Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang teman sekolah di Blitar dengan santainya telah
membuat pernyataan di Grup WhatsApp alumni SMP 1 Blitar (dalam bahasa campuran
antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa) sebagai berikut: “Malaikat
nggak akan memasuki rumah yang ada anjingnya. Nek pingin dowo umurmu, nginguo
kirik. Dadi nek malaikat pencabut nyawa arep teko neng omahmu mesti akeh
dipending jadwale, mergo enek kirik. Haha”.
Pernyataan tersebut artinya adalah: “Malaikat
nggak akan memasuki rumah yang ada anjingnya. Kalau ingin panjang umurmu, peliharalah
anjing. Jadi kalau malaikat pencabut nyawa akan datang ke rumahmu pasti banyak dipending
jadwalnya, karena ada anjing. Haha”.
♦ Tanggapan
Sebelum membahas pernyataan di atas, marilah kita
perhatikan uraian berikut ini terlebih dahulu.
Saudaraku,
Adakalanya candaan
dibuat dengan mengambil lalu menyembunyikan barang orang lain. Hal seperti ini
tidak jarang terjadi ditengah-tengah pergaulan sehari-hari. Padahal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang perbuatan seperti ini. Perhatikan
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (hadits no. 2160)
berikut ini:
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ السَّائِبِ بْنِ
يَزِيدَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيهِ لَاعِبًا
أَوْ جَادًّا فَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا إِلَيْهِ. (رواه
الترمذى)
2160. Bundar menceritakan
kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Dzi'b
menceritakan kepada kami, Abdullah bin As-Saib bin Yazid menceritakan kepada
kami, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah bersabda,
"Tidak diperbolehkan salah seorang dari kalian mengambil tongkat milik
saudaranya, baik dengan maksud main-main atau sungguhan. Siapa saja yang
mengambil tongkat saudaranya, maka hendaknya dia mengembalikannya kepada
saudaranya itu. (HR. Tirmidzi).
Saudaraku,
Kita juga tidak
sulit menjumpai adanya seseorang yang telah menakut-nakuti orang lain yang mana
hal itu dilakukan hanya sekedar untuk bercanda semata. Dan nampaknya cukup banyak
diantara kita yang memandang perkara seperti ini sebagai perkara yang
wajar-wajar saja. Toh hal ini ditujukan hanya sekedar untuk bercanda semata.
Bahkan perkara seperti ini malah dipandang sebagai sarana agar pergaulan bisa
semakin akrab.
Padahal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah melarang perbuatan seperti ini. Artinya
membuat orang lain takut walau maksudnya bercanda termasuk dosa. Perhatikan
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no. 5004) berikut ini:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَنَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى حَبْلٍ مَعَهُ فَأَخَذَهُ
فَفَزِعَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ
لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا. (رواه ابو داود)
5004. Dari Abdurrahman bin Abu
Laila, ia berkata: Sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan padaku bahwa ketika mereka sedang berjalan di waktu malam
bersama Rasulullah, seorang di antara mereka tertidur. Lalu seorang temannya
beranjak dengan membawa tali kemudian menariknya sehingga orang yang tidur itu
terkejut. Melihat hal itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim
lainnya”. (HR.
Abu Dawud).
Saudaraku,
Tidak jarang pula
kita jumpai bahwa seseorang telah berbicara lalu berdusta dengan tujuan untuk membuat orang
lain tertawa dengan kebohongannya. Dan nampaknya hal seperti ini sudah menjadi
perkara yang biasa saja ditengah-tengah pergaulan kita sehari-hari. Padahal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan peringatan sangat keras terhadap
perbuatan seperti ini.
Perhatikan
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (hadits no. 2315)
serta hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no. 4990) berikut
ini:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ
جَدِّي قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيثِ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ فَيَكْذِبُ
وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ. (رواه الترمذى)
2315. Muhammad bin Basysyar
menceritakan kepada kami, Yahya bin Said menceritakan kepada kami, Bahz bin
Hakim menceritakan kepada kami, bapakku menceritakan kepadaku, dari kakekku, ia
berkata, aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Celaka
orang yang berkata-kata agar orang lain tertawa, padahal ia berdusta (dengan
ucapannya itu). Celaka baginya, dan celaka baginya. (HR. Tirmidzi).
عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ
أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ
لَهُ وَيْلٌ لَهُ. (رواه ابو داود)
4990. Dari Muawiyah bin Haidah,
ia berkata: “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 'Celakalah bagi orang
yang berbicara lalu berdusta supaya membuat orang lain tertawa dengan
kebohongannya. Celakalah ia, celakalah ia”. (HR. Abu Dawud).
♦ Bahayanya menjadikan agama sebagai candaan
Saudaraku,
Jika dalam perkara-perkara di atas saja ternyata Islam
telah mewanti-wanti kita agar senantiasa sangat berhati-hati dalam bercanda. Lalu
bagaimana jika yang dijadikan bahan candaan adalah ayat-ayat Al
Qur’an maupun Hadits? Sungguh amat keraslah larangan Allah
terhadap candaan-candaan
semacam ini.
