Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang pejabat tinggi yang baru saja dilantik, dengan
tegas telah membuat pernyataan sebagai berikut: “Semua agama pasti rahmat bagi alam semesta”.
Sebelum mengkaji pernyataan di atas, marilah kita
perhatikan uraian berikut ini terlebih dahulu.
Saudaraku,
Secara bahasa, rahmat
artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Atau dengan kata lain rahmat
dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi,
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih
sayang Allah SWT. kepada seluruh semesta alam.
Adapun pernyataan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan
lil ‘alamin (rahmat
bagi semesta alam), pernyataan ini merupakan kesimpulan dari firman Allah SWT
dalam Al Qur’an surat surat Al Anbiyaa’ ayat 107 berikut ini:
وَمَا أَرْسَلْنَـــٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَـــٰـلَمِينَ ﴿١٠٧﴾
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiyaa’. 107).
♦ Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad
Al-Mahalliy): “(Dan
tiadalah Kami mengutus kamu) hai Muhammad! (melainkan untuk menjadi rahmat)
yakni merupakan rahmat (bagi semesta alam) manusia dan jin melalui kerasulanmu”.
♦ Tafsir Ibnu Katsir:
Melalui ayat ini Allah SWT.
memberitahukan bahwa Dia menjadikan Muhammad SAW. sebagai rahmat buat semesta
alam. Dengan kata lain, Dia mengutusnya sebagai rahmat buat mereka. Maka barang
siapa yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, berbahagialah ia di dunia dan
akhiratnya. Dan barang siapa yang menolak serta mengingkarinya, maka merugilah
ia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ
بَدَّلُواْ نِعْمَةَ اللهِ كُفْرًا وَأَحَلُّواْ قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ ﴿٢٨﴾
جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ ﴿٢٩﴾
(28) Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang telah menukar ni`mat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan
kaumnya ke lembah kebinasaan?, (29) yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke
dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. (QS. Ibrahim. 28 – 29).
Dan Allah SWT. telah berfirman
sehubungan dengan sifat Al-Qur'an:
... قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي ءَاذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى
أُوْلَــــٰــئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ ﴿٤٤﴾
“... Katakanlah: "Al
Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan
orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al
Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang
yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (QS. Fushshilat: 44).
♦ Tafsir Ibnul Qayyim:
Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran:
√ Pertama: Alam semesta
secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
Wa sallam.
Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat
sekaligus.
Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah
disegerakannya pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka.
Karena hidup mereka hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat.
Kebinasaan telah ditetapkan bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih
bermanfaat bagi mereka daripada hidup menetap dalam kekafiran.
Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka
adalah dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini
lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi Shallallahu
‘alaihi Wa sallam.
Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka mendapat
manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka
pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan
hukum yang lain.
Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak memberikan
adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia
mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
√ Kedua: Islam adalah
rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan
mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya.
Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi mereka, namun
mereka enggan menerima. Sebagaimana jika dikatakan: “Ini adalah obat bagi si fulan yang sakit”. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat
tersebut tetaplah dikatakan obat.
BENARKAH SEMUA AGAMA ADALAH RAHMAT BAGI ALAM SEMESTA?
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Maryam ayat 88 – 92 berikut
ini:
وَقَالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمَــــٰنُ وَلَدًا ﴿٨٨﴾ لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا ﴿٨٩﴾
تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ
الْجِبَالُ هَدًّا ﴿٩٠﴾ أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَـــٰنِ وَلَدًا ﴿٩١﴾ وَمَا يَنبَغِي
لِلرَّحْمَـــٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا ﴿٩٢﴾
(88) Dan mereka berkata:
"Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". (89)
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, (90)
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung
runtuh, (91) karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (92)
Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (QS.
Maryam. 88 – 92).
♦ Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad
Al-Mahalliy):
(88). (Dan mereka berkata,) orang-orang Yahudi dan
Nasrani dan orang-orang yang menyangka bahwa malaikat-malaikat itu adalah
anak-anak perempuan Allah ("Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak")
maka Allah menyanggah perkataan mereka itu melalui firman-Nya, (89).
("Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat
mungkar) yaitu suatu perkara mungkar yang sangat besar. (90). (Hampir-hampir)
dapat dibaca Takaadu dan Yakaadu (langit pecah) terbelah, dan menurut qiraat yang
lain lafal Yatafaththarna dibaca Yanfathirna (karena ucapan itu dan bumi belah
dan gunung-gunung runtuh) yakni terbalik menindih mereka disebabkan. (91).
(mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak"). Allah
berfirman, (92). ("Dan tidak layak bagi Allah Yang Maha Pemurah mempunyai
anak") yakni tidak patut bagi-Nya hal yang demikian itu.
Saudaraku,
Perhatikan bagaimana keadaan langit, bumi dan
gunung-gunung karena ucapan itu? Hampir-hampir langit pecah, bumi terbelah dan
gunung-gunung runtuh disebabkan mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah
mempunyai anak. Lantas dimana letak rahmatan lil
‘alamin-nya?
Dari sini saja sudah bisa disimpulkan bahwa agama Yahudi
dan Nasrani itu sama sekali bukan agama yang rahmatan
lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam).
Saudaraku,
Pada bagian awal
tulisan ini telah dijelaskan bahwa secara bahasa, rahmat artinya kelembutan
yang berpadu dengan rasa iba. Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan
dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah bentuk kasih sayang Allah SWT. kepada seluruh semesta
alam, termasuk di dalamnya manusia dan jin.
Sedangkan dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan
bahwa melalui ayat ini (surat Al Anbiyaa’ ayat 107) Allah SWT. memberitahukan
bahwa Dia menjadikan Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata lain,
Dia mengutusnya sebagai rahmat bagi mereka.
Maka barang siapa yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, berbahagialah ia
di dunia dan akhiratnya.
Dan barang siapa yang menolak serta mengingkarinya
(karena lebih memilih agama yang lainnya/karena lebih memilih agama selain
agama Islam), maka merugilah ia di dunia dan akhiratnya. Lantas dimana letak rahmatan lil ‘alamin-nya?
Saudaraku,
Dari sini juga bisa disimpulkan bahwa semua agama selain
agama Islam itu sama sekali bukan agama yang rahmatan
lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam).
BERHATI-HATILAH SAAT BERBICARA MASALAH AGAMA
Saudaraku,
Berbicara masalah agama tentunya diperlukan informasi yang benar, akurat dan meyakinkan karena teramat
banyak hal-hal yang berada di luar jangkauan logika kita.
Informasi yang benar, akurat dan meyakinkan tersebut
telah Allah sampaikan melalui utusan-Nya Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, yakni melalui ayat-ayat Al Qur’an
yang tidak ada sedikitpun keraguan padanya.
Sedangkan informasi/jawaban-jawaban yang tidak berasal dari Al Qur’an (dan Al
Hadits), hanyalah sebatas prasangka dan dugaan
semata.
ذَٰلِكَ الْكِتَـــٰبُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾
“Kitab (Al
Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”
(QS. Al
Baqarah. 2).
Selanjutnya perhatikan pula penjelasan Al Qur’an dalam
surat Al Baqarah pada bagian akhir ayat 269 berikut ini:
... وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُوْلُواْ الأَلْبَـــٰبِ ﴿٢٦٩﴾
“... Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al Baqarah. 269).
Jelas dan tegas penjelasan Al Qur’an dalam surat Al
Baqarah pada bagian akhir ayat 269 di atas, bahwa hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah (Al
Qur’an). Hal ini menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang cerdaslah
yang dapat mengambil pelajaran dari Al Qur’an.
Dan hal ini sekaligus juga menunjukkan kebalikan dari hal
ini, bahwa hanya orang-orang yang tidak menggunakan akalnya (alias hanya orang-orang yang
bodohlah) yang tidak mau mengambil pelajaran dari Al Qur’an, karena mereka
lebih mengedepankan kemampuannya sendiri (tanpa menyandarkan kepada Al Qur’an)
dalam menilai suatu perkara, terlebih lagi jika hal itu menyangkut perkara
agama.
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan, bahwa hanya orang-orang yang
bodohlah yang tidak mau mengambil pelajaran dari Al Qur’an, karena mereka
lebih mengedepankan kemampuannya sendiri (tanpa menyandarkan kepada Al Qur’an)
dalam menilai suatu perkara, terlebih lagi jika hal itu menyangkut perkara
agama. Na’udzubillahi mindzalika!
DAMPAK DARI PERNYATAAN DI ATAS
Saudaraku,
Bagi siapa saja yang dengan penuh kesadaran/dengan penuh
keyakinan telah membuat pernyataan seperti di atas yaitu pernyataan: “Semua agama pasti rahmat bagi alam semesta”,
maka hal ini bisa menghanguskan imannya sehingga hapuslah pula amalan-amalannya
dan Allah tidak mengadakan suatu penilaianpun bagi amalan-amalannya pada hari
kiamat (na’udzubillahi mindzalika).
Mengapa demikian? Karena Allah telah menegaskan, bahwa tidak ada yang memperdebatkan tentang kebenaran ayat-ayat
Allah, kecuali orang-orang yang kafir.
مَا يُجَـــٰـدِلُ فِي ءَايَــــٰتِ اللهِ إِلَّا الَّذِينَ كَفَرُوا ... ﴿٤﴾
“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah,
kecuali orang-orang yang kafir ...”. (QS. Ghafir. 4).
Oleh karena itu,
berhati-hatilah wahai saudaraku!
Saudaraku,
Bagi siapapun yang dengan
penuh kesadaran/dengan penuh keyakinan telah membuat pernyataan seperti di atas dan
tidak segera bertaubat sebelum ajal menjelang, maka dia akan termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang paling merugi perbuatannya, yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. Na’udzubillahi mindzalika!
Perhatikan penjelasan Allah
dalam Al Qur’an surat Al Kahfi ayat 103 – 106 berikut ini:
قُلْ
هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَــٰــلًا ﴿١٠٣﴾ الَّذِينَ ضَلَّ
سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ
صُنْعًا ﴿١٠٤﴾ أُوْلَــــٰـــئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَـــٰتِ رَبِّهِمْ
وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَـــٰــلُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَــــٰــمَةِ
وَزْنًا ﴿١٠٥﴾ ذَٰلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا ءَايَــــٰتِي
وَرُسُلِي هُزُوًا ﴿١٠٦﴾
(103) Katakanlah: "Apakah
akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?" (104) Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya. (105) Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat
Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah
amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan)
mereka pada hari kiamat. (106) Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam,
disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan
rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (QS. Al Kahfi. 103 – 106).
Mungkin diantara kita ada yang
bertanya: “Bukankah itu hanya sekedar ucapan/pernyataan semata?”
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa dalam Islam, ucapan/perkataan/pernyataan
itu memegang peranan yang sangat penting hingga bisa mengubah hukum suatu
perkara:
♦ Bukankah karena ucapan (yaitu akad nikah) dua orang lelaki dan
wanita yang sebelumnya berstatus sebagai orang asing sehingga haram hukumnya
berkhalwat (apalagi sampai berhubungan suami-isteri), statusnya berubah menjadi
sepasang suami-isteri sehingga halal bagi keduanya melakukan hal-hal seperti
itu? Maka karena ucapan pula (yaitu ucapan talak) dua orang lelaki dan wanita yang
sebelumnya berstatus suami-isteri, dengan ucapan itu tali ikatan pernikahan akan
terputus sehingga statusnya berubah menjadi orang asing*).
♦ Bukankah karena ucapan (yaitu ucapan syahadat) seseorang yang
sebelumnya kafir menjadi muslim? Maka dengan ucapan pula, seseorang yang
sebelumnya muslim bisa menjadi kafir. Na’udzubillahi mindzalika!
Oleh karena itu,
berhati-hatilah wahai saudaraku!
MENYEPELEKAN PERMASALAHAN AQIDAH
Saudaraku,
Dengan menggunakan ayat di atas (yaitu surat Al
Anbiyaa’ ayat 107), sebagian orang telah menyepelekan
dan enggan mendakwahkan aqidah yang benar. Karena mereka menganggap
mendakwahkan aqidah yang benar hanya akan memecah-belah ummat dan menimbulkan
kebencian sehingga tidak sesuai dengan prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil
‘alamin.
Renungkanlah!
Bahwa Beliau Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pencerahan kepada umat manusia yang
sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau menyampaikan aqidah yang benar kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang
dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi rahmat bagi seluruh
manusia karena beliau membawa ajaran tauhid. Karena manusia pada masa sebelum
beliau diutus berada dalam kesesatan berupa penyembahan kepada sesembahan
selain Allah, walaupun mereka menyembah kepada Allah juga. Dan inilah inti
ajaran para Rasul, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat An Nahl ayat 36 berikut ini:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا
فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُواْ اللهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّـــٰــغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ
هَدَى اللهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـــٰـــلَةُ فَسِيرُواْ فِي
الْأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ ﴿٣٦﴾
Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada
orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul). (QS. An Nahl. 36).
Disamping itu,
bukankah benar-tidaknya aqidah seseorang akan sangat menentukan posisi yang
bersangkutan di alam akhirat kelak, yaitu di neraka untuk selamanya ataukah di
surga yang penuh dengan kenikmatan abadi?
... إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ
فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَىـٰهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّـــٰـلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
﴿٧٢﴾
“... Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS. Al Maa-idah. 72).
Oleh karena itu, adakah yang lebih urgen dari perkara aqidah ini?
Saudaraku,
Justru dakwah tauhid, seruan untuk beraqidah yang benar adalah bentuk
rahmat dari Allah Ta’ala. Karena dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah rahmat Allah, maka bagaimana mungkin menjadi sebab
perpecahan ummat?
Justru kesyirikanlah yang sebenarnya menjadi sebab perpecahan ummat.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an
surat Ar Ruum ayat 31 – 32 berikut ini:
... وَلَا تَكُونُوا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ ﴿٣١﴾ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ
حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ﴿٣٢﴾
(31) “... dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah”, (32) “yaitu
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka”. (QS. Ar Ruum. 31 – 32).
رَبَّنَا (Ya Tuhan kami),
Lindungilah kami ketika kami
membaca ayat-ayat-Mu dari godaan syaitan yang terkutuk agar kami senantiasa
berada dalam jalan-Mu yang lurus.
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ﴿٩٨﴾
”Apabila kamu membaca Al
Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk”. (QS. An Nahl. 98).
رَبَّنَا (Ya Tuhan kami),
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ
﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
“Tunjukilah kami jalan yang
lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat”. (QS. Al Faatihah. 6 – 7).
رَبَّنَا
لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ
رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ ﴿٨﴾
"Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri
petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau;
karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali ‘Imran.
8).
... رَبَّنَا ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ
لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا ﴿١٠﴾
"... Wahai Tuhan kami
berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami
petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)". (QS. Al Kahfi. 10). Amin,
ya rabbal ‘alamin!
Demikian yang bisa kusampaikan.
Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata
karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Penjelasan
lebih terperinci terkait hal ini bisa dibaca dalam buku: “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya
Menurut Al Qur’an dan Hadits”, Jilid 5 pada Bab 6, sub-bab 6.5., halaman 249 – 263.