Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Virus corona hanyalah makhluk kecil ciptaan Allah. Namun
kehadirannya telah mengguncangkan kehidupan umat manusia secara global.
Allah menunjukkan ke-Maha Agungan-nya lewat makhluk
kecil yang tak terlihat secara kasat mata. Terbukti sekarang ini, bahwa hanya dengan melalui virus yang
Allah kirimkan ke muka bumi ini,
begitu banyak
lapisan masyarakat menjadi gempar dan dicekam kekhawatiran. Fenomena ini memberi pelajaran bahwa betapa
sangat mudah bagi Allah untuk menjadikan alam ini serta membinasakannya.
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ ﴿١١٧﴾
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak
(untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
"Jadilah". Lalu jadilah ia. (QS. Al Baqarah. 117).
Saudaraku,
Hal ini sekaligus juga menunjukkan betapa lemahnya kita
umat manusia. Betapa hanya dengan makhluk kecil tak kasat mata, kita umat manusia
di seluruh dunia telah dibuat tak berdaya.
...
وَخُلِقَ الْإِنسَـــٰنُ ضَعِيفًا ﴿٢٨﴾
“..., dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS. An
Nisaa’. 28)
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “... (dan
manusia dijadikan bersifat lemah) tidak tahan menghadapi wanita dan godaan
seksual”. (QS. An Nisaa’. 28)
Saudaraku,
Berdasarkan Tafsir Jalalain di
atas, yang dimaksud dengan “manusia dijadikan bersifat lemah” adalah sifat
laki-laki yang tidak kuat menahan godaan wanita.
Namun ada juga ‘ulama’ yang
menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “manusia dijadikan bersifat lemah”
tersebut, mencakup lemah dalam berbagai hal yang seorang hamba butuh kepada
Allah. Seperti lemah badan, lemah kekuatan, lemah ilmu dan lain-lain.
Ibnul
Qayyim menjelaskan tentang makna lemah dalam ayat di atas: “Kelemahan di sini mencakup semua hal secara umum akan manusia. Manusia
lemah badan, lemah kekuatan, lemah keinginan, lemah ilmu dan lemah kesabaran”.
Oleh karena itu, janganlah sekali-kali
kita menyombongkan diri (meskipun harta kekayaan, jabatan serta kekuasaan sedang ada dalam
genggaman kita).
وَلَا تَمْشِ فِي الأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ الْأَرْضَ
وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا ﴿٣٧﴾
“Dan janganlah kamu berjalan
di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”.
(QS. Al Israa’. 37).
وَعِبَادُ الرَّحْمَـــٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا
خَاطَبَهُمُ الْجَـــٰهِلُونَ قَالُوا
سَلَـــٰـمًا ﴿٦٣﴾
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang
Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah
hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
yang baik”. (QS. Al Furqaan. 63).
♦ Virus corona menyadarkan kita bahwa kematian itu sangat dekat dan nyata
Saudaraku,
Penyebaran virus corona yang
sangat cepat dan tidak pandang bulu (jenis kelamin, usia, ras, kewarganegaraan,
orang awam, selebriti, atlet, pejabat maupun pengusaha, semuanya bisa
terinfeksi) serta angka kematian yang cukup tinggi yang diakibatkan oleh virus
ini, telah menyadarkan kita bahwa kematian
itu sangat dekat dan nyata.
Dari sini, seolah Allah telah mengingatkan kita agar
memperbanyak mengingat
pemutus kenikmatan, yaitu
kematian. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (hadits
no. 2307) serta
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah (hadits no. 4248) berikut ini:
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا
الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ.
(رواه الترمذى)
2307. Mahmud bin Ghailan
menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami. dari
Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah
bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan”. Maksudnya adalah
kematian. (HR. At-Tirmidzi).
حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي
الْمَوْتَ. (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah
menceritakan kepada kami [Al Fadl bin Musa] dari [Muhammad bin 'Amru] dari [Abu
Salamah] dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Perbanyaklah mengingat sesuatu yang dapat
menghancurkan kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Ibnu Majah, no. 4248).
Saudaraku,
Mengingat kematian dapat mengobati
jiwa yang sakit, menyegarkan spiritual yang letih, serta membangun kembali
kekuatan dan energi batiniah yang tidak berdaya. Maka semakin banyak mengingat
kematian, semakin meningkat pula ketekunan dan optimisme dalam melaksanakan
hak-hak Allah SWT, serta semakin ikhlas dalam beramal.
