بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Kamis, 03 Juni 2021

MENIATKAN PAHALA MEMBACA AL QUR'AN UNTUK ORANG TUA YANG SUDAH WAFAT (I)


Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (teman alumni SMPN 1 Blitar) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut: “Mas Imron, bisakah kita meniatkan pahala membaca Al Qur'an untuk orang tua kita yang sudah meninggal? Niat dan hukumnya bagaimana?”.

Tanggapan

Sebelum menanggapi pertanyaan yang saudaraku sampaikan tersebut, marilah kita perhatikan terlebih dahulu uraian berikut ini:

Saudaraku,
Pada dasarnya semua ibadah/semua perkara yang menjadi kewajiban kita itu, harus kita sendiri yang melaksanakannya, khususnya jika tidak menyangkut hak orang lain. Harus kita sendiri yang melaksanakannya, artinya tidak bisa diwakilkan/tidak bisa diwakili oleh orang lain/tidak bisa dikerjakan oleh orang lain. Salah satu contohnya adalah shalat wajib lima waktu.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَـــٰبِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ﴿٤٥﴾
”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al ’Ankabuut. 45)

Saudaraku,
Sholat wajib lima waktu adalah salah satu kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan sendiri oleh seorang muslim dan tidak boleh diwakilkan kepada siapapun. Dan karena tidak bisa diwakilkan kepada siapapun, maka sholat wajib lima waktu harus dikerjakan sendiri, semaksimal yang bisa dilakukannya/sampai batas maksimal yang bisa dikerjakannya. Artinya jika masih mampu melaksanakannya dengan berdiri, maka harus melaksanakannya dengan berdiri. Namun jika tidak mampu, boleh melaksanakannya dengan duduk. Jika dengan dudukpun tetap tidak mampu, maka boleh dengan berbaring. Dan jika dengan berbaringpun tetap tidak mampu juga, maka boleh melaksanakannya dengan isyarat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ. (رواه البخارى)
“Shalatlah engkau dalam keadaan berdiri. Jika tidak bisa, duduklah. Jika tidak mampu juga, shalatlah dalam keadaan berbaring.” (HR. al-Bukhari).

Terakhir, jika dengan isyaratpun sudah tidak mampu lagi (artinya yang bersangkutan sudah wafat), maka yang bersangkutan akan disholatkan. (Wallahu a'lam).

   Meniatkan pahala membaca Al Qur'an untuk orang tua yang sudah meninggal

Terkait masalah yang saudaraku tanyakan di atas, yaitu tentang meniatkan pahala membaca Al Qur'an untuk orang tua yang sudah wafat, ketahuilah bahwa membaca Al Qur’an dengan maksud menghadiahkan pahalanya kepada orang tua yang sudah wafat merupakan masalah yang menjadi perselisihan para ‘ulama’. Terkait hal ini, ada dua pendapat di kalangan para ‘ulama’:
1.  Perbuatan ini tidak ada tuntunannya dalam syariat Islam dan orang yang sudah wafat tidak lagi memperoleh manfaat dari bacaan Al Qur’an.
2.  Orang yang sudah wafat memperoleh manfaat dari bacaan Al Qur’an tersebut. Seseorang boleh membaca dengan niat pahalanya untuk si A atau si B yang muslim, baik ia masih kerabat atau bukan kerabat.

Saudaraku,
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, untuk keluar dari khilaf, aku sendiri lebih memilih untuk bersandar kepada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ مِن أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَٰلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. (رواه مسلم) 
“Barangsiapa menyeru (mengajak) kepada petunjuk, baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya, tidak berkurang pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru (mengajak) kepada kesesatan, atasnya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi demikian itu dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim).

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa jika ada pertanyaan: “Dari mana kita mengenal Islam dan memeluk Agama Islam?”. Tentunya kebanyakan di antara kita akan mengatakan bahwa jawabannya adalah dari orang tua kita (kecuali saudara kita yang muallaf). Nah berawal dari sinilah, akhirnya kita bisa mengetahui apa yang namanya sholat, zakat, puasa, haji, dst.

Jika kemudian hal-hal ini kita tindak-lanjuti dengan perbuatan/kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka orang tua kita juga akan mendapatkan imbalan (pahala) dari Allah, sama seperti pahala yang Allah berikan kepada kita, tanpa mengurangi pahala kita sedikitpun. Mengapa demikian? Karena berawal dari orang tua kitalah, kita mengenal Islam dan mendapatkan petunjuk. (Baca kembali penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas).

Lebih dari itu, perhatikan pula penjelasan hadits tentang terputusnya amalan seseorang (apabila yang bersangkutan telah wafat) berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ؛ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ الَّذِي يَدْعُو لَهُ. (رواه مسلم)  
“Apabila manusia telah mati, terputuslah amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim).

Saudaraku,
Pada hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan “… atau anak shalih yang membaca Al Qur’an untuknya atau shalat untuknya atau puasa untuknya”, tetapi Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…atau anak shalih yang mendo’akannya (yang berdo’a untuk kebaikannya)”.

Saudaraku,
Konteks kalimat ini berkaitan dengan amal. Hal ini menunjukkan bahwa do’a seorang anak untuk orang tuanya yang telah wafat adalah lebih baik daripada menghadiahkan amal shalih dirinya kepada keduanya.

Terlebih lagi jika hal ini kita kaitkan dengan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah berikut ini:

بَيْنَانَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَمَوْتِهِمَا؟ فَقَالَ نَعَمْ: اَلصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالْإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا. وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكرَامُ صَدِيْقِهِمَا (رواه ابو داود وابن ماجه)
Ketika kami duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tiba-tiba datang seorang dari Bani Salimah bertanya: “Ya Rasulullah, apakah ada amal untuk berbakti kepada kedua ayah atau ibu sesudah wafat keduanya?”. Jawab Rasulullah: Ya!
1.  mendo’akan keduanya*).
2.  dan meminta ampun untuk keduanya.
3.  dan memenuhi janji keduanya setelah keduanya meninggal dunia.
4.  menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin.
5.  dan memuliakan teman dekat keduanya.
(HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664).

Saudaraku,
Hadits tersebut menunjukkan bahwa kita masih tetap mempunyai kesempatan untuk berbakti kepada kedua orang tua kita manakala keduanya sudah wafat, yaitu dengan melaksanakan kelima perkara di atas.

Dan dari lima perkara di atas, yang pertama kali disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mendo’akan keduanya. Tentunya hal ini semakin menguatkan penjelasan sebelumnya, bahwa do’a seorang anak untuk orang tuanya yang telah wafat adalah lebih baik daripada menghadiahkan amal shalih dirinya kepada keduanya. Wallahu a’lam**).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
*)  Sekedar informasi, bahwa terdapat tiga makna shalat, yaitu:
   Shalat bermakna do’a.
   Shalat bermakna shalawat
   Shalat secara syar’i, adalah suatu pekerjaan/ibadah khusus yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW., yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam

   Secara bahasa, shalat itu bermakna do’a.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 103 berikut ini:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿١٠٣﴾
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan shalatlah (mendo'alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do'a) kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At Taubah. 103).

Dalam ayat tersebut, shalat yang dimaksud sama sekali bukan dalam makna syariat, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdo’a.

   Shalat bermakna shalawat
Terkait hal ini, perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Ahzaab ayat 56 berikut ini:

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٥٦﴾
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al Ahzaab. 56).

   Shalat secara syar’i, adalah suatu pekerjaan/ibadah khusus yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam

Terkait masalah shalat (secara syar’i), perhatikan penjelasan 2 hadits berikut ini:

Dari Malik Ibnul Huwairits radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي. (رواه البخارى)
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat shalatku.” (HR. Al-Bukhari).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: {إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ. ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَا ئِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ سْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا}. أَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ وَلإِبْنِ مَاجَهْ بِإِسْنَادِ مُسْلِمٍ: {حَتَّى تَطْمَئِنَّ قَائِمًا}.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap qiblat, lalu bertakbir, bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an, kemudian ruku’lah secara thuma’ninah, lalu bangkit sampai lurus berdiri, kemudian sujud sampai thuma’ninah, kemudian bangkit hingga duduk dengan thuma’ninah, kemudian sujud kembali hingga thuma’ninah, kemudian lakukanlah yang demikian itu pada shalatmu seluruhnya”. Dikeluarkan oleh tujuh dan ini lafadz Al Bukhari. Dan riwayat Ibnu Majah dengan sanad Muslim: “Hingga berdiri dengan thuma’ninah”. (Shahih, diriwayatkan oleh Al Bukhari (6251) dalam Al Istidzaan, Muslim (397) dalam Ash Shalaah, Abu Dawud (856) dalam Ash Shalaah, At Tirmidzi (303) dalam Abwaab Ash Shlaah, An Nasa’i (884), Ibnu Majah (1060) dalam Iqaamatush ash Shalaah was Sunnah fiha, Ahmad (9352). At Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih”).

**) Pada tulisan di atas, ku-akhiri dengan kalimat: ”Wallahu a'lam”. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ilmu-ku adalah sangat terbatas.

... وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
 “... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).

Sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang sebenarnya, tentunya hanya Allah semata. Karena Pengetahuan Allah adalah tidak terbatas/meliputi segala sesuatu.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا ﴿١١٠﴾
“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”. (QS. Thaahaa. 110).

اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