Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudara seiman dari Madura telah menyampaikan
pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut:
Mohon maaf Pak Imron,
perihal istidraj dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 44, apakah
istidjrat itu diberikan Allah kepada orang yang divonis sudah tidak mau
menerima kebenaran setelah Allah telah maksimal memberi peringatan?. Karena di dalam ayat itu ada
bagian kalimat (ayat):
(Maaf dengan alih kalimat, mudah-mudahan tidak mengubah maksud ayat)
1. Bersenang-senang
dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan yang
telah diberikan.
2. Maka dibuka pintu-pintu kesenangan
(kemaksiatan).
3. Sehingga apabila mereka bergembira (dalam kemaksiatan), maka mereka disiksa dengan sekonyong-konyong.
Dengan ayat tersebut apa bisa dimaknai bahwa orang yang
mendapat istidjrat sudah tidak dapat kembali ke jalan yang benar karena
berhentinya istidjrat itu karena datangnya siksa yang sekonyong-konyong dan
tertutup taubat baginya meskipun menyadarinya”. Mohon ma'af Pak imron,
mohon penjelasan
singkat dalam hal ini.
Saudaraku,
Berikut ini firman Allah SWT. dalam Al Qur’an surat Al
An’aam ayat 44:
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم
مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu
mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’aam. 44).
Dalam pesan yang saudaraku sampaikan via WhatsApp di
atas, saudaraku mengatakan bahwa
di dalam ayat itu ada
bagian kalimat (ayat):
1. Bersenang-senang
dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan yang
telah diberikan.
2. Maka dibuka pintu-pintu kesenangan
(kemaksiatan).
3. Sehingga apabila mereka bergembira (dalam kemaksiatan), maka mereka disiksa dengan sekonyong-konyong.
Mari kita kaji satu per satu apa yang telah saudaraku
sampaikan tersebut.
1. Saudaraku mengatakan bahwa di dalam ayat itu ada
bagian kalimat (ayat): “Bersenang-senang dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan yang
telah diberikan”.
Saudaraku,
Yang benar adalah bahwa: “tatkala mereka melupakan
peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua
pintu-pintu kesenangan untuk mereka”.
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al An’aam
pada bagian awal ayat 44 berikut ini:
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ... ﴿٤٤﴾
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan
kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44).
Jadi yang saudaraku sampaikan tersebut terbalik. Bukan
karena mereka bersenang-senang dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan yang telah diberikan, namun karena mereka
melupakan peringatan yang telah diberikan Allah kepada mereka (karena mereka berpaling dari peringatan itu/jika mereka
tetap tidak mau mengambil pelajaran dari peringatan itu), maka Allah-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka.
Sekali lagi kusampaikan, bahwa yang benar adalah karena mereka
terus-menerus melupakan peringatan yang telah diberikan Allah kepada mereka, maka
(dengan sebab perbuatan mereka yang terus-menerus melupakan peringatan Allah
tersebut) justru Allah bukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka.
Terkait hal ini, dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir diperoleh
penjelasan sebagai berikut:
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ ... ﴿٤٤﴾
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan
kepada mereka ...”. (QS.
Al An’aam. 44). Maksudnya mereka berpaling dari
peringatan itu dan melupakannya serta menjadikannya terbuang di belakang punggung
mereka.
... فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ... ﴿٤٤﴾
“... Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44).
Yakni Kami bukakan bagi mereka semua
pintu rezeki dari segala jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj
dari Allah buat mereka.
2. Saudaraku mengatakan bahwa di dalam ayat itu ada
bagian kalimat (ayat): “Maka
dibuka pintu-pintu
kesenangan (kemaksiatan)”.
Saudaraku,
Yang dimaksud dengan
pintu-pintu
kesenangan tersebut bukanlah pintu-pintu kemaksiatan. Namun
yang benar adalah pintu-pintu kesenangan duniawi (yakni berupa harta benda yang berlimpah, anak yang
banyak, serta rezeki yang melimpah ruah) sebagai istidraj untuk mereka. Dibukanya pintu-pintu kesenangan
duniawi tersebut karena perbuatan mereka yang terus-menerus melupakan
peringatan Allah (karena perbuatan mereka yang terus-menerus berada dalam
kemaksiatan kepada-Nya)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
إِذَا
رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ
مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ. (رواه أحمد)
“Bila kamu melihat Allah memberi hamba dari
(perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan
kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj dari Allah.” (HR.
Ahmad.)