Mengingat kematian juga
merupakan sarana yang tepat untuk menyucikan jiwa, meredam gejolak nafsu dan
melembutkan hati. Sebaliknya, lupa akan kematian akan menyebabkan tidak
terkontrolnya nafsu, kerasnya hati, sehingga seseorang menjadi lupa terhadap
kewajibannya sebagai manusia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ
اللهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى
النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ أَىُّ
الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ فَأَىُّ
الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ
لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ. (رواه ابن
ماجه)
Dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya: “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?”. Beliau bersabda: “Yang
paling baik akhlaknya”. “Lalu
mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia
kembali bertanya. Beliau bersabda: “Yang
paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri
untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas”. (HR. Ibnu Majah no. 4259).
Saudaraku,
Hanya orang bodohlah yang hanya berpikir jangka pendek,
yaitu orang yang hanya berpikir untuk mendapatkan kesenangan
yang sedikit selama masa hidupnya yang teramat singkat di dunia ini, tanpa
mau melihat jauh ke depan hingga menembus ke alam akhirat. Yaitu orang yang
jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah
Sebaliknya, hanya orang yang cerdaslah yang jangkauan
pemikirannya jangka panjang hingga menembus ke alam akhirat, yaitu orang yang
paling banyak mengingat mati dan yang paling baik persiapannya untuk kehidupan
setelah mati.
حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ
أَبِي مَرْيَمَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا
عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي
مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ
لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى
عَلَى اللهِ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ قَالَ وَمَعْنَى قَوْلِهِ مَنْ دَانَ
نَفْسَهُ يَقُولُ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا قَبْلَ أَنْ يُحَاسَبَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَيُرْوَى عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ حَاسِبُوا
أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ
فِي الدُّنْيَا وَيُرْوَى عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ قَالَ لَا يَكُونُ
الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ
أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ. (رواه الترمذى)
Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Waqi'] telah
menceritakan kepada kami ['Isa bin Yunus] dari [Abu Bakar bin Abu Maryam], dan
telah mengkhabarkan kepada kami [Abdullah bin Abdurrahman] telah mengkhabarkan
kepada kami ['Amru bin 'Aun] telah mengkhabarkan kepada kami [Ibnu Al Mubarak]
dari [Abu Bakar bin Abu Maryam] dari [Dlamrah bin Habib] dari [Syaddad bin Aus]
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam beliau bersabda: “Orang yang cerdas
adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah
kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa
nafsunya dan berangan angan kepada Allah”. Dia berkata: Hadits ini hasan, dia
berkata: Maksud sabda Nabi: “Orang yang mempersiapkan diri” dia berkata: Yaitu
orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia sebelum di hisab pada
hari Kiamat. Dan telah diriwayatkan dari Umar bin Al Khottob dia berkata:
hisablah (hitunglah) diri kalian sebelum kalian dihitung dan persiapkanlah
untuk hari semua dihadapkan (kepada Rabb Yang Maha Agung), hisab (perhitungan)
akan ringan pada hari kiamat bagi orang yang selalu menghisab dirinya ketika di
dunia. Dan telah diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dia berkata: “Seorang hamba tidak
akan bertakwa hingga dia menghisab dirinya sebagaimana dia menghisab temannya
dari mana dia mendapatkan makan dan pakaiannya”. (HR. At-Tirmidzi no. 2383).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr. 18).
♦ Dampak virus corona yang dahsyat telah menciptakan
kepanikan di antara umat manusia
Saudaraku,
Penyebaran virus corona yang
sangat cepat dan tidak pandang bulu (jenis kelamin, usia, ras, kewarganegaraan,
orang awam, selebriti, atlet, pejabat maupun pengusaha, semuanya bisa
terinfeksi) serta angka kematian yang cukup tinggi, tak bisa dipungkiri juga telah menciptakan kepanikan di
antara umat manusia.
Sikap
panik ini bisa terjadi karena didorong oleh rasa khawatir atau ketakutan yang berlebihan (over worried) terhadap sesuatu. Dan
pada umumnya hal ini bisa terjadi karena manusia tidak memiliki pegangan yang
solid dan pasti dalam hidupnya.
Pegangan
seperti itu dalam bahasa Al Qur’an lebih populer dengan istilah “al-‘Urwatul Wutsqo”. Perhatikan penjelasan Al Qur’an
dalam 2 ayat berikut ini:
وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ وَإِلَى اللهِ عَـــٰـقِبَةُ الْأُمُورِ ﴿٢٢﴾
”Dan barangsiapa yang
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada
Allah-lah kesudahan segala urusan”. (QS. Luqman. 22).
لَا
إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ فَمَن يَكْفُرْ
بِٱلطَّــــٰـغُوتِ وَيُؤْمِن بِٱللهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ
ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا وَٱللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴿٢٥٦﴾
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah.
256).
Saudaraku,
Selama
manusia masih kehilangan pegangan ini dan berpijak pada pijakan-pijakan yang
tidak pasti (semua yang selain Allah jelas tidak
pasti), maka manusia
akan terombang-ambing dalam kebingungannya. Di sinilah mereka akan terjatuh ke
dalam perilaku ‘ajuulaa (tergesa-gesa dalam menghakimi).
... وَكَانَ الْإِنسَـــٰنُ عَجُولًا ﴿١١﴾
“... Dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa”. (QS. Al Israa’. 11).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan adalah manusia) yang
dimaksud adalah jenisnya (bersifat tergesa-gesa) di dalam mendoakan dirinya
tanpa memikirkan lebih lanjut akan akibatnya”. (QS. Al Israa’. 11).
Saudaraku,
Di tengah penyebaran
virus corona yang sangat cepat dan tidak
pandang bulu serta angka kematian yang cukup tinggi ini, tak bisa dipungkiri telah menjadikan banyak orang menjadi ‘ajuulaa. Hal ini nampak dalam perilaku manusia, hampir dalam segala aspek kehidupannya.
Mulai
dari persepsi yang terbangun (dengan
bantuan media/medsos yang
terbuka), virus corona ini menjadi
terlihat begitu mencekam. Manusia menjadi ketakutan berlebihan
sehingga hidupnya seolah terbayang-bayang oleh ancaman kematian di depan matanya. (Padahal
kematian itu memang ada di depan
mata setiap orang).
Banyak
kemudian yang jatuh sakit bukan karena corona, namun lebih kepada ketakutan yang berlebihan.
Hal ini bisa mengakibatkan gaya hidup menjadi tidak normal (susah tidur, pola makan menjadi tidak
teratur, dll). Sehingga sistem kekebalan tubuh bisa turun
drastis sehingga karenanya menjadi mudah terjangkiti berbagai macam
penyakit.
Ketakutan
yang berlebihan itu juga
menjadikan manusia cepat menghakimi setiap gejala pada dirinya serta manusia sekitarnya
sebagai gejala covid-19. Seperti ketika seseorang mengalami batuk, flu/pilek, maupun demam.
Ketergesaaan dalam menghakimi
tadi bisa mengakibatkan orang yang batuk, flu/pilek, maupun demam tadi, dengan serta merta
disimpulkan sebagai korban virus corona. Maka terjadilah kekhawatiran di atas
kekhawatiran (maksudnya kekhawatiran yang berlebihan).
Dan hal ini semuanya sebenarnya bermuara kepada tidak
adanya pegangan yang solid dan pasti dalam hidupnya. Sedangkan jika manusia memiliki pegangan yang solid dan pasti dalam
hidupnya (pegangan seperti ini dalam bahasa Al Qur’an dikenal dengan istilah:
al ‘urwatul wutsqo), maka hal ini semua tidak akan terjadi.
Karena barangsiapa
yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya
kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ وَإِلَى اللهِ عَـــٰـقِبَةُ الْأُمُورِ ﴿٢٢﴾
”Dan barangsiapa yang
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada
Allah-lah kesudahan segala urusan”. (QS. Luqman. 22).
Sedangkan barangsiapa
yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan,
maka dipastikan
yang bersangkutan akan banyak mengingati Allah. Sehingga karenanya hatinya
menjadi tenteram serta jauh dari perilaku ‘ajuulaa. (Wallahu ta’ala a’lam).
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾
Hai orang-orang yang beriman,
berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS.
Al Ahzaab. 41).
الَّذِينَ
ءَامَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلَا بِذِكْرِ اللهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ﴿٢٨﴾
(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’d. 28).
♦ Jadikan sabar dan sholat
sebagai penolong
Saudaraku,
Ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan dalam tulisan
ini. Yaitu jangan
lupa menjadikan
sabar dan sholat sebagai penolong kita.
Perhatikan penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 153 berikut
ini:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ
اللهَ مَعَ الصَّـــٰبِرِينَ ﴿١٥٣﴾
Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah. 153).
Sedangkan
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, diperoleh penjelasan
sebagai berikut:
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ عَبْدِ اللهِ الدُّؤَلِيِّ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ أَخُو
حُذَيْفَةَ، قَالَ حُذَيْفَةُ، يَعْنِي ابْنَ الْيَمَانِ: كَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى.
(رواه أحمد)
Imam Ahmad meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu
Abdullah Ad-Du-ali yang menceritakan bahwa Abdul Aziz (saudara Huzaifah)
mengatakan bahwa Huzaifah ibnul Yaman r.a. pernah mengatakan: “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bila mengalami suatu perkara (cobaan), maka beliau
selalu shalat”.
Jangan
berduka cita,
wahai saudaraku. Karena
sesungguhnya Allah SWT. beserta
kita!
... لَا تَحْزَنْ
إِنَّ اللهَ مَعَنَا ... ﴿٤٠﴾
“...
Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. ...”. (QS. At
Taubah. 40).
Demikian yang bisa kusampaikan,
mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar