Assalamu’alaikum wr. wb.
Dalam sebuah acara di sebuah televisi swasta nasional,
seorang tokoh nasional yang bergelar Kyai Haji (KH) telah membuat pernyataan
sebagai berikut: “Orang yang jujur, orang yang shalih, punya solidaritas
sosial, punya dedikasi, punya loyalitas, apapun agamanya, dia pasti mendapat
tempat yang terbaik di sisi Allah SWT”.
Saudaraku,
Terkait hal ini, perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam
surat Muhammad
ayat 1 berikut ini:
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللهِ أَضَلَّ
أَعْمَـــٰــلَهُمْ ﴿١﴾
Orang-orang yang kafir dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus
perbuatan-perbuatan mereka. (QS. Muhammad. 1).
♦ Tafsir Ibnu Katsir
الَّذِينَ كَفَرُوا ... ﴿١﴾
Orang-orang yang kafir. (QS. Muhammad. 1) kepada
ayat-ayat Allah SWT.
...
وَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللهِ أَضَلَّ أَعْمَـــٰــلَهُمْ ﴿١﴾
dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah
menghapus perbuatan-perbuatan mereka. (QS. Muhammad. 1) Yaitu
membatalkan dan melenyapkan amal-amal tersebut, tidak memberinya pahala dan
tidak pula imbalan. Semakna dengan firman-Nya:
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَــٰـهُ هَبَاءً مَّنثُورًا ﴿٢٣﴾
Dan Kami hadapi segala amal
yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan. (QS. Al-Furqaan. 23).
♦ Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad
Al-Mahalliy)
(Orang-orang yang kafir) dari kalangan penduduk Mekah
(dan menghalang-halangi) orang-orang lainnya (dari jalan Allah) dari jalan
keimanan (Allah melebur) menghapus (amal-amal mereka) seperti memberi makan dan
menghubungkan silaturahim; mereka tidak akan melihat pahala amalnya di akhirat
nanti dan mereka hanya mendapat balasan di dunia saja dari kemurahan-Nya.
Saudaraku,
Perhatikan pula penjelasan Al Qur’an dalam surat Al-Furqaan
ayat 23 berikut ini:
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَــٰـهُ هَبَاءً مَّنثُورًا ﴿٢٣﴾
Dan Kami hadapi segala amal
yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan. (QS. Al-Furqaan. 23).
♦ Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad
Al-Mahalliy)
(Dan Kami hadapi) kami hadapkan (segala amal yang mereka
kerjakan) amal kebaikan seperti sedekah, menghubungkan silaturahmi, menjamu
tamu dan menolong orang yang memerlukan pertolongan sewaktu di dunia (lalu Kami
jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan) amal perbuatan mereka tidak
bermanfaat sama sekali pada hari itu, tidak ada pahalanya sebab syaratnya tak
terpenuhi, yaitu iman, akan tetapi mereka telah mendapatkan balasannya selagi
mereka di dunia.
♦ Tafsir Ibnu Katsir
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَــٰـهُ هَبَاءً مَّنثُورًا ﴿٢٣﴾
Dan Kami hadapi segala amal
yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan. (QS. Al-Furqaan. 23).
Ini terjadi pada hari kiamat di saat Allah menghisab amal
perbuatan yang telah dilakukan oleh semua hamba, amal yang baik dan amal yang
buruk. Maka Allah memberitahukan bahwa orang-orang musyrik itu tidak akan
memperoleh sesuatu imbalan-pun dari amal-amal perbuatan yang telah mereka
lakukan, padahal mereka menduga bahwa amal perbuatannya itu dapat menyelamatkan
diri mereka.
Demikian itu karena amal perbuatannya tidak memenuhi syarat yang
diakui oleh syariat, yaitu ikhlas dalam beramal karena Allah atau mengikuti syariat
Allah. Setiap amal perbuatan yang dilakukan tidak secara ikhlas dan tidak
sesuai dengan tuntunan syariat yang diridhai adalah batil.
Amal perbuatan orang-orang kafir itu tidak memenuhi salah satu
dari kedua syarat tersebut, dan adakalanya kedua syarat tersebut tidak
terpenuhi sehingga lebih jauh dari diterima. Untuk itu Allah SWT.
berfirman: “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu
Kamijadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (QS. Al-Furqaan.
23).
Mujahid dan As'-Sauri mengatakan bahwa
makna qadimna ialah: “Kami hadapi”. Hal yang sama dikatakan oleh
As-Saddi, sedangkan sebagian lain ada yang mengatakannya: “Kami datangi”.
... فَجَعَلْنَــٰـهُ هَبَاءً مَّنثُورًا ﴿٢٣﴾
“... lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (QS. Al-Furqaan.
23).
Sufyan As-Sauri mengatakan dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali
r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: “debu yang beterbangan” (QS. Al-Furqaan.
23) Yaitu sinar matahari apabila memasuki sebuah lubang
dinding.
Hal yang sama diriwayatkan dari perawi lainnya yang bukan hanya
seorang, dari Ali r.a. Hal yang semisal diriwayatkan-pula dari Ibnu Abbas,
Mujahid, Ikrimah, Sa'id Ibnu Jubair, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, yaitu sinar
matahari yang memasuki lubang dinding rumah seseorang di antara kalian;
seandainya dia meraupkan tangannya pada sinar itu, ia tidak dapat menangkapnya.
Ali ibnu AbuTalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: “debu yang beterbangan” (QS. Al-Furqaan.
23) Yang dimaksud ialah air yang ditumpahkan.
Abul Ahwas meriwayatkan dari Abu Ishaq. dari Al-Haris, dari Ali,
“haba 'amansuran" bahwa makna al-haba ialah laratnya hewan.
Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak, juga
dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “debu
yang beterbangan” (QS.
Al-Furqaan.
23) Tidakkah engkau melihat pohon yang kering bila tertiup
angin? Makna yang dimaksud adalah seperti dedaunannya yang berguguran itu.
Abdullah Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim
ibnu Hakim, dari Abu Sari' At-Ta-i,dari Ubaid ibnu Ya'la yang mengatakan bahwa
sesungguhnya al-haba itu adalah debu yang diterbangkan oleh angin.
Kesimpulan dari semua pendapat di atas mengisyaratkan kepada makna
yang dikandung oleh ayat. Demikian itu karena mereka telah melakukan banyak
amal perbuatan yang menurut dugaan mereka benar. Tetapi ketika ditampilkan di
hadapan Raja, Hakim Yang Maha Adil, yang tidak pernah kelewat batas dan tidak
pernah menganiaya seseorang (Dialah Allah), ternyata kosong belaka, tiada
artinya sama sekali.
Kemudian hal itu diumpamakan dengan sesuatu yang tiada artinya
lagi berserakan, yang oleh pemiliknya tidak ada artinya sama sekali. Hal yang
sama telah diungkapkan oleh Allah SWT. melalui firman-Nya dalam surat Ibrahim
ayat 18:
مَّثَلُ الَّذِينَ
كَفَرُواْ بِرَبِّهِمْ أَعْمَــٰـــلُهُمْ
كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَّا يَقْدِرُونَ مِمَّا
كَسَبُواْ عَلَىٰ شَيْءٍ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّــلَــــٰـلُ
الْبَعِيدُ ﴿١٨﴾
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka
adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin
kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah
mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (QS. Ibrahim.
18).
Dan firman Allah SWT. dalam surat Al Baqarah ayat 264:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ
لَا تُبْطِلُواْ صَدَقَـــٰــتِكُم
بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ
مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَّا
يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ ...
﴿٢٦٤﴾
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya
kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan
orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu
ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; ...”. (QS. Al Baqarah. 264).
Juga firman Allah SWT. dalam surat An Nuur ayat 39:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا
أَعْمَــٰـــلُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْئَانُ مَاءً
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا ...
﴿٣٩﴾
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang
dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.
...”. (QS. An Nuur. 39).
Saudaraku,
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa pernyataan
tokoh yang mengaku bergelar Kyai Haji (KH) tersebut, yaitu pernyataan bahwa:
“Orang yang jujur, orang yang shalih, punya solidaritas sosial, punya dedikasi,
punya loyalitas, apapun agamanya dia pasti mendapat tempat yang terbaik di sisi
Allah SWT”, sama sekali tidak benar!
SYIRIK MERUPAKAN KEDHOLIMAN YANG BESAR
Lebih dari itu semua, ketahuilan bahwa perbuatan syirik
itu benar-benar merupakan kedholiman yang besar (baca surat Luqman ayat 13)
yang dosanya melebihi/lebih besar dari semua dosa yang lain, hingga Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik tersebut (baca surat An Nisaa’ ayat 48).
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا
بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar". (QS. Luqman. 13).
إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.
(QS. An Nisaa’. 48).
Sedangkan yang dimaksud dengan syirik adalah menyamakan
selain Allah dengan Allah dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah.
Saudaraku,
Syirik dalam Rububiyyah yaitu menjadikan sekutu selain
Allah yang mengatur alam semesta, sebagaimana firman-Nya dalam surat Saba’ ayat
22 berikut ini:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِ اللهِ لَا
يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا
لَهُمْ فِيهِمَا مِن شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُم مِّن ظَهِيرٍ ﴿٢٢﴾
Katakanlah: "Serulah mereka yang kamu anggap
(sebagai ilah/tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah*)-pun
di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham-pun dalam
(penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang
menjadi pembantu bagi-Nya". (QS. Saba’. 22)
Sedangkan syirik dalam Uluhiyyah, yaitu beribadah atau berdo’a
kepada selain Allah. Menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah adalah dalam hal-hal
yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah, berdo’a
meminta suatu hajat atau meminta rejeki atau meminta kesembuhan penyakit kepada
orang yang sudah meninggal maupun kuburan keramat atau kepada pohon dan lainnya
(selain Allah) atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih hewan kurban,
bernadzar, dan sebagainya kepada selain Allah.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَـــٰــهُكُمْ إِلَـــٰــهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَـــٰـلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ﴿١١٠﴾
Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al
Kahfi. 110).
Saudaraku,
Karena ternyata perbuatan syirik itu benar-benar merupakan
kedholiman yang besar yang dosanya melebihi/lebih besar dari semua dosa yang
lain, maka bagaimana mungkin orang-orang yang tidak beriman itu mendapat tempat
yang terbaik di sisi Allah SWT? Sekalipun mereka adalah orang-orang yang jujur,
orang-orang yang shalih, punya solidaritas sosial, punya dedikasi, serta punya
loyalitas?
Yang terjadi justru sebaliknya. Bahwa sekalipun mereka
itu adalah orang-orang yang jujur, orang-orang yang shalih, punya solidaritas
sosial, punya dedikasi, serta punya loyalitas, namun jika mereka melakukan perbuatan
syirik, maka tak mungkin mereka bisa masuk surga dan tempat mereka adalah
neraka untuk selama-lamanya.
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِئَايَـــٰـــتِنَا وَاسْتَكْبَرُواْ عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ
أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّىٰ يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ ﴿٤٠﴾ لَهُم مِّن جَهَنَّمَ
مِهَادٌ وَمِن فَوْقِهِمْ غَوَاشٍ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الظَّــــٰـلِمِينَ ﴿٤١﴾
(40) Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi
mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta
masuk ke lobang jarum**). Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada
orang-orang yang berbuat kejahatan. (41) Mereka mempunyai tikar tidur dari api
neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al A’raaf. 40 – 41).
BERHATI-HATILAH SAAT BERBICARA MASALAH AGAMA
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa meskipun yang menyampaikan pernyataan
seperti itu adalah seorang tokoh nasional dan bergelar kyai haji sekalipun,
namun jika yang bersangkutan lebih mengedepankan akalnya/pemikirannya sendiri
dalam menilai suatu perkara tanpa mau menyandarkannya kepada Al Qur’an, maka
menurut pandangan Allah, orang-orang yang seperti itu adalah orang-orang
yang bodoh.
Terkait hal ini, Allah telah berfirman
dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 269:
يُؤتِي
الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا
كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُوْلُواْ الأَلْبَـــٰبِ ﴿٢٦٩﴾
“Allah menganugerahkan al
hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang
Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar
telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al Baqarah. 269).
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an
dalam surat Al Baqarah pada bagian akhir ayat 269 di atas:
...
وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُوْلُواْ الأَلْبَـــٰبِ ﴿٢٦٩﴾
“... Dan hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah)”. (QS. Al Baqarah. 269).
Saudaraku,
Jelas dan tegas penjelasan Al
Qur’an dalam surat Al Baqarah pada bagian akhir ayat 269 di atas, bahwa hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah
(Al Qur’an). Hal
ini menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang cerdaslah yang
dapat mengambil pelajaran dari Al
Qur’an.
Dan hal ini sekaligus juga
menunjukkan kebalikannya, bahwa hanya orang-orang yang tidak menggunakan
akalnya (alias hanya orang-orang yang bodohlah) yang tidak mau
mengambil pelajaran dari Al
Qur’an, karena mereka lebih mengedepankan kemampuannya sendiri dalam menilai
suatu perkara (tanpa menyandarkannya kepada Al Qur’an).
Oleh karena itu janganlah menuruti hawa nafsu mereka (baca
surat Al
Mu’minuun ayat 71). Dan
ikutilah/terima
dan laksanakan apapun yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya tanpa adanya tawar
menawar sedikitpun (baca surat
An Nuur ayat
51 dan surat Al Ahzaab ayat
36).
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ
أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ
أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ ﴿٧١﴾
“Andaikata kebenaran itu
menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang
ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan
mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. Al Mu’minuun. 71).
إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَـــٰـــئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya jawaban
orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul
menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: "Kami mendengar dan
kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An Nuur.
51)
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن
يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـــٰــلًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
“Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al
Ahzaab. 36)
Demikian yang bisa kusampaikan.
Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan
ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Dzarrah adalah istilah untuk
suatu partikel yang sangat kecil.
**) Dan tidak
pula mereka masuk surga hingga unta masuk, yakni jika ada unta yang dapat masuk
“ke dalam lubang jarum” maksudnya lubang yang ada pada jarum; ini kata kiasan
bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. (Tafsir Jalalain).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar