بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Selasa, 01 Maret 2022

TENTANG SEPUTAR MASALAH ZAKAT PROFESI


Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (teman sekolah di SMP 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Mohon maaf sebelumnya karena mau menggangu waktunya. Mau tanya Pak Imron, masalah zakat mal yang harus dikeluarkan setiap tahunnya yang saya tahu 2,5%. Nah, suami saya kurang 4 bulan purna tugas (pensiun) dapat uang pesangon dari perusahaan. Setiap bulan sudah tidak dapat gaji dan tidak ada pemasukan sama sekali. Sedangkan saya masih punya tanggungan 1 anak kuliah dan 1 orang tua serta untuk kebutuhan hidup saya sama suami. Yang saya tanyakan adalah: apa saya setiap tahunnya masih harus membayar zakat sebesar 2,5% dari uang pesangon itu, Pak? Maturnuwun”.

TANGGAPAN

Sebelum membahas perkara di atas, marilah kita perhatikan uraian berikut ini terlebih dahulu.

Saudaraku,
Yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat harta yang dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang yang diperoleh dari profesi/pekerjaan di bidang selain bertani, berdagang, bertambang maupun beternak, dengan imbalan berupa upah atau gaji dalam bentuk mata uang, baik bersifat tetap atau tidak, baik pekerjaan yang dilakukan langsung ataupun bagian lembaga, baik pekerjaan yang mengandalkan pekerjaan otak ataupun tenaga.

Sedangkan zakat harta yang dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang yang diperoleh dari pekerjaan bertani, berdagang, bertambang maupun beternak, tidak termasuk jenis zakat profesi sehingga perhitungannya berbeda (zakat pertanian, zakat perniagaan/zakat perdagangan, zakat pertambangan maupun zakat peternakan, memiliki ketentuan yang berbeda-beda untuk masing-masing jenis zakat harta tersebut).

Karena profesi dari suami anda adalah karyawan sebuah perusahaan dan hal ini tidak termasuk bidang pekerjaan bertani, berdagang, bertambang maupun beternak, maka suami anda harus mengeluarkan zakat profesi (jika sudah terpenuhi ketentuan wajibnya mengeluarkan zakat profesi).

Meskipun demikian, sebenarnya zakat profesi itu tidak ada nash sharih di dalam Al Qur’an maupun Hadits. Artinya tidak terdapat pensyariatannya dalam bentuk yang eksplisit (tegas, gamblang, tidak tersembunyi, tersurat, jelas, tidak mempunyai gambaran makna yang kabur) di dalam Al Qur’an maupun Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hal ini sangat berbeda dengan jenis zakat mal lainnya (yaitu zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat emas/perak/uang, zakat pertambangan, zakat peternakan, serta zakat barang temuan/rikaz) yang memang terdapat nash sharih di dalam Al Qur’an atau Hadits (artinya terdapat pensyariatan dalam bentuk yang eksplisit (tegas, gamblang, tidak tersembunyi, tersurat, jelas, tidak mempunyai gambaran makna yang kabur) di dalam Al Qur’an atau Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Saudaraku,
Penghasilan seseorang dari bekerja tidak pernah disebut-sebut di Al Qur’an maupun Hadits Nabi. Tidak ada penjelasan tentang nishab-nya, haulnya, berapa persen harus dikeluarkan dan kapan dilakukannya. Tidak satu-pun ayat Al Qur’an ataupun Hadits Nabawi yang menyebutkan hal itu.

Lalu dari mana kita bisa menetapkan adanya zakat profesi dan segala ketentuannya? Tidak ada jawaban terkait hal ini kecuali hanya satu jawaban saja, yaitu: ijtihad. Tidak ada nash sharih dari Al Qur’an dan Sunnah, jadi semata-mata hasil ijtihad saja.

Saudaraku,
Karena tidak terdapat nash sharih dari Al Qur’an maupun Sunnah dan hanya bersandar pada ijtihad semata, maka tidak ada kesepakatan yang baku tentang zakat profesi ini. Sehingga jika kita bertanya kepada salah satu ‘ulama’ yang mendukung zakat profesi, maka jawabannya bisa berbeda/tidak sama dengan ‘ulama’ lainnya.

Dan karena memang begitu banyak versi jawaban dari masing-masing pihak, maka dipersilahkan untuk mengambil satu pendapat yang kita condong kepadanya, kemudian tidak serta-merta menyalahkan pendapat yang lain. Mau pakai cara ini silahkan, mau pakai cara itu juga silahkan saja. Tidak ada yang baku dalam masalah ini. Bahkan mau tidak pakai zakat profesi-pun, juga silahkan. Semua ada dalilnya dan ada ‘ulama’ yang mendukungnya.

Saudaraku,
Bagi pihak yang condong kepada ‘ulama’ yang mendukung adanya zakat profesi, berikut ini aku kutipkan salah satu diantaranya, yaitu penjelasan KH Abdurrahman Navis, Lc. (Ketua Bidang Fatwa MUI Jawa Timur), yang beliau kutip dari buku fiqh zakat karya Dr. Yusuf Qardhawi bab zakat profesi dan penghasilan, bahwa terdapat 3 macam cara mengeluarkan zakat penghasilan, yaitu:

Pengeluaran bruto

Yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nishab 85 gram emas dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai Rp 10 juta x 12 bulan = Rp 120 juta setahun, berarti dikeluarkan langsung sebesar 2,5% dari Rp 10 juta tiap bulan = Rp 250 ribu atau dibayar di akhir tahun sebesar 2,5% dari Rp 120 juta = Rp 3 juta.

Hal ini juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan 'Auza'i, beliau menjelaskan: “Bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya” (Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannif, 4/30). Dan juga meng-qiyas-kan dengan  beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma'dzan dan rikaz.
   
Dipotong oprasional kerja

Yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nishab, maka dipotong dahulu dengan biaya oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 11 juta  rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak Rp 1 juta, sisanya Rp 10.000.000,-. Maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% dari Rp 10.000.000 = Rp 250.000,- sebulannya.

Hal ini dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho' dan lain-lain dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang di-airi dengan hujan yaitu 10%  dan melalui irigasi 5%.
 
Pengeluaran netto atau zakat bersih

Yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nishab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nishab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak mencapai nishab ya tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ وَعَنْ وُهَيْبٍ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا. (رواه البخارى)
13.31/1338. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam berkata,: Tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang di bawah, maka mulailah untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu dan shadaqah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya. Dan dari Wuhaib berkata, telah mengabarkan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam seperti ini. (HR. Bukhari).

Kesimpulan
Seseorang yang mendapatkan penghasilan halal dan jumlah penghasilan selama setahun (satu tahun hijriyah) mencapai nishab (85 gram emas murni), wajib mengeluarkan zakat 2,5%, boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tetapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan adzab Allah baik di dunia dan di akhirat.

~~~~~

Saudaraku,
Setelah memperhatikan uraian di atas, in sya Allah kita akan dengan mudah menyelesaikan kasus yang sedang dihadapi suami anda.

Berdasarkan uraian di atas, jika pendapatan tahun terakhir bekerja di perusahaan tersebut ditambah dengan uang pesangon dari perusahaan jumlahnya telah mencapai nishab (yaitu setara dengan 85 gram emas murni) maka wajib mengeluarkan zakat 2,5% pada tahun itu. Telah mencapai nishab artinya total pemasukan selama setahun minimal setara dengan 85 gram emas murni (24 karat).

Sedangkan zakat untuk tahun-tahun berikutnya, jika memang tidak ada lagi pemasukan, tentunya juga sudah tidak ada lagi zakat yang harus dibayar. Jadi bayar zakatnya cukup hanya pada tahun terakhir bekerja di perusahaan tersebut, dengan catatan jika total pemasukan pada tahun terakhir (meliputi gaji bulanan pada tahun terakhir ditambah dengan uang pesangon dari perusahaan) telah mencapai nishab, yaitu setara 85 gram emas murni atau lebih.

Kecuali jika setelah pensiun dari perusahaan tersebut, suami anda mendapatkan pekerjaan lagi. Maka dalam hal ini tinggal dihitung, apakah dari pekerjaan baru tersebut, total pemasukan selama satu tahun telah mencapai nishab/setara 85 gram emas murni (telah mencapai nishab artinya total pemasukan selama setahun minimal setara dengan 85 gram emas).

Jika dari pekerjaan baru tersebut total pemasukan selama satu tahun telah mencapai nishab, maka wajib mengeluarkan zakat 2,5% pada tahun itu. Sedangkan mengenai teknis pembayarannya boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun (lihat kembali penjelasan sebelumnya). Wallahu ta’ala a'lam.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿١٠٣﴾
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan* dan mensucikan** mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At Taubah. 103).

*) Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan terhadap harta benda.

**) Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Sebagai catatan tambahan,
Jika uang pesangon tersebut kemudian ditabung/disimpan (baik disimpan sendiri di rumah maupun di bank atau lainnya), maka suami anda bisa terkena beban/kewajiban untuk membayar zakat sebesar 2,5% setiap tahunnya sebagaimana zakat emas dan perak.

Saudaraku,
Sebenarnya yang Allah wajibkan berzakat adalah orang yang memiliki dan menyimpan/menimbun emas dan perak. Adapun zakat uang kertas yang disimpan/ditabung sebenarnya tidak ada dalil secara langsung yang menyebutkan kewajibannya.

Namun harus dicatat bahwa di masa lalu yang namanya uang itu tidak lain adalah emas dan perak, bukan uang kertas seperti yang kita kenal di zaman sekarang. Maka intinya adalah zakat uang yang ditimbun/disimpan/ditabung, namun Al Qur’an menyebutnya dalam wujud fisiknya, yaitu emas dan perak. Perhatikan firman Allah SWT. dalam Al qur’an surat At Taubah ayat 34 – 35 berikut ini:

... وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿٣٤﴾ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَــٰـذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ ﴿٣٥﴾
(34) ... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (35) pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. At Taubah. 34 – 35).

Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa meskipun yang tertulis pada ayat di atas adalah kewajiban zakat atas emas dan perak, namun seluruh ‘ulama’ sepakat bahwa emas dan perak yang dimaksud pada ayat di atas adalah emas yang berfungsi sebagai uang atau alat tukar, yaitu dinar dan dirham. Sedangkan emas yang berbentuk perhiasan yang dikenakan oleh para wanita, hal ini tidak termasuk dalam kriteria yang wajib dikeluarkan zakatnya. 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمَ القِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيْدَتْ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ. (رواه مسلم)
Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka. (HR. Muslim no. 987)

NISHAB UANG TABUNGAN SAMA DENGAN NISHAB EMAS

Saudaraku,
Dalam menentukan nishab zakat uang tabungan, kita mengacu langsung kepada nishab emas. Nishab emas adalah 85 gram, maka kewajiban kita atas uang tabungan hanya apabila uang kita bisa untuk membeli emas minimal seberat 85 gram di waktu itu.

Jadi bila saat itu (katakanlah pada tanggal 1 Muharram 1441 H) jumlah uang tabungan dari suami anda belum melewati angka tersebut, maka belum ada kewajiban zakat. Namun apabila pada tanggal tersebut jumlahnya sudah menembus angka tersebut atau bahkan lebih besar, maka uang tabungan sudah termasuk uang yang kena kewajiban zakat.

Meskipun demikian membayar zakatnya belum wajib, karena harus melewati masa kepemilikan selama setahun penuh (haul). Dimana hitung-hitungan haulnya harus sesuai dengan hitungan pada kalender hijriyah (bukan kalender masehi). 

NISHAB ZAKAT EMAS

Saudaraku,
Nishab zakat emas adalah 20 mitsqol atau 20 dinar. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Sehingga nishab zakat emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat). Jika emas mencapai nishab tersebut atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, maka tidak ada zakat.

Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَىْءٌ – يَعْنِى فِى الذَّهَبِ – حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ. (رواه ابو داود)
Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikit pun – maksudnya zakat emas – hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu. (HR. Abu Dawud no. 1573)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

وَلَا فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالًا مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلَا فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ
Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham. )HR. Ad Daruquthni(

BESARAN ZAKAT EMAS

Saudaraku,
Besaran zakat emas adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishab. Hal ini berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud di atas. Dalam Hadits itu disebutkan bahwa jika kita telah memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.

Hal ini menunjukkan bahwa besaran zakat yang harus dibayar adalah 0,5/20 atau sama dengan 1/40 atau 2,5% (dari total uang tabungan) jika telah mencapai nishab. Contoh: jika nilai tabungan setara dengan 100 gram emas murni (24 karat), maka besarnya zakat yang harus dibayar adalah setara dengan 2,5% x 100 = 2,5 gram emas murni (24 karat).

WAKTU MEMBAYAR ZAKAT

Saudaraku,
Perlu diperhatikan bahwa hitungan setahun itu tidak mengikuti hitungan tahun masehi melainkan mengikuti hitungan tahun hijriyah. Katakanlah jumlah tabungan suami anda pada tanggal 1 Muharram 1441 H setara dengan 85 gram emas (murni 24 karat) atau lebih.

Selanjutnya dari sini bisa diketahui bahwa jatuh tempo zakat uang tabungan suami anda adalah setahun kemudian, yaitu jatuh pada tanggal 1 Muharram 1442 H. Maka pada hari itulah suami anda wajib membayar zakat atas uang tabungannya, yaitu bila jumlah nilai uang tabungan suami anda masih tetap setara dengan 85 gram emas murni (24 karat) atau lebih. Dengan kata lain, bila uang tabungan suami anda masih bisa untuk membeli 85 gram emas murni (24 karat) atau lebih, maka pada hari itulah suami anda wajib membayar zakat atas uang tabungannya.

APAKAH TAHUN DEPAN HARUS BAYAR ZAKAT LAGI?

Saudaraku,
Hal itu tergantung apakah nilai tabungan suami anda masih setara dengan nishab emas atau tidak. Jika masih setara dengan nishab emas, maka tahun depan juga harus bayar zakat lagi sebesar 2,5% dari nilai tabungan.

Sedangkan jika tahun depan nilai tabungan suami anda lebih sedikit dari nishab emas (bisa karena sebagian tabungan telah diambil atau karena harga emas yang naik pada waktu itu sehingga jumlah tabungan tidak lagi cukup untuk membeli 85 gram emas murni), maka tahun depan tidak ada lagi kewajiban untuk membayar zakat.

Jadi intinya adalah, nishab tabungan suami anda harus selalu disesuaikan dengan harga emas saat itu. Lalu dibuat perhitungan untuk zakat tiap tahunnya. Wallahu ta’ala a'lam.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