Assalamu’alaikum wr. wb.
Berikut ini kelanjutan dari artikel “Banyak Beribadah Namun Perilakunya Buruk Terhadap Sesama (I)”:
Selanjutnya sang kyai dalam postingan di atas juga
berpendapat bahwa “seseorang yang tidak beribadah tapi kelakuannya baik pada
sesama” adalah orang yang baik karena akan mendapat bimbingan Allah SWT melalui
rahmat-Nya untuk semakin taat kepada-Nya. Benarkah hal ini?
Saudaraku,
Orang yang tidak mau beribadah kepada Allah, sudah pasti
bukan orang yang baik. Perhatikan penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat Adz
Dzaariyaat ayat 56 berikut ini:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
﴿٥٦﴾
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz Dzaariyaat. 56).
Tafsir Ibnu Katsir:
Sesungguhnya Aku menciptakan
mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku
membutuhkan mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.: “melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (Adz- Dzaariyaat: 56)”, yakni agar mereka mengakui kehambaan
mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa.
Demikianlah menurut apa yang
dipilih oleh Ibnu Jarir. Menurut Ibnu Juraij, makna yang dimaksud ialah
melainkan supaya mereka mengenal-Ku.
Ar-Rabi' ibnu Anas telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (Adz- Dzaariyaat: 56)”, yakni kecuali untuk beribadah.
. . .
. .
Saudaraku,
Berdasarkan surat Adz Dzaariyaat ayat 56 di atas,
diperoleh penjelasan bahwa tidaklah diciptakan jin dan manusia itu, melainkan
supaya mereka menyembah Allah, supaya mereka beribadah kepada Allah.
Sehingga bagi siapa saja yang tidak mau menyembah
Allah/tidak mau beribadah kepada Allah, jelas hal ini akan mendatangkan murka
Allah. Sedangkan bagi siapa saja yang mendapat murka Allah, sudah pasti tidak
akan mungkin mendapatkan bimbingan Allah SWT melalui rahmat-Nya untuk semakin
taat kepada-Nya.
Kecuali jika yang bersangkutan bersegera datang kepada Allah
untuk bertaubat kepada-Nya. Dia
harus segera kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dan dia juga harus mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah
sebelum datang azab dari-Nya dengan tiba-tiba.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَىٰ
أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
”Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS. Az Zumar. 53).
وَأَنِيبُوا
إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ
لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
(lagi)”. (QS. Az Zumar. 54).
وَاتَّبِعُوا
أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ
بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
“Dan
ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum
datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya”, (QS. Az Zumar. 55).
Dalam postingan di atas, juga tertulis: “Terus, siapa yang lebih buruk?”, desak sang santri
penasaran. Kemudian sang kyai menjawab: “Kita nak. Kitalah yang
layak disebut buruk, sebab gemar menghabiskan waktu untuk menilai orang lain,
melupakan diri sendiri. Kelak di hadapan Allah, kita ditanya tentang diri kita,
bukan tentang orang lain”.
Saudaraku,
Benar bahwa jika kita gemar menghabiskan waktu untuk
menilai orang lain dan melupakan diri sendiri, maka ini adalah perbuatan yang
buruk karena hal ini bisa melupakan diri sendiri. Sedangkan kelak di hadapan
Allah, kita ditanya tentang diri kita, bukan tentang orang lain.
وَكُلُّهُمْ ءَاتِيهِ يَوْمَ الْقِيَـــٰــمَةِ فَرْدًا ﴿٩٥﴾
“Dan tiap-tiap mereka akan
datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”. (QS. Maryam. 95).
يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَـــٰـدِلُ عَن نَّفْسِهَا وَتُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿١١١﴾
(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang
untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan)
apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan). (QS. An
Nahl. 111).
Namun dalam hal ini harus bisa dibedakan antara “menilai
orang lain” dengan “menilai suatu amal perbuatan”.
Menilai orang lain, jelas ini adalah perbuatan tercela.
Karena pada saat kita sedang menilai orang lain, maka pada saat itu pula (tanpa
kita sadari) kita telah merasa lebih baik dari padanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَظَّمَ فِى نَفْسِهِ وَاَجْتَالَ فِى مِشْيَتِهِ
لَقِىَ اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ (رواه أحمد)
“Siapa yang merasa dirinya besar, lalu sombong dalam
jalannya, maka ia akan menghadap pada Allah, sedang Allah murka padanya”. (HR.
Ahmad).
Sedangkan dalam Al Qur’an
surat Al Hujuraat, Allah telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا
مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب
بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢﴾
“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujuraat.
12).
Lebih dari itu, setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Tidak ada yang bisa
terbebas dari tindakan salah. Melakukan kesalahan, adalah salah satu tabiat
manusia, karena manusia adalah
tempatnya salah dan lupa. Sehingga wajar jika ada ungkapan dalam Bahasa Arab:
“Al-insaanu mahallu al-khatha’ wa an-nisyaan” yang artinya adalah bahwa
“manusia itu tempatnya salah dan lupa”.
Namun, sebaik-baik orang yang
berbuat salah adalah yang mau mengakui kesalahannya kemudian bertaubat kepada-Nya..
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَابٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَسْعَدَةَ الْبَاهِلِيُّ
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ
التَّوَّابُونَ.
(رواه الترمذى)
Ahmad bin Mani' menceritakan
kepada kami, Zaid bin Hubab menceritakan kepada kami, Ali bin Mas'adah Al
Bahili menceritakan kepada kami, Qatadah menceritakan kepada kami, dari Anas,
bahwa Rasulullah bersabda: “Setiap anak Adam itu bersalah, dan sebaik-baik
orang yang bersalah adalah mereka yang mau bertaubat”. (HR.
At-Tirmidzi).
Adapun yang kita lakukan di atas adalah “menilai suatu
amal perbuatan”, bukan “menilai orangnya”.
Saudaraku,
Dalam hal ini, setiap muslim
justru wajib berlepas diri dari semua amalan yang tidak diridhai oleh Allah ‘azza wa
jalla dan Rasul-Nya, walaupun amalan tersebut tidak sampai pada
derajat kekafiran, seperti perbuatan fasik dan maksiat. Perhatikan firman Allah
dalam Al Qur’an surat Al Hujuraat ayat 7 berikut ini:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ
اللهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِّنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَـــٰـكِنَّ
اللهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ
إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُوْلَـــٰـــئِكَ هُمُ
الرَّاشِدُونَ ﴿٧﴾
Dan ketahuilah olehmu bahwa di
kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa
urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu
cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka
itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, (QS. Al Hujuraat. 7).
Demikian yang bisa kusampaikan, mohon
maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
{Tulisan ke-2 dari 2
tulisan}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar