بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Kamis, 03 Maret 2022

MENGINFAKKAN SELURUH HARTA


Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang sahabat (dosen sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Bandung) telah menyampaikan pertanyaan: “Pak Imron, ijin bertanya. Bagaimana mensinkronkan nash Al Qur’an berikut ini:

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) kamu terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (QS. al-Israa’(17): 29-30)

Dengan praktik sahabat Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu ‘anhu yang menginfakkan seluruh hartanya? Jazakallahu khairan untuk pencerahannya”.

TANGGAPAN

Saudaraku,
Berikut ini aku kutipkan surat Al Israa’ ayat 29 – 30 selengkapnya:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا ﴿٢٩﴾ إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا ﴿٣٠﴾
(29) Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (30) Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Al Israa’. 29 – 30).

Saudaraku,
Untuk bisa memahami kedua ayat di atas, berikut ini kusampaikan Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy) serta Tafsir Ibnu Katsir.

TAFSIR JALALAIN:

(29) (Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu) artinya janganlah kamu menahannya dari berinfak secara keras-keras; artinya pelit sekali (dan janganlah kamu mengulurkannya) dalam membelanjakan hartamu (secara keterlaluan, karena itu kamu menjadi tercela) pengertian tercela ini dialamatkan kepada orang yang pelit (dan menyesal) hartamu habis ludes dan kamu tidak memiliki apa-apa lagi karenanya; pengertian ini ditujukan kepada orang yang terlalu berlebihan di dalam membelanjakan hartanya.

(30) (Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezeki) meluaskannya (kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya) menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki (sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya) mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang terlahirkan tentang diri mereka karena itu Dia memberi rezeki kepada mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.

TAFSIR IBNU KATSIR:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا ﴿٢٩﴾ إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا ﴿٣٠﴾
(29) Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (30) Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Al Israa’. 29 – 30).

Allah Subhanahu waTa'ala memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) agar bersikap ekonomis dalam kehidupan, dan mencela sifat kikir; serta dalam waktu yang sama melarang sifat berlebihan.

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ ... ﴿٢٩﴾
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu. ...”. (QS. Al Israa’. 29)

Dengan kata lain, janganlah kamu menjadi orang kikir dan selalu menolak orang yang meminta serta tidak pernah sekalipun memberikan sesuatu kepada seseorang. Orang-orang Yahudi (semoga laknat Allah menimpa mereka), mengatakan bahwa tangan Allah terbelenggu. Maksud mereka ialah Allah bersifat kikir, padahal kenyataannya Allah Maha Tinggi lagi Maha Suci, Maha Mulia dan Maha Pemberi.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

... وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ ... ﴿٢٩﴾
“... dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. ...”. (QS. Al Israa’. 29)

Artinya janganlah kamu berlebihan dalam membelanjakan hartamu dengan cara memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan biaya lebih dari pemasukanmu.

... فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا ﴿٢٩﴾
“... karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”. (QS. Al Israa’. 29)

Ungkapan ini termasuk ke dalam versi lifwannasyr, yakni gabungan dari beberapa penjelasan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa jika kamu kikir, maka kamu akan menjadi orang yang tercela; orang-orang akan mencela dan mencacimu serta tidak mau bergaul denganmu. Seperti yang dikatakan oleh Zuhair ibnu Abu Sulma dalam Mu'aliaqat-nya yang terkenal itu, yaitu:

وَمَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَيَبْخَلْ بِمَالِهِ ... عَلَى قَوْمِهِ يُسْتَغْنَ عَنْهُ وَيُذْمَمِ
Barang siapa yang berharta, lalu ia kikir dengan hartanya itu terhadap kaumnya, tentulah dia tidak digauli oleh mereka dan dicela.

Dan manakala kamu membuka tanganmu lebar-lebar dengan memberi di luar kemampuanmu, maka kamu akan menyesal karena tidak punya sesuatu lagi yang akan kamu belanjakan. Perihalnya sama dengan hewan yang tidak kuat lagi melakukan perjalanan, maka ia berhenti karena lemah dan tidak mampu. Hewan yang berspesifikasi demikian dinamakan hasir, yakni hewan yang kelelahan. Pengertian ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:

... فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ ﴿٣﴾ ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ ﴿٤﴾
(03) ... Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (04) Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (QS. Al Mulk. 3 – 4).

Yang dimaksud dengan hasir ialah lemah, tidak dapat melihat adanya cela.

Makna yang dimaksud oleh ayat ini ditafsirkan dengan pengertian kikir dan berlebih-lebihan, menurut ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid, dan yang lainnya.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadits Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

"مَثَلُ الْبَخِيلِ وَالْمُنْفِقِ، كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُبَّتَانِ مِنْ حَدِيدٍ مِنْ ثَدْيَيْهِمَا إِلَى تَرَاقِيهِمَا. فَأَمَّا الْمُنْفِقُ فَلَا يُنْفِقُ إِلَّا سَبَغَت - أَوْ: وَفَرَتْ - عَلَى جِلْدِهِ، حَتَّى تُخفي بَنَانَهُ وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ. وَأَمَّا الْبَخِيلُ فَلَا يُرِيدُ أَنْ يُنْفِقَ شَيْئًا إِلَّا لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكَانَهَا، فَهُوَ يُوَسِّعُهَا فَلَا تَتَّسِعُ".
Perumpamaan orang yang kikir dan orang yang dermawan ialah sama dengan dua orang lelaki yang keduanya memakai jubah besi mulai dari bagian dada sampai ke bagian bawah lehernya. Adapun orang yang dermawan, maka tidak sekali-kali ia mengeluarkan nafkah melainkan jubah besinya itu terasa makin lebar atau longgar sehingga semua jarinya tersembunyi dan tidak kelihatan. Adapun orang yang kikir, maka tidak sekali-kali dia bermaksud hendak membelanjakan sesuatu melainkan setiap lekukan dari jubah besinya menempel pada tempatnya; sedangkan dia berupaya untuk melonggarkannya, tetapi baju besinya tidak mau longgar.

Demikianlah menurut lafaz hadits yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab zakatnya.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Hisyam ibnu Urwah, dari istrinya (yaitu Fatimah bintil Munzir), dari neneknya (yaitu Asma binti Abu Bakar) yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam pernah bersabda:

"أَنَفِقِي هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا، وَلَا تُوعِي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ، وَلَا تُوكِي فَيُوكِيَ اللهُ عَلَيْكِ" وَفِي لَفْظٍ: "وَلَا تُحصي فَيُحْصِيَ اللهُ عَلَيْكِ"
Berinfaklah dengan cara anu dan anu dan anu, dan janganlah kamu mengingat-ingatnya, karena Allah akan membalasmu karena Allah akan membalas menghitung-hitungnya pula. Menurut lafaz lain disebutkan: Janganlah kamu menghitung-hitungnya, karena Allah akan membalas memperhitungkannya terhadapmu.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"إِنَّ اللهَ قَالَ لِي: أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ"
Sesungguhnya Allah telah berfirman kepadaku: “Berinfaklah kamu! Maka Aku akan menggantikannya kepadamu”.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui jalur Mu'awiyah ibnu Abu Mazrad, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا وَمَلَكَانِ يَنْزِلَانِ مِنَ السَّمَاءِ يَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللّٰهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللّٰهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا"
Tiada suatu hari pun yang padanya hamba-hamba Allah berpagi hari melainkan terdapat dua malaikat yang turun dari langit. Salah seorang yang mengatakan: “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak.” Sedangkan malaikat yang lain­nya mengatakan, "Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir”.

Imam Muslim telah meriwayatkan hadits berikut ini dari Qutaibah, dari Ismail ibnu Ja'far, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’ yaitu:

"مَا نَقَصَ مَالٌ مِنْ صَدَقَةٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَنْ تَوَاضَعَ لِلّٰهِ رَفَعَهُ اللهُ"
Tiada harta benda yang berkurang karena bersedekah, dan tidak sekali-kali Allah menambahkan kepada orang yang berin­fak melainkan kemuliaannya. Dan barang siapa yang berendah diri karena Allah, Allah pasti mengangkatnya (meninggikannya).

Di dalam hadits Abu Kasir disebutkan hadits berikut dari Abdullah ibnu Umar secara marfu':

"إِيَّاكُمْ والشُّح، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا"
Waspadalah kalian terhadap sifat kikir, karena sesungguhnya telah binasalah orang-orang yang sebelum kalian karena mere­ka menganjurkan kepada kekikiran, lalu mereka menjadi kikir. Dan mereka menganjurkan memutuskan tali silaturahmi, lalu mereka memutuskannya. Dan mereka menganjurkan kepada perbuatan maksiat, lalu mereka bermaksiat.

Imam Baihaqi telah meriwayatkan melalui jalur Sa'dan ibnu Nasr, dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari ayahnya yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu'alaihiWasallam pernah bersabda:

"مَا يُخْرِجُ رَجُلٌ صَدَقَةً، حَتَّى يَفُكَّ لَحْيَى سَبْعِينَ شَيْطَانًا"
Tidak sekali-kali seseorang mengeluarkan suatu sedekah, melainkan terlepaslah (karenanya) rahang tujuh puluh setan.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-I laddad, telah menceritakan kepada kami Sikkin ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam pernah bersabda:

"مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ"
Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ... ﴿٣٠﴾
Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. (QS. Al Israa’. 30)

Ayat ini memerintahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Tuhan Yang Memberi rezeki dan yang Menyempitkannya. Dia pulalah yang mengatur rezeki makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang Dia sukai, dan menjadikan miskin orang yang Dia kehendaki, karena di dalamnya terkandung hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:

... إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا ﴿٣٠﴾
sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Al Israa’. 30)

Artinya Dia Maha Melihat lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi kaya dan siapa yang berhak menjadi miskin. Di dalam sebuah hadits disebutkan seperti berikut:

"إِنَّ مِنْ عِبَادِي مَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْفَقْرُ، وَلَوْ أَغْنَيْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِي لَمَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْغِنَى، وَلَوْ أَفْقَرْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ".
Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak layak baginya kecuali hanya miskin. Seandainya Aku jadikan dia kaya, niscaya kekayaannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak pantas baginya kecuali hanya kaya. Seandainya Aku jadikan dia miskin, tentulah kemiskinan itu akan merusak agamanya.

Adakalanya kekayaan itu pada sebagian manusia merupakan suatu istidraj baginya (yakni pembinasaan secara berangsur-angsur), dan adakalanya kemiskinan itu merupakan suatu hukuman dari Allah. Semoga Allah melindungi kita dari kedua keadaan tersebut.

_____

Setelah kusampaikan surat Al Israa’ ayat 29 – 30 beserta tafsirnya, berikut ini kusampaikan pula keistimewaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dalam Al Qur’an serta Hadits.

Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 40 berikut ini:

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَـــٰحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَىٰ وَكَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٤٠﴾
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah. 40).

Tafsir Jalalain:

(Jika kalian tidak menolongnya) yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, yaitu ketika) sewaktu (orang-orang kafir mengeluarkannya) dari Mekah, artinya mereka memaksanya supaya keluar dari Mekah sebagai tindak lanjut dari rencana yang telah mereka musyawarahkan di Darun Nadwah, yaitu membunuh, menahan atau mengusirnya (sedangkan dia salah seorang dari dua orang) lafal ayat ini menjadi hal/keterangan keadaan; maksudnya sewaktu dia menjadi salah seorang dari dua orang sedangkan yang lainnya ialah Abu Bakar. Pengertian yang tersirat dari ayat ini ialah semoga Allah menolongnya dalam keadaan seperti itu, maka semoga pula Dia tidak membiarkannya dalam keadaan yang lainnya. (Ketika) menjadi badal/kata ganti daripada lafal idz yang sebelumnya (keduanya berada dalam gua) di bukit Tsur (di waktu) menjadi badal daripada idz yang kedua (dia berkata kepada temannya,) kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang pada saat melihat kaki kaum musyrikin ia berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Seandainya salah seorang daripada mereka melihat ke arah bawah telapak kakinya niscaya dia akan dapat melihat kita berdua." ("Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.") melalui pertolongan-Nya. (Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya) rasa aman (kepadanya) menurut suatu pendapat dikatakan bahwa dhamir di sini kembali kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan menurut pendapat yang lain kembali kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu (dan membantunya) yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  (dengan tentara yang kalian tidak melihatnya) yaitu para malaikat, di dalam gua tersebut dan di medan-medan pertempuran yang dialaminya (dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir) yaitu seruan kemusyrikan (itulah yang rendah) yakni kalah. (Dan kalimat Allah) kalimat syahadat (itulah yang tinggi) yang tampak dan menang. (Allah Maha Perkasa) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam penciptaan-Nya.

Saudaraku,
Berdasarkan surat At Taubah ayat 40 di atas diperoleh penjelasan bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu merupakan orang kedua setelah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kesempatan-kesempatan khusus.

Saudaraku,
Perhatikan pula penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini (Hadits no. 3382):

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللهِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (رواه البخارى)
43.153/3382. Telah bercerita kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Abdullah telah bercerita kepada kami Sulaiman dari Yahya bin Sa'id dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhu berkata; Kami memilih-milih orang terbaik diantara manusia pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Akhirnya yang terpilih adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kemudian 'Umar bin Al Khaththab lalu 'Utsman bin 'Affan radliallahu 'anhum. (HR. Bukhari).

Saudaraku,
Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas diperoleh penjelasan bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu merupakan orang terbaik setelah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam semenjak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup.

Bahkan penilaian tersebut telah disampaikan sendiri oleh sahabat Ali bin Abi Thâlib radhiyallahu ‘anhu. Perhatikan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini (Hadits no. 3395):

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا جَامِعُ بْنُ أَبِي رَاشِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو يَعْلَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ وَخَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَانُ قُلْتُ ثُمَّ أَنْتَ قَالَ مَا أَنَا إِلَّا رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ. (رواه البخارى)
43.166/3395. Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan telah bercerita kepada kami Jami' bin Abu Rasyid telah bercerita kepada kami Abu Ya'laa dari Muhammad bin Al Hanafiyyah berkata; Aku bertanya kepada bapakku (yaitu, 'Ali bin Abu Thalib); Siapakah manusia paling baik setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?. Bapakku menjawab; Abu Bakar. Aku bertanya lagi; Kemudian siapa?. Dia menjawab; 'Umar. Aku khawatir bila dia mengatakan 'Utsman. Kemudian aku tanya; Kemudian engkau?. Dia berkata; Aku ini tidak lain hanyalah seorang laki-laki biasa dari kaum Muslimin. (HR. Bukhari).

Selanjutnya berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini (Hadits no. 3381) diperoleh penjelasan bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu merupakan seorang sahabat yang sangat istimewa dimata Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam.

Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَمَنِّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ
Sesungguhnya manusia yang paling terpercaya di hadapanku dalam persahabatannya dan hartanya adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu (Sungguh orang yang paling banyak berkorban untukku dalam harta maupun persahabatan adalah Abu Bakar). (HR. al-Bukhâri, no. 3381).

Terakhir, perhatikan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini (Hadits no. 3398):

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِسْكِينٍ أَبُو الْحَسَنِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ عَنْ شَرِيكِ بْنِ أَبِي نَمِرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ أَنَّهُ تَوَضَّأَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ خَرَجَ فَقُلْتُ لَأَلْزَمَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَأَكُونَنَّ مَعَهُ يَوْمِي هَذَا قَالَ فَجَاءَ الْمَسْجِدَ فَسَأَلَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا خَرَجَ وَوَجَّهَ هَا هُنَا فَخَرَجْتُ عَلَى إِثْرِهِ أَسْأَلُ عَنْهُ حَتَّى دَخَلَ بِئْرَ أَرِيسٍ فَجَلَسْتُ عِنْدَ الْبَابِ وَبَابُهَا مِنْ جَرِيدٍ حَتَّى قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجَتَهُ فَتَوَضَّأَ فَقُمْتُ إِلَيْهِ فَإِذَا هُوَ جَالِسٌ عَلَى بِئْرِ أَرِيسٍ وَتَوَسَّطَ قُفَّهَا وَكَشَفَ عَنْ سَاقَيْهِ وَدَلَّاهُمَا فِي الْبِئْرِ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ فَجَلَسْتُ عِنْدَ الْبَابِ فَقُلْتُ لَأَكُونَنَّ بَوَّابَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيَوْمَ فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ فَدَفَعَ الْبَابَ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ فَقُلْتُ عَلَى رِسْلِكَ ثُمَّ ذَهَبْتُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ هَذَا أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَأَقْبَلْتُ حَتَّى قُلْتُ لِأَبِي بَكْرٍ ادْخُلْ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَشِّرُكَ بِالْجَنَّةِ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَجَلَسَ عَنْ يَمِينِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَهُ فِي الْقُفِّ وَدَلَّى رِجْلَيْهِ فِي الْبِئْرِ كَمَا صَنَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَشَفَ عَنْ سَاقَيْهِ ثُمَّ رَجَعْتُ فَجَلَسْتُ وَقَدْ تَرَكْتُ أَخِي يَتَوَضَّأُ وَيَلْحَقُنِي فَقُلْتُ إِنْ يُرِدْ اللهُ بِفُلَانٍ خَيْرًا يُرِيدُ أَخَاهُ يَأْتِ بِهِ فَإِذَا إِنْسَانٌ يُحَرِّكُ الْبَابَ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقُلْتُ عَلَى رِسْلِكَ ثُمَّ جِئْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقُلْتُ هَذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ يَسْتَأْذِنُ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَجِئْتُ فَقُلْتُ ادْخُلْ وَبَشَّرَكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْجَنَّةِ فَدَخَلَ فَجَلَسَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقُفِّ عَنْ يَسَارِهِ وَدَلَّى رِجْلَيْهِ فِي الْبِئْرِ ثُمَّ رَجَعْتُ فَجَلَسْتُ فَقُلْتُ إِنْ يُرِدْ اللهُ بِفُلَانٍ خَيْرًا يَأْتِ بِهِ فَجَاءَ إِنْسَانٌ يُحَرِّكُ الْبَابَ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَقُلْتُ عَلَى رِسْلِكَ فَجِئْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ عَلَى بَلْوَى تُصِيبُهُ فَجِئْتُهُ فَقُلْتُ لَهُ ادْخُلْ وَبَشَّرَكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْجَنَّةِ عَلَى بَلْوَى تُصِيبُكَ فَدَخَلَ فَوَجَدَ الْقُفَّ قَدْ مُلِئَ فَجَلَسَ وِجَاهَهُ مِنْ الشَّقِّ الْآخَرِ قَالَ شَرِيكُ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ فَأَوَّلْتُهَا قُبُورَهُمْ. (رواه البخارى)
43.169/3398. Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Miskin Abu Al Hasan telah bercerita kepada kami Yahya bin Hassan telah bercerita kepada kami Sulaiman dari Syarik bin Abu Namir dari Sa'id bin Al Musayyab berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Musa Al Asy'ariy bahwa dia berwudlu' di rumahnya lalu keluar. (Lalu dia bercerita); Aku berkata; 'Aku akan mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan bersamanya hari ini.

Dia berkata; Maka dia menuju masjid lalu bertanya tentang keberadaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Orang-orang menjawab; Beliau keluar dan menuju ke arah sana. Maka aku keluar menelusuri bekas jejak beliau mencari keberadaannya hingga (aku lihat) beliau memasuki sebuah sumur Aris (di suatu ladang pusat kota Madinah).

Aku duduk di samping pintu yang terbuat dari pelepah kurma hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan keperluannya kemudian berwudlu'. Aku segera menghampiri beliau yang ternyata beliau sedang duduk dekat sumur Aris tersebut dan berada di tengah-tengah tepi sumur tersebut.

Beliau menyingkap (pakaiannya) hingga kedua betisnya dan mengulurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku memberi salam kepada beliau lalu berpaling dan kembali duduk di samping pintu. Aku berkata; Sungguh aku menjadi penjaga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada hari ini.

Kemudian Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu  datang dan mengetuk pintu. Aku tanya; Siapakah ini?. Dia berkata; Abu Bakar. Aku katakan; Tunggu sebentar. Kemudian aku menemui (beliau shallallahu 'alaihi wasallam) lalu aku katakan; Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu  minta izin masuk. Beliau berkata; izinkan dia masuk dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga.

Aku kembali lalu aku katakan kepada Abu Bakar: Masuklah, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan surga. Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu  masuk lalu duduk di samping kanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada tepi sumur kemudian menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengangkat pakaiannya setinggi kedua betisnya.

Kemudian aku kembali dan duduk. Aku telah meninggalkan saudaraku berwudlu' dan menyusulku. Aku berkata; Seandainya Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, – yang dia maksud saudaranya, – pasti Allah memberinya. Tiba-tiba ada orang yang menggerak-gerakkan pintu, aku bertanya; Siapakah ini?. Oang itu menjawab; Aku 'Umar bin Al Khaththab. Aku katakan; Tunggu sebentar.

Kemudian aku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan memberi salam kepada beliau lalu aku katakan; Wahai Rasulullah, ada 'Umar bin Al Khaththab minta izin masuk. Beliau berkata; izinkan dia masuk dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga.

Maka aku temui lalu aku katakan; Masuklah, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan surga. Maka 'Umar masuk lalu duduk di samping kiri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada tepi sumur kemudian menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur.

Kemudian aku kembali dan duduk. Aku berkata; Seandainya Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, pasti Allah memberinya. Tiba-tiba ada lagi orang yang menggerak-gerakkan pintu, aku bertanya; Siapakah ini?. Oang itu menjawab; 'Utsman bin 'Affan. Aku katakan; Tunggu sebentar.

Kemudian aku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu aku kabarkan kepada beliau, maka beliau berkata; izinkan dia masuk dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga, dengan berbagai cobaan yang menimpanya.

Maka aku menemuinya lalu aku katakan kepadanya; Masuklah, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan surga, sekaligus berbagai cobaan yang menimpamu. Maka 'Utsman masuk namun dia dapatkan tepi sumur telah penuh. Akhirnya dia duduk di hadapan beliau dari sisi yang lain.

Berkata Syarik bin Abdullah, berkata Sa'id bin Al Musayyab; Aku tafsirkan posisi duduk mereka bertiga sebagai posisi kuburan mereka sedangkan kuburan 'Utsman terpisah dari mereka. (HR. Bukhari).

Saudaraku,
Perhatikan kutipan dari Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas:

Kemudian Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu  datang dan mengetuk pintu. Aku tanya; Siapakah ini?. Dia berkata; Abu Bakar. Aku katakan; Tunggu sebentar. Kemudian aku menemui (beliau shallallahu 'alaihi wasallam) lalu aku katakan; Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu  minta izin masuk. Beliau berkata:

ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ
Izinkan dia masuk dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga (Izinkan dia masuk dan sampaikan kabar gembira kepadanya bahwa dia akan masuk surga). (HR. Bukhari, no. 3398).

Saudaraku,
Seseorang yang masih berstatus sebagai pelajar atau mahasiwa, namun sudah mendapatkan jaminan akan suatu pekerjaan dengan gaji di atas rata-rata setelah menyelesaikan studinya adalah dambaan banyak orang, bahkan tidak berlebihan jika masyarakat akan menyematkan gelar “orang yang sukses”, baik dalam belajar maupun pekerjaannya. Kondisi ini pasti membanggakan dan membahagiakan, padahal ini baru urusan dunia dan yang memberikan janji juga hanya manusia.

Lalu bagaimanakah jika hal itu berkait dengan kehidupan akhirat? Adakah ketenangan, kebahagiaan, bahkan kesuksesan seseorang yang melebihi ketenangan, kebahagiaan dan kesuksesan orang yang telah dijanjikan untuk masuk ke dalam surga Allâh SWT setelah kematiannya? Sehingga sangatlah pantas jika orang yang telah mendapatkan janji tersebut akan semakin rindu untuk bertemu dengan Rabb yang menciptakannya, serta menganggap dunia ini hanya tempat persinggahan yang bersifat sementara.

KESIMPULAN

Saudaraku,
Berdasarkan surat At Taubah ayat 40 serta beberapa Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas, diperoleh penjelasan bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu merupakan seorang sahabat yang sangat istimewa.

Beliau merupakan merupakan orang kedua setelah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kesempatan-kesempatan khusus. Beliau adalah orang terbaik setelah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam semenjak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Beliau juga merupakan seorang sahabat yang sangat istimewa dimata Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam, yang telah dijamin masuk surga oleh Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam saat beliau masih hidup (sebelum beliau wafat).

Saudaraku,
Dengan berbagai keistimewaan yang ada pada diri sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tersebut, maka wajarlah jika Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam tidak menolak/tidak melarang ketika beliau menginfakkan seluruh hartanya.

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْبَزَّازُ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ قَال سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ عِنْدِي مَالًا فَقُلْتُ الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا قَالَ فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قُلْتُ مِثْلَهُ وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمْ اللهَ وَرَسُولَهُ قُلْتُ وَاللهِ لَا أَسْبِقُهُ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا. (رواه الترمذى)
3675. Harun bin Abdullah Al Bazzaz Al Baghdadi menceritakan kepada kami, Fadhl bin Dukain menceritakan kepada kami, Hisyam bin Sa'ad menceritakan kepada kami dari Zaid bin Aslam, dari ayah Zaid yaitu Aslam, ia berkata: Aku mendengar Umar bin Khaththab berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  memerintahkan kami untuk bersedekah. Perintah itu tepat pada harta yang aku miliki. Aku berkata, 'Hari ini aku akan mendahului Abu Bakar, jika aku dapat mendahuluinya, maka hari inilah waktunya.' Aku kemudian mendatangi Rasulullah dengan membawa setengah hartaku. Rasulullah kemudian bertanya kepadaku, 'apa yang Engkau sisakan untuk keluargamu?' Aku menjawab, 'Sepertinya.' Abu Bakar kemudian datang dengan membawa seluruh harta miliknya. Rasulullah kemudian bertanya, 'Wahai Abu Bakar, apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?' Abu Bakar menjawab, 'Aku menyisakan Allah dan rasul-Nya untuk mereka.' Aku berkata, 'Demi Allah, aku tidak akan pernah dapat mendahuluinya sedikitpun, selamanya'." (HR. At-Tirmidzi). Abu Isa berkata, "Hadits ini adalah hadits hasan shahih."

Saudaraku,
Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam tidak menolak/tidak melarang ketika sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menginfakkan seluruh hartanya, karena Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam pasti mengetahui bahwa orang dengan kualitas seperti sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, tidak akan goyah imannnya meski tanpa adanya harta sedikitpun, yang mana hal ini tidak akan mampu dihadapi oleh kebanyakan ummat Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat Al Israa’ ayat 29:

... وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ ... ﴿٢٩﴾
“... dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. ...”. (Al Israa’. 29)

Kutiban Tafsir Ibnu Katsir: Artinya janganlah kamu berlebihan dalam membelanjakan hartamu dengan cara memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan biaya lebih dari pemasukanmu.

Dan manakala kamu membuka tanganmu lebar-lebar dengan memberi di luar kemampuanmu, maka kamu akan menyesal karena tidak punya sesuatu lagi yang akan kamu belanjakan. Perihalnya sama dengan hewan yang tidak kuat lagi melakukan perjalanan, maka ia berhenti karena lemah dan tidak mampu. (Wallahu ta’ala a’lam).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