Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat (dosen senior FISIB Universitas Trunojoyo
Madura) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut: Pak Imron, berikut ini
sebagian kiriman dari Bu Fulanah (nama samaran/dosen
senior Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura): “Janganlah kalian berlomba-lomba mengumpulkan sesuatu yang pasti akan kalian tinggalkan
di kemudian hari”. In sya Allah bagus untuk panjenengan
uraikan dalam sebuah artikel.
♦ Hakikat kehidupan dunia
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau serta main-main belaka. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Demikian penjelasan Al
Qur’an dalam surat Al
‘Ankabuut ayat 64 serta
dalam surat Al
Hadiid ayat 20 berikut
ini:
وَمَا هَـــٰـذِهِ الْـحَيٰوةُ الدُّنْيَا
إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ﴿٦٤﴾
“Dan
tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (QS. Al ‘Ankabuut.
64).
اِعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ
وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَـــٰــدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ
يَهِيجُ فَتَرَىـٰهُ مُصْفَرًّا
ثُمَّ يَكُونُ حُطَـــٰـمًا وَفِي الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ
شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا
مَتَاعُ الْغُرُورِ ﴿٢٠﴾
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah
antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat
(nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS. Al Hadiid.
20).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
(Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan) sebagai perhiasan (dan
bermegah-megahan antara kalian serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta
dan anak) artinya, menyibukkan diri di dalamnya. Adapun mengenai ketaatan dan
hal-hal yang membantu menuju kepadanya termasuk perkara-perkara akhirat (seperti)
kehidupan dunia yang menyilaukan kalian dan kepunahannya sesudah itu bagaikan
(hujan) bagaikan air hujan (yang membuat orang-orang yang bertani merasa kagum)
merasa takjub (akan tanam-tanamannya) yang tumbuh disebabkan turunnya hujan itu
(kemudian tanaman itu menjadi kering) lapuk dan kering (dan kamu lihat warnanya
yang kuning itu kemudian menjadi hancur) menjadi keropos dan berjatuhan ditiup
angin. (Dan di akhirat ada azab yang keras) bagi orang-orang yang lebih memilih
keduniaan (dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya) bagi orang-orang yang
lebih memilih akhirat daripada dunia. (Dan kehidupan dunia ini tidak lain)
maksudnya bersenang-senang dalam dunia ini tiada lain (hanyalah kesenangan yang
menipu).
Sedangkan dunia itu jika dibandingkan dengan akhirat
hanyalah
seperti seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut, maka yang tersisa di
jarinya jika ia keluarkan dari laut itulah dunia. Bahkan dunia itu lebih hina bagi Allah, melebihi hinanya bangkai anak kambing yang cacat
bagi kita umat manusia.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
بْنُ أَبِي خَالِدٍ حَدَّثَنَا قَيْسُ بْنُ أَبِي حَازِمٍ قَال سَمِعْتُ
مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ
أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَاذَا يَرْجِعُ. (رواه
الترمذى)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basyar]
telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami
[Isma'il bin Abu Khalid] telah menceritakan kepada kami [Qais bin Abu Hazim]
bekata: Aku mendengar [Mustaurid] dari Bani Fihr, berkata: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Dunia bagi akhirat itu tidak lain
seperti salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut lalu
perhatikanlah apa yang dibawa kembali". (HR. At-Tirmidzi, no. 2245).
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ
مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ بِلَالٍ عَنْ
جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ
وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ
بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ فَقَالُوا
مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ أَتُحِبُّونَ
أَنَّهُ لَكُمْ قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ
لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا
أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى الْعَنَزِيُّ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَرْعَرَةَ
السَّامِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِيَانِ الثَّقَفِيَّ عَنْ
جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ غَيْرَ أَنَّ فِي حَدِيثِ الثَّقَفِيِّ فَلَوْ كَانَ حَيًّا
كَانَ هَذَا السَّكَكُ بِهِ عَيْبًا. (رواه مسلم)
55.2/5257. Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab telah menceritakan kepada kami
Sulaiman bin Bilal dari Ja'far dari ayahnya dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Salam melintas masuk ke pasar seusai pergi dari
tempat-tempat tinggi sementara orang-orang berada disisi beliau. Beliau
melintasi bangkai anak kambing dengan telinga melekat, beliau mengangkat
telinganya lalu bersabda: Siapa diantara kalian yang mau membeli ini seharga satu
dirham? mereka menjawab: Kami tidak mau memilikinya, untuk apa? Beliau
bersabda: Apa kalian mau (bangkai) ini milik kalian? mereka menjawab: Demi
Allah, andai masih hidup pun ada cacatnya karena telinganya menempel, lalu
bagaimana halnya dalam keadaan sudah mati? Beliau bersabda: Demi Allah, dunia
lebih hina bagi Allah melebihi (bangkai) ini bagi kalian. Telah menceritakan
kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna Al Anazi dan Ibrahim bin Muhammad bin Ararah
As Sami keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abdulwahhab Ats
Tsaqafi dari Ja'far dari ayahnya dari Jabir dari nabi Shallallahu 'alaihi wa
Salam sepertinya hanya saja dalam hadits Ats Tsaqafi disebutkan: Bila pun
hidup, telinga yang menempel ini aib. (HR.
Muslim).
Lebih dari itu, kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang bersifat
sementara dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah negeri yang kekal.
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَــٰـذِهِ الْـحَيٰوةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْاٰخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ ﴿٣٩﴾
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
kesenangan (sementara) dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah negeri yang
kekal”. (QS. Al Mu’min. 39).
Tafsir Ibnu Katsir:
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَــٰـذِهِ الْـحَيٰوةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ ... ﴿٣٩﴾
“Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) ...”. (QS. Al Mu’min. 39).
Yakni sedikit lagi akan hilang dan fana; dalam waktu sebentar ia akan menyurut,
kemudian lenyap.
...
وَإِنَّ الْاٰخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ ﴿٣٩﴾
“... dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah negeri
yang kekal”. (QS. Al Mu’min. 39). Yaitu negeri yang tidak akan lenyap, tidak
akan ada perpindahan lagi darinya, dan tidak akan pergi lagi menuju negeri
lain.
Maka janganlah kita
berlomba-lomba mengumpulkan
sesuatu yang pasti akan kita tinggalkan di kemudian hari.
Saudaraku,
Orang yang berlomba-lomba mengumpulkan
sesuatu yang pasti akan ditinggalkan di kemudian hari, ujung-ujungnya pasti
akan menuju kepada bermegah-megahan dalam kehidupan dunia. Padahal bermegah-megahan dalam
kehidupan dunia itu hanya akan melalaikannya dari taat kepada Allah. Sementara tidaklah
seseorang itu diberi kesempatan untuk hidup di dunia ini, melainkan hanya sebentar
saja.
قَالَ إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَّوْ أَنَّكُمْ
كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١١٤﴾
Allah berfirman: "Kamu
tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya
mengetahui". (QS. Al Mu’minuun. 114).
Ya, bermegah-megahan dalam kehidupan dunia itu hanya akan melalaikannya dari
taat kepada Allah. Hingga kesempatan untuk hidup di dunia yang hanya sebentar
ini tak terasa tiba-tiba saja berakhir dan tiba-tiba saja ajal sudah datang
menjelang. Maka barulah yang bersangkutan akan mengetahui akibat buruk dari
perbuatannya itu (yaitu perbuatan bermegah-megahan dalam kehidupan dunia).
Terkait hal ini Al Qur’an telah menyampaikannya dalam
satu surat penuh, yaitu dalam surat At Takaatsur dari ayat
pertama hingga ayat terakhir:
أَلْهَـــــٰـكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾ ثُمَّ كَلَّا
سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٤﴾ كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾ ثُمَّ
لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴿٨﴾
(1) Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (2) sampai
kamu masuk ke dalam kubur. (3) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu itu), (4) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (5) Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (6) niscaya
kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (7) dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, (8) kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu). (QS. At Takaatsur. 1 – 8).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
(01) (Telah membuat kalian lalai) atau telah melalaikan
kalian dari taat kepada Allah (bermegah-megahan) yaitu saling
bangga-membanggakan harta, anak-anak dan pembantu-pembantu.
(02) (Sampai kalian masuk ke dalam kubur) hingga kalian
mati dikubur di dalam tanah; atau hingga kalian menghitung-hitung banyaknya
orang yang telah mati.
(03) (Janganlah begitu) kalimat ini mengandung hardikan
dan cegahan (kelak kalian akan mengetahui.)
(04) (Dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui)
akibat buruk dari perbuatan kalian itu di kala kalian menjelang kematian,
kemudian sewaktu kalian telah berada di dalam kubur.
(05) (Janganlah begitu) sesungguhnya (jika kalian
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin) tentang akibat perbuatan kalian itu,
niscaya kalian tidak akan lalai taat kepada Allah.
(06) (Niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka
Jahim) Jawab Qasamnya tidak disebutkan, yaitu niscaya kalian tidak akan sibuk
dengan bermegah-megahan yang melalaikan kalian dari taat kepada Allah. Lafal
Latarawunna pada asalnya adalah Latarawunanna, kemudian Lam Fi'il dan 'Ain
Fi'ilnya dibuang, kemudian harakatnya diberikan kepada Wau, sehingga jadilah
Latarawunna.
(07) (Dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya)
kalimat ayat ini mengukuhkan makna ayat sebelumnya (dengan pengetahuan yang
yakin) lafal 'Ainal Yaqiin adalah Mashdar; demikian itu karena lafal Ra-aa dan
lafal 'Aayana mempunyai arti yang sama.
(08) (Kemudian kalian pasti akan ditanyai) lafal Latus-alunna
dibuang daripadanya Nun alamat Rafa' karena berturut-turutnya huruf Nun,
dibuang pula daripadanya Wawu dhamir jamak, tetapi bukan karena 'Illat atau
sebab bertemunya kedua huruf yang disukunkan; bentuk asal daripada Latus-alunna
adalah Latus-aluunanna (pada hari itu) yakni di hari kalian melihat neraka
Jahim (tentang kenikmatan) yang kalian peroleh semasa di dunia, yaitu berupa
kesehatan, waktu luang, keamanan, makanan, minuman dan nikmat-nikmat lainnya.
Artinya dipergunakan untuk apakah kenikmatan itu?
♦ Jadilah seorang musafir
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, maka jadilah kita hidup di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau orang yang
hanya lalu dijalanan saja.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
اللهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو المُنْذِرِ
الطُّفَاوِيُّ عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَعْمَشِ قَالَ حَدَّثَنِي مُجَاهِدٌ عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ
غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. (رواه البخارى)
61.5/5937. Telah menceritakan
kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Abdurrahman Abu Al Mundzir At Thufawi dari Sulaiman Al A'masy dia berkata;
telah menceritakan kepadaku Mujahid dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma
dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memegang pundakku
dan bersabda: “Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang
pengembara (orang yang hanya lalu dijalanan)”. (HR. Bukhari).
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan, jadilah
kita hidup di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang
hanya lalu dijalanan saja. Ambillah dunia ini
seperlunya dan jadikanlah akhirat sebagai
maksud serta
tujuan hidup kita.
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ
الرَّبِيعِ بْنِ صَبِيحٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبَانَ وَهُوَ الرَّقَاشِيُّ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتِ الْأَخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ،
وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ؛ وَمَنْ كَانَتِ
الدُّنْيَا هَمَّهُ، جَعَلَ اللهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَفَرَّقَ عَلَيْهِ
شَمْلَهُ، وَلَمْ يأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ. (رواه
الترمذى)
2465. Hannad menceritakan
kepada kami. Waki' menceritakan kepada kami, dari Ar-Rabi' bin Shabih, dari
Yazid bin Aban – Ar-Raqasyi –, dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai maksud
dan tujuannya, niscaya Allah akan menjadikan kekayaannya dalam hatinya dan
Allah akan mengumpulkan urusannya yang tercerai-berai, bersamaan dengan itu
dunia datang kepadanya dalam keadaan hina dan rendah. (Sebaliknya), barangsiapa
yang menjadikan dunia sebagai maksud dan tujuannya, niscaya Allah akan
menjadikan kefakirannya di hadapan kedua matanya, dan Allah akan
mencerai-beraikan urusannya yang semula terkumpul, sementara dunia tidak datang
kepadanya selain sebatas apa yang telah ditetapkan untuknya”. (HR.
at-Tirmidzi)
♦ Taqwa adalah bekal terbaik
Saudaraku,
Ambillah dunia ini sesuai
dengan hajat kebutuhan kita. Janganlah kita sampai rakus dan tamak terhadapnya,
hingga berusaha mendapatkan/mengumpulkannya dengan berbagai cara, tanpa
peduli lagi apakah melanggar norma-norma agama atau tidak.
Saudaraku,
Semoga kisah yang aku ambil dari kitab “Irsyadul ‘Ibad
Ila Sabilirrasyad” berikut ini dapat menambah pemahaman kita akan hakekat
kehidupan dunia ini, sehingga dapat menjadikan kita untuk lebih berhati-hati
daripadanya:
Allaits
meriwayatkan dari Jarir berkata:
Seseorang datang kepada Nabi
Isa AS. dan berkata: “ Saya ingin bersahabat dan selalu bersamamu”. Maka
berjalanlah keduanya di tepi sungai dan makanlah mereka berdua tiga potong
roti, Nabi Isa AS. satu potong dan satu potong untuk orang itu, sisa satu
potong.
Kemudian Nabi Isa AS. pergi
minum ke sungai dan kembali, roti yang sepotong itu tidak ada lalu ditanyakan
kepada orang itu: “Siapakah yang mengambil sepotong roti?”. Jawab orang itu:
“Tidak tahu”.
Maka berjalanlah keduanya.
Tiba-tiba (mereka) melihat rusa dengan kedua anaknya. Maka dipanggil satu anak
rusa itu lalu disembelih lalu dibakar kemudian dimakan berdua. Lalu Nabi Isa
AS. menyuruh anak rusa yang telah dimakan itu supaya hidup kembali, maka
hiduplah dengan izin Allah. Lalu Nabi Isa AS. bertanya: “Demi Allah yang
memperlihatkan kepadamu bukti kekuasaan-Nya itu, siapakah yang mengambil
sepotong roti itu?”. Jawab orang itu: “Tidak tahu”.
Kemudian berjalan terus
hingga sampai ke tepi sungai. Lalu Nabi Isa AS. memegang tangan orang itu dan
mengajaknya berjalan di atas air hingga sampai di seberang, lalu ditanya: “Demi
Allah yang memperlihatkan kepadamu bukti ini, siapakah yang mengambil sepotong
roti itu?”. Jawab orang itu: “Tidak tahu”.
Kemudian ketika berada di
hutan dan duduk berdua, Nabi Isa AS. mengambil tanah atau kerikil, lalu
diperintah: “Jadilah emas dengan seizin Allah”, maka menjadi emas lalu dibagi
tiga. Nabi
Isa AS. berkata: “Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga. Dan yang sepertiga ini
untuk orang yang mengambil roti”. Maka ia jawab: “Akulah yang mengambil roti
itu!”. Nabi Isa AS. berkata: “Maka ambillah semua untukmu!”. Lalu berpisah
keduanya.
Kemudian orang itu didatangi
oleh dua orang (yang) akan merampok harta orang itu dan (akan) membunuhnya.
Lalu ia berkata: “Lebih baik kami bagi tiga saja”. Maka setuju ketiganya. Lalu
menyuruh seorang (di antara mereka) untuk pergi ke pasar berbelanja makanan.
Maka timbul perasaan orang yang
berbelanja itu: “Untuk apa kita membagi uang (emas). Lebih baik makanan ini
saya isi racun, supaya keduanya mati dan aku ambil semua harta ini”. Lalu
diracunnya makanan itu. Sedang kedua orang yang tinggal itu berkata: “Untuk apa
kami membagi harta ini. Lebih baik jika ia datang, kami bunuh, lalu harta ini
kami bagi berdua”.
