementara kami tidak punya apa-apa untuk
disedekahkan)”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah
telah menjadikan untuk kalian apa yang dapat kalian sedekahkan? Sungguh setiap
tasbih itu sedekah. Setiap takbir adalah sedekah. Setiap tahmid merupakan
sedekah. Demikian pula setiap tahlil adalah sedekah. Amar ma’ruf itu sedekah.
Nahi mungkar juga sedekah. Bahkan pada kemaluan kalian (atau jima yang kalian
lakukan dengan istri) ada sedekah.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apakah
salah seorang dari kami memuaskan syahwatnya lalu ia mendapatkan pahala?”
Beliau menjawab, “Apa pendapat kalian andai ia meletakkan kemaluannya pada yang
haram, apakah ia berdosa? Demikian pula apabila ia meletakkan kemaluannya pada
yang halal, ia akan beroleh pahala.” (HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
… وَفِي بُضْعِ
أَحَدِكُمْ صَدَقَةً، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ الله؛ أَيَأْتِي أَحَدُنا شَهوَتَهُ،
وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟! قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ؛
أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إذَا وَضَعهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ
أَجْرٌ
“... Dan pada ‘percampuran’
seseorang dari kalian ada sedekahnya.” Maka para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah seseorang dari kita yang mendatangi syahwatnya lalu dia
dapat pahala karenanya?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,“Bagaimana
menurut kalian, bila ia meletakkannya pada tempat yang haram, bukankah ia akan
mendapatkan dosa? Maka demikian pula bila ia meletakkannya pada yang halal maka
ia akan mendapatkan pahala.” (Sahih, HR. Muslim)
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, nampaklah
bahwa sedekah itu tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja,
tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain maupun
bagi diri sendiri. Bahkan
senyuman yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain-pun, termasuk kategori sedekah. Jadi sedekah itu mempunyai cakupan yang sangat
luas.
Makna shodaqoh
Saudaraku,
Sebagaimana sudah dijelaskan pada uraian di atas, bahwa sedekah (Bahasa Indonesia) berasal dari kata shodaqoh (Bahasa Arab) yang berarti “benar”. Jadi kata
“shodaqoh” tersebut telah diserap ke dalam
Bahasa Indonesia menjadi “sedekah”. Dengan demikian, tentu saja makna shodaqoh sama dengan makna sedekah.
Makna
amal jariyah
Saudaraku,
Yang dimaksud dengan amal
jariyah adalah amal yang
pahalanya terus mengalir meskipun orang yang beramal
tersebut sudah meninggal dunia (wafat). Contoh amal jariyah adalah:
membangun masjid, menanam pohon, menggali sumur, menyebarkan ilmu yang bermanfaat dengan mencetak buku dan menyebarkannya, dll.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ
وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا
تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ
السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ
مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ. (رواه ابن
ماجه)
Dari Abu Hurairah, dia berkata,
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
'Sesungguhnya salah satu amal perbuatan dan kebajikan-kebajikan seorang mukmin
yang akan menemui setelah kematinya, adalah; ilmu yang diajar dan
disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, muhshaf (Al Qur'an) yang
diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil (musafir) yang
dibangunnya, sungai yang dialirkan airnya, atau sedekah yang dikeluarkannya
dari hartanya di waktu sehat dan hidupnya, semuanya itu akan menemuinya setelah
meninggal dunianya'." (HR. Ibnu Majah, no. 242).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ؛ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ،
أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ الَّذِي يَدْعُو لَهُ. (رواه
مسلم)
“Apabila
manusia telah mati, terputuslah amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat,
atau anak shalih yang mendo’akannya.”
(HR. Muslim(
Demikian yang bisa kusampaikan, mohon
maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Sebagai penutup, berikut ini aku
kutibkan sebuah do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاللهِ،
لَوْلَا اللهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا،
فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتِ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا. (رواه البخارى)
“Demi Allah, kalau bukan karena
Allah, kami tidak mendapat petunjuk, kami tidak bisa shalat, dan kami tidak
dapat memberi sedekah. Oleh karena itu, (ya Allah), turunkanlah kepada kami
ketenteraman jiwa dan kokohkanlah kaki-kaki kami apabila kami bertemu musuh.”
(HR. al-Bukhari)
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar