Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT. senantiasa mengingatkan manusia
agar kembali ke jalan yang benar, yaitu dengan memberi tanda-tanda/peringatan
berupa musibah-musibah/berbagai cobaan di dunia yang Allah ujikan kepada hamba-hamba-Nya agar mereka
bertaubat kepada-Nya.
Perhatikan firman Allah SWT. dalam Al Qur’an surat As
Sajdah ayat 21 berikut ini:
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
﴿٢١﴾
Dan sesungguhnya Kami
merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang
lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS.
As Sajdah. 21).
Dalam Kitab Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi,
Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy), diperoleh penjelasan sebagai
berikut: “(Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat)
yakni azab di dunia, seperti dibunuh, ditawan, ditimpa kekeringan dan paceklik
serta dilanda wabah penyakit (selain) yakni sebelum (azab yang lebih besar)
yaitu azab di akhirat (mudah-mudahan mereka) yaitu sebagian dari mereka yang
masih ada (kembali) ke jalan yang benar, yaitu beriman”. (QS. As Sajdah. 21).
Sedangkan dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh
penjelasan sebagai berikut:
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ ... ﴿٢١﴾
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang
dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat) ...”.
(As-Sajdah: 21)
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan azab yang dekat ialah
musibah-musibah di dunia, segala macam penyakit dan malapetakanya, serta semua
cobaan yang menimpa keluarganya, berupa cobaan yang biasa Allah ujikan kepada
hamba-hamba-Nya agar mereka bertaubat kepada-Nya.
Saudaraku,
Meskipun Allah
SWT. senantiasa mengingatkan manusia agar kembali ke jalan yang benar, yaitu
dengan memberi tanda-tanda/peringatan berupa musibah-musibah/berbagai cobaan di dunia yang Allah ujikan kepada hamba-hamba-Nya agar
mereka bertaubat kepada-Nya, namun jika tanda-tanda/peringatan tersebut terus dan terus diabaikan (jika mereka berpaling dari peringatan itu dan melupakannya serta
menjadikannya terbuang di belakang punggung mereka/jika mereka
tetap tidak mau mengambil pelajaran darinya), maka Allah justru akan membukakan semua
pintu-pintu kemakmuran dan
kesenangan duniawi sebagai istidraj untuk mereka.
Perhatikan penjelasan Allah SWT. dalam Al Qur’an surat Al
An’aam ayat 44 berikut ini:
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم
مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu
mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’aam. 44).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
(Maka tatkala mereka melupakan) mereka mengabaikan
(peringatan yang telah diberikan kepada mereka) nasihat dan ancaman yang telah
diberikan kepada mereka (melaluinya) yaitu dalam bentuk kesengsaraan dan
penderitaan, mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran dan nasihat darinya
(Kami bukakan) dengan dibaca takhfif dan tasydid (kepada mereka semua pintu-pintu)
yakni kesenangan-kesenangan sebagai istidraj untuk mereka (sehingga apabila
mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka) gembira yang
diwarnai rasa sombong (Kami siksa mereka) dengan azab (dengan tiba-tiba) secara
sekonyong-konyong (maka ketika itu mereka terdiam berputus-asa) mereka merasa
berputus asa dari segala kebaikan.
Tafsir Ibnu Katsir:
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ ... ﴿٤٤﴾
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan
kepada mereka ...”. (QS.
Al An’aam. 44). Maksudnya mereka berpaling dari
peringatan itu dan melupakannya serta menjadikannya terbuang di belakang
punggung mereka.
...
فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ... ﴿٤٤﴾
“... Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44). Yakni Kami bukakan bagi mereka semua pintu rezeki dari segala
jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj dari Allah buat mereka dan
sebagai pemenuhan terhadap apa yang mereka inginkan, kami berlindung kepada
Allah dari tipu muslihat-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
...
حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ ... ﴿٤٤﴾
“... sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah
diberikan kepada mereka ...”. (QS.
Al An’aam. 44). Yakni berupa harta benda yang
berlimpah, anak yang banyak, dan rezeki melimpah ruah.
...
أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً ... ﴿٤٤﴾
“... Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong ...”. (QS. Al An’aam. 44). Yaitu di saat mereka sedang lalai.
...
فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
“... maka ketika itu mereka terdiam putus asa”. (QS. Al An’aam. 44). Artinya putus harapan dari semua kebaikan.
Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-mublis artinya
orang yang putus asa. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Barang siapa yang
diberi keluasan oleh Allah. lalu ia tidak memandang bahwa hal itu merupakan
ujian baginya, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai pandangan. Dan barang
siapa yang disempitkan oleh Allah, lalu ia tidak memandang bahwa dirinya sedang
diperhatikan oleh Allah, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai
pandangan." Kemudian Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya: “Maka
tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami
pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka
dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (QS. Al An’aam. 44).
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Kaum itu telah terpedaya. Demi
Tuhan Ka'bah, mereka diberi, kemudian disiksa.' Demikianlah menurut riwayat
Ibnu Abu Hatim.
Qatadah mengatakan bahwa siksaan yang menimpa suatu kaum secara
tiba-tiba merupakan urusan Allah. Dan tidak sekali-kali Allah menyiksa suatu
kaum melainkan di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta
sedang tenggelam di dalam kesenangannya. Karena itu, janganlah kalian
teperdaya oleh ujian Allah, karena sesungguhnya tidaklah terpedaya oleh ujian
Allah kecuali hanya kaum yang fasik (durhaka). Demikianlah menurut riwayat Ibnu
Abu Hatim.
Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna
firman-Nya: “... Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka
...”. (QS.
Al An’aam. 44). Bahwa makna yang dimaksud ialah
kemakmuran dan kesenangan duniawi.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ غَيْلان، حَدَّثَنَا رِشْدِين - يَعْنِي ابْنَ
سَعْدٍ أَبَا الْحَجَّاجِ الْمَهْرِيَّ - عَنْ حَرْمَلَة بْنِ عِمْرَانَ
التُّجِيبي، عَنْ عُقْبة بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا رَأَيْتَ اللهَ
يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيْهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا
هُوَ اسْتِدْرَاج". ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ
كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا
هُمْ مُبْلِسُونَ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu
Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin (yakni Ibnu Sa'd alias Abul
Hajjaj Al-Muhri), dari Harmalah ibnu Imran At-Tajibi, dari Uqbah ibnu Muslim, dari
Uqbah ibnu Amir, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang telah bersabda: “Apabila
kamu lihat Allah memberikan kesenangan duniawi kepada seorang hamba yang gemar
berbuat maksiat terhadap-Nya sesuka hatinya, maka sesungguhnya hal itu adalah
istidraj” (membinasakannya secara perlahan-lahan). Kemudian
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membacakan firman-Nya: “Maka
tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami
pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka
dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (QS. Al An’aam. 44).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ
مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ. (رواه أحمد)
“Bila
kamu melihat Allah memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya,
padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa
hal itu adalah istidraj dari Allah.” (HR. Ahmad)
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan, bahwa sesungguhnya Allah SWT. senantiasa mengingatkan manusia
agar kembali ke jalan yang benar, yaitu dengan memberi tanda-tanda/peringatan
berupa musibah-musibah/berbagai
cobaan di dunia yang Allah ujikan kepada hamba-hamba-Nya agar mereka bertaubat
kepada-Nya.
Namun jika tanda-tanda/peringatan tersebut terus-menerus diabaikan (jika mereka berpaling dari peringatan itu dan
melupakannya serta menjadikannya terbuang di belakang punggung mereka/jika mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran darinya), maka Allah justru akan
membukakan semua pintu-pintu kemakmuran dan
kesenangan duniawi sebagai istidraj untuk mereka.
Oleh karena itu, bagi siapa saja yang sedang diberi
berbagai kemudahan dalam mendapatkan kemakmuran dan
kesenangan duniawi sedangkan yang bersangkutan terus berada dalam
kemaksiatan kepada-Nya, maka yang bersangkutan
harus bersegera datang kepada Allah (dan jangan ditunda-tunda
lagi) untuk bertaubat kepada-Nya, sebelum murka-Nya menghentikan kesombongannya. Yang bersangkutan harus
segera kembali kepada Allah
dan berserah diri kepada-Nya, yang bersangkutan juga harus
mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an) sebelum datang azab dari-Nya
dengan tiba-tiba.
قُلْ يَا
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾ وَأَنِيبُوا
إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ
الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾ وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ
إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً
وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
(53) ”Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (54). “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
(lagi)”. (55). “Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang
kamu tidak menyadarinya”, (QS. Az Zumar. 53 – 55).
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan, bahwa bagi siapa saja yang
sedang diberi berbagai kemudahan dalam mendapatkan kemakmuran dan kesenangan duniawi sedangkan
yang bersangkutan terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka yang bersangkutan harus bersegera
datang kepada Allah (dan jangan ditunda-tunda lagi) untuk
bertaubat kepada-Nya, sebelum murka-Nya
menghentikan kesombongannya. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk bersegera (dan
jangan ditunda-tunda lagi) dalam amalan yang berkenaan dengan akhirat.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلتُّؤَدَةُ
فِى كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ اِلَّا فِى عَمَلِ الْاٰخِرَةِ. (رواه ابو داود والْحَاكِمُ)
“Perlahan-lahan dalam segala hal adalah baik, kecuali dalam
amalan
yang berkenaan dengan akhirat”. (HR. Abu Dawud dan Al Hakim).
Saudaraku,
Yang bersangkutan harus
segera kembali kepada Allah
dan berserah diri kepada-Nya. Yang bersangkutan juga harus
mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an) sebelum datang azab dari-Nya
dengan tiba-tiba. Karena
jika yang bersangkutan tidak segera
kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya serta mengikuti dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an) sehingga Allah telah mendatangkan
azab dari-Nya
dengan tiba-tiba, maka
tidak ada satu pihakpun yang dapat menolongnya.
Terkait
hal ini, kita harus belajar dari kisah Fir’aun, dimana Allah telah berkali-kali
mengingatkannya melalui Nabi Musa AS. dan saudaranya Nabi Harun AS. agar kembali ke jalan yang benar, namun Fir’aun
terus-menerus berpaling dari peringatan itu.
ثُمَّ أَرْسَلْنَا مُوسَىٰ وَأَخَاهُ هَـــٰــرُونَ بِئَايَـــٰـتِنَا وَسُلْطَـــٰنٍ مُّبِينٍ ﴿٤٥﴾ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَمَلَإيْهِ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا
عَالِينَ ﴿٤٦﴾
(45) Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan
membawa tanda-tanda (kebesaran) Kami, dan bukti yang nyata, (46) kepada Fir`aun
dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah
orang-orang yang sombong. (QS. Al Mu’minuun. 45 – 46).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): (45) (Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya
Harun dengan membawa tanda-tanda kebesaran Kami, dan bukti yang nyata) hujah
yang nyata, yaitu berupa tangan, tongkat dan mukjizat-mukjizat lainnya. (46)
(Kepada Firaun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur) sombong
tidak mau beriman kepada ayat-ayat dan mukjizat-mukjizat, dan juga mereka tidak
mau beriman kepada Allah (dan mereka adalah orang-orang yang sombong) yaitu
menindas kaum Bani Israel secara lalim. (QS. Al Mu’minuun. 45 – 46).
Saudaraku,
Allah
telah berkali-kali mengingatkan Fir’aun melalui Nabi Musa AS. dan Nabi Harun
AS. agar kembali ke jalan yang benar. Namun Fir’aun terus-menerus berpaling
dari peringatan itu hingga Allah mendatangkan azab dari-Nya dengan tiba-tiba, maka tidak ada satu pihakpun yang dapat menolongnya.
وَجَـــٰـوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ
وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ ءَامَنتُ أَنَّهُ لَا إِلَـــٰهَ إِلَّا الَّذِي ءَامَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ
وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٩٠﴾ ءَآلْئَــٰنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
﴿٩١﴾
(90) Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut,
lalu mereka diikuti oleh Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya
dan menindas (mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang
dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)". (91) Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang
yang berbuat kerusakan. (QS. Yunus 90 – 91).
Saudaraku,
Taubatnya Fir’aun tidak diterima oleh Allah SWT. karena
Fir’aun baru bertaubat saat ruhnya sudah sampai di tenggorokan (Fir’aun baru
bertaubat saat sakaratul maut sudah datang menghampirinya).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhu1), dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam2),
bersabda:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه
الترمذى)
“Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla3) akan menerima taubat seorang hamba ruhnya belum
sampai di tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi).
Saudaraku,
Ada satu hal yang harus kita perhatikan, bahwa apa yang
dialami oleh Fir’aun tersebut akan terus berulang dan terus berulang (meski
dalam bentuk yang berbeda). Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kita semua
untuk mengambil pelajaran dari kisah Fir’aun tersebut. Semoga kita semua tidak
termasuk golongan orang-orang yang lengah dari tanda-tanda kekuasaan-Nya. Amin,
ya rabbal ‘alamin!
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ
خَلْفَكَ ءَايَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ ءَايَــــٰــتِنَا لَغَـــٰــفِلُونَ ﴿٩٢﴾
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu
dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS. Yunus 92).
... رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي ... ﴿١٦﴾
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah
aku." (QS. Al Qashash. 16).
... رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَـــٰـسِرِينَ ﴿٢٣﴾
Ya Tuhan
kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni
kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang
yang merugi. (QS. Al A’raaf. 23).
... رَبَّنَا ءَامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا
وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ ﴿١٠٩﴾
Ya Tuhan
kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau
adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. (QS. Al Mu’minuun. 109).
... رَبَّنَا ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ
لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا ﴿١٠﴾
Wahai
Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi
kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). (QS. Al Kahfi. 10).
Ya Tuhan
kami,
اهدِنَــــا
الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan
ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat”. (QS. Al Faatihah. 6 – 7).
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي
رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ ﴿٤٠﴾
“Ya
Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do`aku”. (QS. Ibrahim. 40).
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Radhiyallahu
'anhu artinya: semoga ridho Allah atasnya.
2) Shallallahu 'alaihi wasallam artinya: semoga Allah
memberikan shalawat dan salam kepadanya.
3) Allah ‘Azza Wa Jalla artinya:
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung.