Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang muallaf telah menyampaikan
pesan via messenger sebagai berikut:
Hari ini saya
benar-benar lemes dan
pasrah, nggak
tahu harus bagaimana.
Pas dibagi order untuk
1 minggu bawa bos-bos bank QNB dari Qatar untuk
pembukaan kantor barunya,
hari ini ibu saya
jatuh sakit dan entah sampai
kapan di rawatnya.
Rumah
sakit minta uang jaminan Rp 7 juta. Kontrakan sudah 9 bulan belum terbayar. Hari
ini saya nggak kerja, artinya besok nggak tahu bagaimana untuk biaya makan kami
sekeluarga. Lalu anak yatim saya butuh laptop buat keperluan sekolahnya, karena
zaman sekarang sekolah harus pake laptop, pun juga untuk ujiannya.
Asli, baru
hari ini saya benar-benar lemes, nggak tahu harus bagaimana dan kemana untuk
melangkah. Mohon do’anya selalu, agar Allah mudahkan semuanya untuk kami
sekeluarga. Dan dikuatkan iman Islam kami dan selalu istiqomah di jalan-Nya.
Aamiin.
Tanggapan
Saudaraku,
Aku berdo’a semoga ibu saudaraku lekas
diberi kesembuhan dari sakit-nya.
Semoga ibu saudaraku
diberi kesabaran dalam menerima cobaan ini. Karena Allah akan memberikan berita
gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu dengan memberikan surga untuknya.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفِ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّــــٰـبِرِينَ ﴿١٥٥﴾ الَّذِينَ إِذَا أَصَـــٰـــبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّٰهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ ﴿١٥٦﴾ أُولَـــٰـــئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ
وَأُولَـــٰـــئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ ﴿١٥٧﴾
(155) Dan sungguh akan
Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar, (156) (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillaahi wa
innaa ilaihi raaji`uun”*) (157) Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah. 155 – 157).
Sedangkan janji Allah itu
pasti, sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an
surat At Taubah pada bagian tengah ayat 111 berikut ini:
... وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ ...﴿١١١﴾
"... Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At
Taubah. 111).
Dan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya,
sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum pada bagian
tengah ayat 6
berikut
ini:
... لَا يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ ... ﴿٦﴾
"...
Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, ...”. (QS. Ar Ruum. 6).
Sedangkan dalam beberapa hadits berikut ini, diperoleh keterangan sebagai
berikut:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ. (رواه البخارى)
“Barangsiapa yang Allah
kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR.
Al
Bukhari(.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا
ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.
(رواه الترمذى)
“Sesungguhnya besarnya balasan
itu tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allah mencintai
satu kaum, Ia akan menguji mereka. Barang siapa ridha (dengan ujian tersebut),
dia akan mendapatkan keridhaan (dari Allah), sedangkan barang siapa yang murka,
dia juga akan mendapatkan kemurkaan (dari Allah).” (HR. At-Tirmidzi).
Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَا
يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حَزَنٍ وَلَا
أَذًى وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا
مِنْ خَطَايَاهُ. (رواه البخارى ومسلم)
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu kepayahan,
penyakit, kegalauan, kesedihan, gangguan ataupun kegundahan, hingga duri yang
mengenainya, kecuali Allah akan menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan
musibah itu.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Tanggapan beliau: “Ibu saya masih non-muslim,
Pak Imron”.
Saudaraku,
Pada dasarnya kita kaum muslimin tidak dilarang untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang non-muslim yang tiada
memerangi kita karena agama dan tidak pula mengusir kita dari negeri kita
(non-muslim yang bersikap baik kepada kita). Demikian penjelasan Al Qur’an surat Al Mumtahanah ayat 8:
لَا يَنْهَـــٰــكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَــٰــتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَـــٰــرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾
”Allah tiada melarang kamu
untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al Mumtahanah. 8).
Saudaraku,
Dalam konteks hubungan
sosial-kemasyarakatan, pergaulan dengan non-muslim (apapun agamanya) tidaklah
dilarang dalam agama Islam, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Mumtahanah di
atas. Dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka, hal ini justru bisa
kita jadikan sebagai sarana untuk mengenalkan Islam kepada mereka sehingga akan
timbul rasa simpati di hati mereka dan tidak muncul dugaan negatif kepada Islam,
karena sesungguhnya Islam itu tidak identik dengan kekerasan. (Semoga Allah menjadikan kita
sebagai jalan hidayah bagi orang lain. Amin, ya rabbal ‘alamin!).
Meskipun demikian, dalam urusan
aqidah/keyakinan,
sesungguhnya antara yang muslim dengan non-muslim harus ada batas pemisah yang jelas. Dalam
urusan aqidah/keyakinan,
biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan
masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama**, tidak boleh ada intervensi***
(campur tangan) dari pihak lain. Demikian penjelasan Al Qur’an surat Al
Kaafiruun ayat 6:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al
Kaafiruun: 6).
Saudaraku,
Terkait dengan permohonan
do’a yang ingin disampaikan kepada non-muslim, tentunya kita harus lebih
berhati-hati. Tidak sembarang do’a boleh kita sampaikan kepada non-mulim.
Terhadap mereka yang non-muslim, sebaiknya kita do’akan agar mereka mendapat
hidayah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dimana Beliau pernah berdo’a agar Allah memberi hidayah
kepada salah seorang dari dua lelaki, yaitu Abu Jahal atau Umar bin Al-Khattab.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
بَشَّارٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ
حَدَّثَنَا خَارِجَةُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ
عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ
بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basyar dan Muhammad bin Rafi' keduanya berkata; telah menceritakan
kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi telah menceritakan kepada kami Kharijah bin
Abdullah Al Anshari dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam pernah berdoa: "Ya Allah, muliakanlah Islam
dengan salah satu diantara kedua orang yang paling Engkau cintai, Abu Jahal
atau Umar bin Khaththab." Ibnu Umar berkata; "Dan ternyata yang lebih
Allah cintai di antara keduanya adalah Umar bin Khaththab." Abu Isa
berkata; "Hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib dari hadits Ibnu
Umar."(HR. Tirmidzi no. 3614).
Terkait ibunda
saudaraku yang saat ini jatuh
sakit dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit,
maka sebagai seorang hamba, kita hanya bisa berdo’a semoga beliau masih bisa
diberi kesembuhan sehingga pada akhirnya beliau bisa mendapatkan kesuksesan
dalam hidupnya yang jauh lebih baik daripada yang telah beliau raih
selama ini. (Tentunya tiada yang lebih baik daripada yang telah beliau raih
selama ini, selain mendapat hidayah dari Allah dan menemukan Islam di hari
tuanya).
Dengan kita do’akan agar beliau
masih bisa diberi kesembuhan (serta diberi panjang umur dan kesehatan) maka
peluang untuk mendapatkan hidayah masih terbuka (jadi ujung-ujungnya kita
berdo’a agar beliau diberi hidayah). Sedangkan jika beliau telah wafat dalam
keadaan tidak beriman, maka beliau akan tetap dalam kekafiran untuk
selama-lamanya. (Na’udzubillahi mindzalika!).
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ
السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ
أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْـئَــٰنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـــٰـــئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٨﴾
”Dan tidaklah taubat itu
diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga
apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan:
"Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima
taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi
orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).
Sedangkan apabila kita
mendo’akan agar beliau mendapat ampunan dari Allah, maka ini adalah perbuatan
terlarang.
Saudaraku,
Kita kaum muslimin tidak
diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita. Demikian penjelasan
Al Qur’an surat
At Taubah ayat 113 serta ayat 114:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ ءَامَنُواْ أَن
يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَـــٰبُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang
beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS. At
Taubah. 113).
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا
عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّٰهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
﴿١١٤﴾
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk
bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya
kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah
musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”. (QS. At Taubah. 114).
Tanggapan beliau: “Terimakasih,
Pak Imron”.
Saudaraku yang dicintai Allah,
Membaca pesan yang saudaraku
sampaikan di atas,
seolah tak percaya akan kesabaran dan ketabahan saudaraku dalam menghadapi
cobaan yang teramat berat ini. Semoga kesabaran dan ketabahan saudaraku
tersebut, dilihat oleh Allah SWT. sebagai
amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan saudaraku kepada-Nya. Amin, ya
rabbal ‘alamin!
Saudaraku,
Dalam
surat Al ‘Ankabuut ayat 2 – 3, diperoleh penjelasan bahwa tidaklah
seseorang itu menyatakan telah beriman, kecuali akan Allah berikan ujian
kepadanya sehingga bisa dibedakan antara orang-orang yang benar dalam
keimanan mereka dengan orang-orang yang dusta dalam keimanannya (dan Allah
adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui).
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ
صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
(2) Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (3) Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS.
Al ‘Ankabuut. 2 – 3).
Tafsir
Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
(2) (Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
saja mengatakan) mengenai ucapan mereka yang mengatakan, ("Kami telah
beriman", sedangkan mereka tidak diuji lagi?) diuji lebih dulu dengan
hal-hal yang akan menampakkan hakikat keimanan mereka. Ayat ini diturunkan
berkenaan dengan orang-orang yang masuk Islam, kemudian mereka disiksa oleh
orang-orang musyrik.
(3) (Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar) di dalam
keimanan mereka dengan pengetahuan yang menyaksikan (dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta) di dalam keimanannya. (QS. Al
‘Ankabuut. 2 – 3).
Bahkan beragam ujian juga menimpa para nabi dan rasul,
orang-orang yang shiddiq (jujur keimanannya), para syuhada (yang mati
syahid), serta hamba-hamba-Nya yang saleh dan yang beriman, yang mulia
disisi-Nya.
أَمْ حَسِبْتُمْ
أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم
مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللهِ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيبٌ ﴿٢١٤﴾
“Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. Al Baqarah. 214).
Tafsir
Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
Ayat berikut
diturunkan mengenai susah payah yang menimpa kaum muslimin: (Ataukah),
maksudnya apakah (kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga. Padahal belum)
maksudnya belum (datang kepadamu seperti) yang datang (kepada orang-orang yang
terdahulu sebelum kamu) di antara orang-orang beriman berupa bermacam-macam
cobaan, lalu kamu bersabar sebagaimana mereka bersabar? (Mereka ditimpa oleh);
kalimat ini menjelaskan perkataan yang sebelumnya (malapetaka), maksudnya
kemiskinan yang memuncak, (kesengsaraan) maksudnya penyakit, (dan mereka
diguncang) atau dikejutkan oleh bermacam-macam bala, (hingga berkatalah) baris
di atas atau di depan artinya telah bersabda (Rasul dan orang-orang yang
beriman yang bersamanya) yang menganggap terlambatnya datang bantuan disebabkan
memuncaknya kesengsaraan yang menimpa mereka, ("Bilakah) datangnya
(pertolongan Allah) yang telah dijanjikan kepada kami?" Lalu mereka
mendapat jawaban dari Allah, ("Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah
itu amat dekat") kedatangannya. (QS. Al Baqarah. 214).
Saudaraku,
Nampaklah sekarang, bahwa ternyata saudaraku tidaklah
sendiri. Karena ternyata beragam ujian juga menimpa para nabi dan rasul,
orang-orang yang shiddiq, para syuhada, serta hamba-hamba-Nya yang saleh dan
yang beriman, yang bahkan jika kita mau jujur,
beragam cobaan yang menimpa saudaraku (dan juga kita semua) tidaklah bisa
dibandingkan dengan ujian yang menimpa mereka orang-orang yang mulia disisi-Nya.
Jika sudah demikian (dengan
melihat fakta-fakta di atas), semoga saudaraku akan bisa lebih tegar dalam menghadapi
cobaan yang teramat berat ini, sehingga semangat hidup-pun dapat
tumbuh kembali.
Lebih dari itu, ketahuilah bahwa adanya cobaan yang
teramat berat yang menimpa saudaraku tersebut, hal ini justru menunjukkan betapa Allah teramat sayang kepada saudaraku
karena Allah telah menghendaki kebaikan
bagi saudaraku.
Saudaraku,
Adakah yang lebih beruntung
daripada orang yang Allah kehendaki kebaikan bagi dirinya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ. (رواه البخارى)
“Barangsiapa yang Allah
kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR.
Al
Bukhari(.
Disamping itu semua, jika pada saat ini saudaraku ditimpa
cobaan yang teramat berat, maka ketahuilah bahwa hal ini sekaligus juga
menunjukkan betapa kuatnya agama saudaraku. Mengapa demikian?
Karena seseorang itu akan diberi cobaan oleh Allah SWT. sesuai
dengan keadaan agamanya. Jika
agamanya kuat, Allah SWT. akan berikan kepadanya cobaan yang berat. Sedangkan jika agamanya masih
lemah, ia juga akan
diuji sesuai dengan agamanya. Sehingga jika pada saat ini saudaraku ditimpa cobaan
yang teramat berat, hal ini sekaligus juga menunjukkan betapa kuatnya agama
saudaraku.
وَأَيُّ
النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ
فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ
صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ
عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ
يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling keras dikenai cobaan?” Jawab beliau, “Para nabi, lantas yang
semisal, dan yang semisal. Seseorang akan tertimpa cobaan sesuai dengan keadaan
agamanya. Jika agamanya kuat, cobaan itu pun keras. Jika agamanya masih lemah,
ia akan diuji sesuai dengan agamanya. Tiadalah cobaan itu senantiasa menimpa
seorang hamba sampai ia meninggalkan si hamba berjalan di muka bumi tanpa ada
dosa padanya.” (HR. At-Tirmidzi,
hadits dari Mush’ab bin Sa’d, dari ayahnya).
Berbahagialah engkau wahai saudaraku, karena dalam hal
ini bukan aku yang menilai, namun yang menilai adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (baca kembali hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di
atas).
Sedangkan segala yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (termasuk dalam hal ini), tidak lain adalah wahyu semata.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkata-kata tidaklah mengikuti
hawa nafsunya, melainkan dibimbing oleh wahyu yang diturunkan kepada Beliau.
قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ
الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ ﴿٤٥﴾
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya
memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang
yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan" (QS. Al
Anbiyaa’. 45).
Saudaraku,
Terkait cobaan yang teramat berat yang menimpa saudaraku
tersebut, perhatikan pula penjelasan Allah dalam surat Al Baqarah ayat 286 berikut ini:
لَا يُكَلِّفُ
اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا...
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ...”.
(QS. Al Baqarah ayat 286).
Berdasarkan ayat tersebut,
sebenarnya kita juga bisa berpikir dari arah sebaliknya. Artinya, ayat tersebut
sebenarnya juga menunjukkan bahwa seberat apapun
beban hidup yang saat ini sedang mendera kita, pasti Allah telah siapkan bekal
kepada kita untuk menghadapinya. Bukankah: ”Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya?”
Dengan demikian, jika pada
saat ini saudaraku sedang mendapati adanya cobaan yang teramat berat, masalah
demi masalah yang datang silih berganti, serta kesulitan demi kesulitan yang seolah datang tiada henti,
maka tidak sepantasnya bagi saudaraku (dan juga bagi kita semua)
untuk mengeluhkannya. Karena dalam hal ini, pasti Allah telah siapkan bekal
kepada kita untuk menghadapinya.
Dengan kata lain, jika pada
saat ini saudaraku sedang mendapati adanya cobaan yang teramat berat, masalah
demi masalah yang datang silih berganti, serta kesulitan demi kesulitan yang seolah datang tiada henti,
maka hal itu semua justru sebagai pertanda bahwa Allah SWT.
hendak memberikan kebaikan/nikmat/kekuatan/kemudahan/rezeki kepada saudaraku.
Saudaraku,
Jika cara berpikir kita
seperti ini, tentunya tidak ada alasan sedikitpun bagi kita untuk mengeluh,
bagaimanapun situasi/kondisi yang sedang kita hadapi. Yang terjadi justru
sebaliknya. Apalagi jika hal ini kita kaitkan dengan salah satu hadits qudsi dimana Ahmad, Ibn Majah dan Albaihaqi meriwayatkan,
bahwa Allah berfirman: “Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.
Jika ia berprasangka baik, maka untung baginya. Dan jika berprasangka buruk,
maka ia akan terkena bahayanya”.
Oleh
karena itu, jadilah mukmin yang kuat (dalam menjalani beragam ujian yang sedang
menimpa), karena mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih disukai oleh
Allah daripada orang mukmin yang lemah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ
إِلَى اللهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا
يَنْفَعُكَ وَلَا تَعْجِزْ فَإِنْ غَلَبَكَ أَمْرٌ فَقُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا
شَاءَ فَعَلَ وَإِيَّاكَ وَاللَّوْ فَإِنَّ اللَّوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.
(رواه ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu sampai kepadanya berita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada
orang mukmin yang lemah. Dan dalam masing-masing (sifat itu) terdapat kebaikan.
Maka bersungguh-sungguhlah kamu terhadap sesuatu yang bermanfaat, dan janganlah
merasa lemah. Jika suatu perkara mengalahkanmu, maka katakanlah, 'Ketentuan
(qadar) Allah (telah menentukan), dan apa yang Allah kehendaki, tentu Dia akan
melaksanakannya.' Dan jauhkanlah ucapan, "Seandainya." Karena ucapan,
"Seandainya," membuka (peluang) pekerjaan syetan." (HR. Ibnu Majah).
وَاصْبِرْ
نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ
وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ
أَمْرُهُ فُرُطًا ﴿٢٨﴾
“Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS.
Al Kahfi. 28).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan. Hal
ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Terakhir,
kudo’akan semoga Allah memudahkan semuanya untuk panjenengan sekeluarga. Dan
dikuatkan iman Islam panjenengan sekeluarga dan selalu istiqomah di jalan-Nya
yang lurus. Amin, ya rabbal ‘alamin.
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ
الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ يَعْنِي ابْنَ زِيَادٍ حَدَّثَنَا
أَبُو مَالِكٍ الْأَشْجَعِيُّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُ مَنْ أَسْلَمَ يَقُولُ اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي
وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي. (رواه مسلم)
49.32/4863. Telah menceritakan
kepada kami Abu Kamil Al Jahdari telah menceritakan kepada kami 'Abdul Wahid
bin Ziyad; telah menceritakan kepada kami Abu Malik Al Asyja'i dari bapaknya,
dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang
yang baru masuk Islam dengan do'a: “Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii
warzuqnii”. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan
anugerahkanlah aku rizki). (HR. Muslim).
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Innaa lillaahi
wa innaa ilaihi raaji`uun artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali.
**) Yang
saya maksud dengan kerja sama di sini, antara lain: orang-orang yang beragama
Hindu bekerjasama dengan orang-orang Nasrani menyembah Yesus, dst.
***) Sedangkan
yang saya maksud dengan intervensi, antara lain: kita ikut mengatur /
memasukkan unsur-unsur Islam dalam peribadatan mereka yang non-muslim atau
sebaliknya. Contohnya: setiap memulai peribadatan mereka yang non-muslim, kita
paksakan untuk membaca basmalah. Atau sebaliknya, ketika seseorang hendak
sholat di masjid, kemudian orang lain yang non-muslim telah memaksakannya untuk
memakai salib. Atau dilakukan kompromi: saat ini seorang muslim dipersilahkan
menyembah Allah, tetapi lain waktu menyembah sembahan-sembahan mereka selain
Allah. Demikian juga mereka yang non-muslim melakukan hal yang sama secara bergantian
sebagai jalan tengahnya untuk menuju kedamaian. Jadi,
biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan
masing-masing, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun
ayat 6 di atas.