Maka ketika datang orang yang
berbelanja, segera dibunuh oleh keduanya. Lalu hartanya dibagi dua. Kemudian
keduanya makan dari makanan yang beracun itu. Maka matilah keduanya. Dan
tinggallah uang (emas) itu di hutan, sedang mereka bertiga mati di sekitar uang
itu.
Kemudian ketika Nabi Isa AS.
berjalan di hutan dan menemukan (melihat) hal itu, berkata kepada
sahabat-sahabatnya: “Inilah contoh dunia. Maka berhati-hatilah kamu
daripadanya”.
Saudaraku,
Demikianlah gambaran tentang dunia ini. Maka ambillah
dunia ini sesuai dengan hajat kebutuhan kita. Janganlah kita sampai rakus dan
tamak terhadapnya, hingga berusaha mendapatkan/mengumpulkannya dengan berbagai
cara, tanpa peduli lagi apakah melanggar norma-norma agama atau tidak.
Dan jadikanlah
akhirat sebagai maksud serta tujuan hidup kita. Untuk itu, siapkan bekal
terbaik.
Berbekallah untuk menyongsong kehidupan yang kekal di
alam akhirat nantinya dengan bekal yang sebaik-baiknya. Dan ketahuilah bahwa
sebaik-baiknya bekal adalah takwa.
...
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الْأَلْبَـــٰبِ ﴿١٩٧﴾
“... Dan berbekallah kalian, maka sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
mempunyai akal. (QS. Al Baqarah. 197).
Sedangkan bagi siapa saja yang telah mempersiapkan bekal
terbaik (yaitu dengan bertaqwa kepada Allah), maka Allah akan menunjukkan jalan
keluar dari setiap permasalahan hidup yang dia hadapi serta
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
... وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾
”...
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan ke luar”. (QS. Ath Thalaaq. 2).
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ
اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ﴿٣﴾
”Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 3).
♦ Kaya yang sesungguhnya
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa bukanlah kekayaan itu karena
banyaknya harta, akan tetapi kekayaan yang sesungguhnya itu adalah kaya hati.
Dari sini seseorang bisa
menerungkan bahwa banyaknya harta dan kemewahan dunia bukanlah jalan untuk
meraih kebahagiaan yang sesungguhnya. Orang yang kaya harta (namun tidak kaya
hati) akan selalu merasa kurang puas. Jika diberi satu lembah berupa emas, maka
dia akan berusaha untuk memiliki lembah emas yang kedua. Jika diberi dua lembah
berupa emas, maka dia akan berusaha untuk memiliki lembah emas yang ketiga.
Demikian seterusnya.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا
أَبِي عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَ لِابْنِ
آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ ذَهَبٍ لَأَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ ثَالِثٌ وَلَا يَمْلَأُ
فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ.
(رواه الترمذى)
2337. Abdullah bin Abi Ziyad
menceritakan kepada kami. Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad menceritakan kepada
kami. ayahku menceritakan kepada kami, dari Shalih bin Kaisan, dan Ibnu Syihab.
dari Anas bin Malik, ia berkata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda. “Seandainya anak Adam sudah memiliki dua
lembah emas, maka dia akan senang untuk berusaha memiliki lembah yang ketiga. Dan tidak
ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah dan Allah akan menerima taubat bagi orang yang mau bertaubat”. (HR. At-Tirmidzi).
حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا
مَخْلَدٌ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ سَمِعْتُ عَطَاءً يَقُولُ سَمِعْتُ
ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ مِثْلَ وَادٍ مَالًا لَأَحَبَّ أَنَّ
لَهُ إِلَيْهِ مِثْلَهُ وَلَا يَمْلَأُ عَيْنَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ
وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ. (رواه
البخارى)
61.25/5957. Telah menceritakan
kepada kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Makhlad telah mengabarkan
kepada kami Ibnu Juraij dia berkata; saya mendengar 'Atha` berkata; saya
mendengar Ibnu Abbas berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Sekiranya anak Adam memiliki harta kekayaan sebanyak satu
bukit, niscaya ia akan mengharapkan satu bukit lagi yang seperti itu, dan
tidaklah mata anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah akan
menerima taubat siapa saja yang bertaubat”. (HR. Bukhari).
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa kekayaan yang sesungguhnya itu bukanlah karena banyaknya harta, akan
tetapi kekayaan yang sesungguhnya itu adalah kaya hati. Yaitu hati yang selalu
merasa cukup dengan apa yang Allah beri. Itulah yang namanya qona’ah. Dan itulah yang disebut
dengan ghoni (kaya) yang sebenarnya.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ. (رواه البخارى)
61.33/5965. Telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Abu Bakr telah
menceritakan kepada kami Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena
banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya hati”. (HR.
Bukhari).
Meskipun demikian, bukan berarti kita
tidak boleh kaya harta. Perhatikan penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ibnu
Majah berikut ini:
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ خُبَيْبٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ عَمِّهِ قَالَ كُنَّا فِي مَجْلِسٍ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى رَأْسِهِ أَثَرُ مَاءٍ فَقَالَ لَهُ بَعْضُنَا نَرَاكَ
الْيَوْمَ طَيِّبَ النَّفْسِ فَقَالَ أَجَلْ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ أَفَاضَ
الْقَوْمُ فِي ذِكْرِ الْغِنَى فَقَالَ لَا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنْ اتَّقَى
وَالصِّحَّةُ لِمَنْ اتَّقَى خَيْرٌ مِنْ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنْ
النَّعِيمِ. (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah]
berkata, telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Makhlad] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Abdullah bin Sulaiman] dari [Mu'adz bin Abdullah bin
Khubaib] dari [Bapaknya] dari [Pamannya] ia berkata: “Kami sedang duduk-duduk
dalam sebuah majelis, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang, sementara
di kepalanya masih ada sisa air mandi”. Sebagian kami berkata kepada
beliau: “Hari
ini kami melihatmu tampak bahagia”. Beliau lantas menjawab: “Benar, segala puji bagi
Allah”. Setelah itu orang-orang hanyut dalam perbincangan masalah kekayaan
hingga beliau pun bersabda: “Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang
bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan
bahagia itu bagian dari kenikmatan”. (HR. Ibnu Majah no. 2132).
Saudaraku,
Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah di atas, menunjukkan bahwa tidak tercela
untuk kaya harta. Yang tercela itu adalah tidak pernah merasa cukup dan puas
dengan apa yang Allah beri.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
أَبِي أَيُّوبَ حَدَّثَنِي شُرَحْبِيلُ وَهُوَ ابْنُ شَرِيكٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ
وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ. (رواه مسلم)
13.122/1746. Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abu Abdurrahman
Al Muqri dari Sa'id bin Abu Ayyub telah menceritakan kepadaku Syurahbil bin
Syarik dari Abu Abdurrahman Al Hubali dari Abdullah bin Amru bin Ash bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh amat
beruntunglah seorang yang memeluk Islam dan diberi rizki yang cukup serta
qana'ah terhadap apa yang diberikan Allah." (HR. Muslim).
Saudaraku,
Sifat qona’ah dan selalu merasa
cukup itulah yang selalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam minta pada Allah
dalam do’anya.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ
اللهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ اللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى
وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. (رواه مسلم)
49.67/4898. Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar mereka berkata;
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada
kami Syu'bah dari Abu Ishaq dari Abul Ahwash dari 'Abdullah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pernah berdo’a: “ALLAAHUMMA
INNII AS-ALUKALHUDAA WATTUQAA WAL’AFAAFA WALGHINAA” Ya Allah ya Tuhanku,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, terhindar dari
perbuatan yang tidak baik, dan kecukupan (tidak minta-minta). (HR.
Muslim).
Demikian yang bisa kusampaikan, mohon maaf jika kurang
berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.