Terkait hal ini, dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir diperoleh
penjelasan sebagai berikut:
... فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ... ﴿٤٤﴾
“... Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44).
Yakni Kami bukakan bagi mereka semua
pintu rezeki dari segala jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj
dari Allah buat mereka.
Sedangkan dalam Kitab Tafsir Jalalain (Jalaluddin
As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy), diperoleh penjelasan
sebagai berikut:
{ فَلَمَّا نَسُواْ } تركوا { مَا ذُكِّرُواْ
} وُعِظُوا وخُوِّفوا { بِهِ } من البأساء والضرّاء فلم يتعظوا { فَتَحْنَا }
بالتخفيف والتشديد { عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ } من النعم استدراجًا لهم
(Maka tatkala mereka
melupakan) mereka mengabaikan (peringatan yang telah diberikan kepada mereka)
nasihat dan ancaman yang telah diberikan kepada mereka (melaluinya) yaitu dalam
bentuk kesengsaraan dan penderitaan, mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran
dan nasihat darinya (Kami bukakan) dengan dibaca takhfif dan tasydid (kepada
mereka semua pintu-pintu) yakni kesenangan-kesenangan sebagai istidraj untuk
mereka.
3. Saudaraku mengatakan bahwa di dalam
ayat itu ada bagian kalimat (ayat): “Sehingga apabila mereka bergembira (dalam
kemaksiatan), maka mereka disiksa dengan sekonyong-konyong”.
Saudaraku,
Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa yang dimaksud dengan bergembira di sini bukanlah bergembira dalam
kemaksiatan. Namun bergembira dengan berbagai kesenangan duniawi (yakni berupa harta benda yang berlimpah, anak yang banyak, serta rezeki yang
melimpah ruah)
sebagai istidraj untuk mereka. Mereka dibiarkan bergembira dengan berbagai kesenangan
duniawi tersebut sehingga di saat mereka sedang lalai,
Allah siksa mereka dengan sekonyong-konyong sehingga mereka putus harapan dari
semua kebaikan. Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh penjelasan
sebagai berikut:
... أَخَذْنَـــٰــهُم بَغْتَةً ... ﴿٤٤﴾
“... Kami siksa
mereka dengan sekonyong-konyong ...”. (Al-An'am: 44). Yaitu di saat
mereka sedang lalai.
... فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
“... maka ketika
itu mereka terdiam putus asa”. (Al-An'am: 44). Artinya putus
harapan dari semua kebaikan.
وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـئَـايَـــٰــتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
﴿١٨٢﴾
Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami, nanti Kami lakukan istidraj terhadap mereka (nanti Kami akan
menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan), dengan cara yang
tidak mereka ketahui. (QS. Al-A'raaf. 182).
~~~~~
Dalam pesan yang telah saudaraku sampaikan via WhatsApp
di atas, saudaraku menanyakan apakah dengan ayat tersebut bisa dimaknai bahwa
orang yang mendapat istidjrat sudah tidak dapat kembali ke jalan yang benar karena
berhentinya istidjrat itu adalah datangnya siksa yang sekonyong-konyong dan
tertutup taubat baginya meskipun yang bersangkutan menyadarinya?
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa seorang hamba
tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, bagaimanapun besarnya dosa-dosanya,
karena sesungguhnya pintu rahmat dan pintu taubat itu sangatlah luas, jauh
lebih luas dari yang kita pikirkan. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat
At Taubah ayat 104 berikut ini:
أَلَمْ يَعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ
عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَــــٰـتِ وَأَنَّ اللهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿١٠٤﴾
Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima
taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang? (QS. At Taubah. 104).
Saudaraku,
Perhatikan pula penjelasan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi serta penjelasan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad berikut ini:
Dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu,
beliau mengatakan:
سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا
دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي،
يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ
اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ
أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي
شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً. (رواه الترمذى)
Saya mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai Bani Adam, sesungguhnya selama
engkau berdo’a
kepada-Ku, mengharapkan-Ku, niscaya Aku beri ampun kepadamu atas apa yang ada
padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai
langit kemudian kamu minta ampun kepada-Ku niscaya Aku beri ampunan kepadamu,
dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, sungguh, seandainya engkau datang
kepada-Ku membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam
keadaan tidak menyekutukan Aku dengan apapun, pasti Aku datang kepadamu dengan
membawa ampunan sepenuh itu juga.” (HR. At-Tirmidzi)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ عَبْدُ الْمُؤْمِنِ بْنُ
عُبَيْدِ اللهِ ، حَدَّثَنِي أَخْشَنُ السَّدُوسِيُّ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم يقول:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَخْطَأْتُمْ حَتَّى تَمْلَأَ
خَطَايَاكُمْ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، ثُمَّ اسْتَغْفَرْتُمُ اللهَ
لَغَفَرَ لَكُمْ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ لَمْ تُخْطِئُوا
لَجَاءَ اللهُ بِقَوْمٍ يُخْطِئُونَ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُونَ اللهَ فَيَغْفِرُ
لَهُمْ". (رواه أحمد)
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Nu'man, telah menceritakan kepada kami
Abu Ubaidah Abdul Mu'min ibnu Ubaidillah As-Saddi, telah menceritakan kepadaku
Hasan As-Sadusi yang mengatakan bahwa ia masuk mengunjungi Anas ibnu Malik
r.a., lalu Anas berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaannya, sekiranya kalian berbuat kesalahan sehingga kesalahan
kalian memenuhi antara langit dan bumi, kemudian kalian mohon ampun kepada
Allah SWT., niscaya Dia memberi ampun bagi kalian. Dan demi Tuhan yang jiwa
Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sekiranya kalian tidak
berbuat kesalahan (dosa), tentulah Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang berbuat kesalahan, kemudian mereka mohon ampun kepada Allah, maka Allah
memberi ampun bagi mereka. (HR. Imam Ahmad).
Saudaraku,
Ketahuilah pula bahwa sesungguhnya Allah sangat menyukai hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya. Sehingga tidak
pantas bagi seorang hamba untuk berputus asa dari
rahmat Allah, bagaimanapun besarnya dosa-dosanya. Perhatikan penjelasan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad serta
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
ad-Darimi berikut ini:
قَالَ عَبْدُ اللهِ ابْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ
الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ النَّرسِي، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ،
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ مَسْلَمَةُ الرَّازِيُّ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو
الْبَجَلِيِّ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِيِّ، عَنْ أَبِي
جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ، عَنْ
أَبِيهِ، عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ
الْمُفَتَّنَ التَّوَّابَ". (رواه أحمد)
Abdullah ibnu Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul A'la ibnu Hammad
Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Abu Abdullah alias Maslamah ibnu Abdullah Ar-Razi,
dari Abu Amr Al-Bajali, dari Abdul Malik ibnu Sufyan As-Saqafi, dari Abu Ja'far
alias Muhammad ibnu Ali, dari Muhammad ibnul Hanafiyyah, dari ayahnya (yaitu
Ali ibnu AbuTalib r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai hamba
yang teperdaya oleh dosa lagi suka bertobat”. (HR. Imam Ahmad).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ
بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap bani Adam banyak
melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang banyak
bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Darimi)
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, nampaklah bahwa seorang hamba tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah,
bagaimanapun besarnya dosa-dosanya, karena sesungguhnya pintu rahmat dan pintu
taubat itu sangatlah luas. Dan hal ini tentu saja juga berlaku bagi siapa saja
yang kena istidraj, selama dia segera menyadarinya sebelum azab datang
kepadanya hingga sakaratul maut datang menghampirinya.
Terkait hal ini, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah
Fir’aun. Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh penjelasan sebagai
berikut:
Setelah semua pasukan berada di
dalam laut tanpa ada yang ketinggalan, dan yang terdepan dari seluruh rombongan
mereka hampir sampai di tepi laut yang lainnya, maka Allah Yang Maha Kuasa memerintahkan
kepada laut agar menutup dan menelan mereka. Maka laut menelan mereka semuanya
tanpa ada seorang pun dari mereka yang selamat. Ombak laut mengombang-ambingkan
mereka, mencampakkan dan membantingnya, menelan Fir'aun dan mengungkungnya
sehingga Fir'aun menghadapi sakaratul maut. Maka pada saat itu juga
Fir'aun berkata, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
... قَالَ ءَامَنتُ أَنَّهُ لَا إِلـــٰــهَ
إِلَّا الَّذِي ءَامَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
﴿٩٠﴾
... berkatalah dia: “Saya
percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil,
dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. Yunus.
90).
Saudaraku,
Fir'aun baru beriman di saat
iman tiada manfaatnya lagi baginya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا
قَالُوا ءَامَنَّا بِاللهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ
﴿٨٤﴾ فَلَمْ يَكُ يَنفَعُهُمْ إِيمَــــٰـــنُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّتَ اللهِ
الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَـــٰــفِرُونَ ﴿٨٥﴾
(84) Maka tatkala mereka melihat
azab Kami, mereka berkata: "Kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami
kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah. (85)
Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa
Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di
waktu itu binasalah orang-orang kafir. (QS. Ghafir. 84 – 85).
Karena itulah Allah SWT.
berfirman dalam menjawab Fir'aun yang telah mengatakan kata-kata tersebut,
yaitu:
اٰۤلْــئٰــنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ ... ﴿٩١﴾
“Apakah sekarang (baru kamu
percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, ...”. (QS.
Yunus. 91).
~~~~~
Saudaraku,
Taubatnya Fir’aun tidak diterima oleh Allah karena
setelah ombak laut mengombang-ambingkan, mencampakkan dan membantingnya,
menelan Fir'aun dan mengungkungnya sehingga Fir'aun menghadapi sakaratul maut
(taubatnya Fir’aun tidak diterima oleh Allah karena sakaratul sudah datang
menghampirinya/karena ruhnya sudah sampai di tenggorokannya). Perhatikan
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi berikut
ini:
Dari Ibnu Umar r.a, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه
الترمذى)
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa
Jalla akan
menerima taubat seorang hamba selama ruhnya belum sampai di tenggorokan.” (HR.
At-Tirmidzi).
Saudaraku,
Hal ini menunjukkan bahwa setiap hamba yang berdosa (termasuk
yang sedang terkena istidraj) masih tetap berkesempatan untuk mendapatkan
ampunan dari Allah selama yang bersangkutan segera menyadarinya dan
menindaklanjutinya dengan segera bergegas untuk bertaubat kepada-Nya sebelum datang azab kepadanya
dengan tiba-tiba sehingga dia tidak
dapat ditolong lagi.
وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ
الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾ وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ
إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً
وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
(54) Dan
kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang
azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (55) Dan ikutilah
sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab
kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, (QS. Az Zumar. 54 – 55).
Sedangkan apabila azab sudah terlanjur datang kepadanya
(apabila azab sudah datang menimpanya hingga sakaratul maut datang
menghampirinya), maka yang bersangkutan sudah tidak mungkin lagi mendapatkan
ampunan dari Allah sehingga yang bersangkutan hanya bisa terdiam berputus asa.
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh penjelasan
sebagai berikut:
... أَخَذْنَـــٰــهُم بَغْتَةً ... ﴿٤٤﴾
“... Kami siksa
mereka dengan sekonyong-konyong ...”. (Al-An'am: 44). Yaitu di saat
mereka sedang lalai.
... فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
“... maka ketika
itu mereka terdiam putus asa”. (Al-An'am: 44). Artinya putus
harapan dari semua kebaikan.
وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـئَـايَـــٰــتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
﴿١٨٢﴾
Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami, nanti Kami lakukan istidraj terhadap mereka (nanti Kami akan
menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan), dengan cara yang
tidak mereka ketahui. (QS. Al-A'raaf. 182).
Demikian yang bisa kusampaikan.
Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan
ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
Berikut ini Tafsir Jalalain surat An’aam ayat 44 selengkapnya:
{ فَلَمَّا نَسُواْ } تركوا { مَا ذُكِّرُواْ
} وُعِظُوا وخُوِّفوا { بِهِ } من البأساء والضرّاء فلم يتعظوا { فَتَحْنَا }
بالتخفيف والتشديد { عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ } من النعم استدراجًا لهم
{ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ } فَرَحَ بَطَرٍ { أَخَذْنَاهُم }
بالعذاب { بَغْتَةً } فجأة { فَإِذَا هُمْ مُّبْلِسُونَ } آيسون من كل خير.
(Maka tatkala mereka melupakan) mereka mengabaikan
(peringatan yang telah diberikan kepada mereka) nasihat dan ancaman yang telah
diberikan kepada mereka (melaluinya) yaitu dalam bentuk kesengsaraan dan
penderitaan, mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran dan nasihat darinya
(Kami bukakan) dengan dibaca takhfif dan tasydid (kepada mereka semua
pintu-pintu) yakni kesenangan-kesenangan sebagai istidraj untuk mereka
(sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada
mereka) gembira yang diwarnai rasa sombong (Kami siksa mereka) dengan azab
(dengan tiba-tiba) secara sekonyong-konyong (maka ketika itu mereka terdiam
berputus-asa) mereka merasa berputus asa dari segala kebaikan. (Tafsir Jalalain surat An’aam
ayat 44).