Candaan-candaan
semacam ini bisa
mengeraskan hati, bahkan bisa menyungkurkan pelakunya ke dalam
kemurtadan. Na’udzubillahi mindzalika!
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا
وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا
كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ اللهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِن تَعْدِلْ
كُلَّ عَدْلٍ لَّا يُؤْخَذْ مِنْهَا أُوْلَــــٰـــئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُواْ بِمَا كَسَبُواْ لَهُمْ
شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُواْ يَكْفُرُونَ ﴿٧٠﴾
Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama
mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh
kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al Qur'an itu agar
masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya
sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafa`at
selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun,
niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang
dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka
(disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan
kekafiran mereka dahulu. (QS. Al An’aam. 70).
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ
وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَـــٰــتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُواْ قَدْ
كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَــــٰــنِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ
كَانُواْ مُجْرِمِينَ ﴿٦٦﴾
(65) Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa
yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami
hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. (66) Tidak usah
kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema`afkan
segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab
golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat
dosa. (QS. At aubah. 65 – 66).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
(65) (Dan jika) Lam bermakna qasam/sumpah (kamu tanyakan
kepada mereka) tentang ejekan-ejekan mereka terhadap dirimu dan terhadap Al Qur’an,
padahal mereka berangkat bersamamu ke Tabuk (tentulah mereka akan menjawab)
mengemukakan alasannya ("Sesungguhnya kami hanyalah bersenda-gurau dan
bermain-main saja") dalam ucapan kami guna melenyapkan rasa bosan dalam
menempuh perjalanan yang jauh ini, dan kami tidak bermaksud apa-apa selain
daripada itu (Katakanlah) kepada mereka! ("Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok?").
(66) (Tidak usah kalian meminta maaf) akan hal tersebut
(karena kalian kafir sesudah beriman) artinya kekafiran kalian ini tampak
sesudah kalian menampakkan keimanan. (Jika Kami memaafkan) bila dibaca memakai
ya berarti menjadi mabni maf'ul sehingga bacaannya menjadi ya'fa. Jika dibaca
memakai huruf nun, berarti mabni fa'il, dan bacaannya seperti yang tertera pada
ayat (segolongan daripada kalian) lantaran keikhlasan dan tobatnya, seperti apa
yang dilakukan oleh Jahsy bin Humair (niscaya Kami akan mengazab) dapat dibaca
tu`adzdzib dan dapat pula dibaca nu`adzdzib (golongan yang lain disebabkan
mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa) yakni, karena mereka selalu
menetapi kemunafikannya dan selalu melancarkan ejekan-ejekan.
Saudaraku,
Perlu diperhatikan pula
bahwa menjadikan agama sebagai candaan atau memplesetkan istilah-istilah agama
adalah kebiasaan orang Yahudi, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah
ayat 104 berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقُولُواْ رَاعِنَا
وَقُولُواْ انظُرْنَا وَاسْمَعُوا ْوَلِلْكَـــٰـفِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿١٠٤﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan
(kepada Muhammad): "Raa`ina", tetapi katakanlah :
"Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang kafir
siksaan yang pedih. (QS. Al Baqarah. 104).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
104. (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
katakan) kepada Nabi (raa`inaa) artinya perhatikanlah kami; 'raa'inaa' diambil
dari kata 'muraa`ah', tetapi orang-orang Yahudi biasa mengatakan 'raa`unah'
yang dalam bahasa mereka berarti 'teramat bodoh' sebagai ejekan kepada Nabi,
maka orang-orang mukmin dilarang mengucapkan kata-kata itu, (dan katakanlah)
yakni sebagai gantinya, (unzhurnaa) artinya lihatlah kami; (dan dengarlah
olehmu) apa-apa yang dititahkan dengan kesediaan untuk mematuhinya (dan bagi
orang-orang kafir disediakan siksaan pedih) yang menyakitkan sekali, yaitu
neraka.
♦ Pembahasan pernyataan di atas
Setelah kita memperhatikan uraian di atas,
sekarang marilah kita bahas pernyataan di atas: “Malaikat
nggak akan memasuki rumah yang ada anjingnya. Kalau ingin panjang umurmu,
peliharalah anjing. Jadi kalau malaikat pencabut nyawa akan datang ke rumahmu
pasti banyak dipending jadwalnya, karena ada anjing. Haha”.
Saudaraku,
Dalam pernyataan di atas, yang bersangkutan telah
menyarankan agar memelihara anjing. Padahal larangan untuk memelihara anjing
itu sangat jelas. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi serta hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut
ini:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
اقْتَنَى كَلْبًا أَوْ اتَّخَذَ كَلْبًا لَيْسَ بِضَارٍ وَلَا كَلْبَ مَاشِيَةٍ
نَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ. (رواه الترمذى)
1487. Ahmad bin Mani'
menceritakan kepada kami, Ismail bin Ibrahim menceritakan kepada kami dari
Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
yang mencari atau memelihara anjing tanpa ada keperluan yang mendesak dan bukan
anjing yang dipergunakan sebagai penjaga ternak, maka setiap hari pahalanya
akan dikurangi dua qirath”. (HR. Tirmidzi).
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ
يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا
إِلَّا كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِيًا نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ.
(رواه البخارى)
52.8/5060. Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik
dari Nafi' dari Abdullah bin Umar ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk
menjaga binatang ternak atau anjing untuk berburu, maka pahalanya akan
berkurang dua qirath setiap hari”. (HR.
Al
Bukhari).
Lalu seperti apakah dua qirath
itu?
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ حَدَّثَنِي أَبُو
حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ اتَّبَعَهَا حَتَّى
تُوضَعَ فِي الْقَبْرِ فَقِيرَاطَانِ قَالَ قُلْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ وَمَا
الْقِيرَاطُ قَالَ مِثْلُ أُحُدٍ. (رواه مسلم)
12.50/1572. Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id
dari Yazid bin Kaisan telah menceritakan kepadaku Abu Hazim dari Abu Hurairah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa yang
menshalatkan jenazah, maka baginya pahala satu qirath, dan siapa yang
mengantarnya hingga jenazah itu di letakkan di liang kubur, maka baginya pahala
dua qirath”. Saya bertanya, Wahai Abu Hurairah, seperti apakah dua qirath itu? Ia
menjawab: “Yaitu seperti gunung Uhud”.
(HR. Muslim).
Dalam candaan tersebut, yang bersangkutan telah
mengatakan bahwa: “Malaikat nggak akan memasuki rumah yang ada
anjingnya”.
Saudaraku,
Benar
bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang ada anjingnya. Namun tidak ada
satupun hadits yang secara eksplisit (secara tegas, gamblang, tidak tersembunyi, tidak bertele-tele,
tersurat, jelas dan tidak mempunyai gambaran makna yang kabur dalam berbagai
hal) menyatakan bahwa yang dimaksudkan adalah malaikat pencabut nyawa. Perhatikan
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi serta hadits yang
diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Majah berikut ini:
حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ
وَالْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَغَيْرُ وَاحِدٍ
وَاللَّفْظُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ قَالُوا حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُتْبَةَ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا طَلْحَةَ
يَقُولُ.
(رواه الترمذى)
2804. Salamah bin Syabib, Al
Hasan bin Ali Al Khallal, dan Abd bin Humaid, serta yang lainnya menceritakan
kepada kami – dengan lafazh milik Al Hasan bin Ali –, mereka berkata:
Abdurrazaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami, dari
Az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah, bahwasanya ia mendengar Ibnu
Abbas berkata: Aku mendengar Abu Thalhah berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malaikat tidak akan memasuki sebuah rumah yang di dalamnya
terdapat anjing dan gambar patung”. (HR. At-Tirmidzi). Abu Isa berkata: “Hadits ini
hasan shahih”.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ وَاعَدَ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فِي سَاعَةٍ
يَأْتِيهِ فِيهَا فَرَاثَ عَلَيْهِ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَإِذَا هُوَ بِجِبْرِيلَ قَائِمٌ عَلَى الْبَابِ فَقَالَ مَا مَنَعَكَ
أَنْ تَدْخُلَ قَالَ إِنَّ فِي الْبَيْتِ كَلْبًا وَإِنَّا لَا نَدْخُلُ بَيْتًا
فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ. (رواه ابن ماجه)
2961-3718. Dari 'Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata, "Jibril AS menjanjikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertemu pada
waktu yang telah ditentukan, kemudian terdapat kotoran binatang di dalam rumah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan
tiba-tiba Jibril sedang berdiri di depan pintu, maka beliau bertanya, 'Apa yang
menghalangimu masuk?' Jibril berkata, 'Sesungguhnya di dalam rumah ada anjing.
Dan sesungguhnya kami tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing
dan gambar'." (HR.
Ibnu Majah).
Dalam candaan tersebut, yang bersangkutan telah
mengatakan bahwa: “Kalau malaikat
pencabut nyawa akan datang ke rumahmu pasti banyak dipending jadwalnya, karena
ada anjing.”.
Saudaraku,
Ini jelas-jelas pelecehan terhadap ketetapan Allah
terkait ajal seseorang (jatah umur seseorang untuk hidup di dunia ini telah
ditetapkan oleh Allah jauh sebelum yang bersangkutan terlahir di dunia ini).
Sehingga jika telah datang ajal seseorang, maka tidak ada satu pihakpun (termasuk
malaikat sekalipun) yang dapat mengundurkannya meski hanya sesaat saja dan
tidak ada pula yang dapat mendahulukannya.
... وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلَا يُنقَصُ مِنْ
عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتَـــٰبٍ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللهِ
يَسِيرٌ ﴿١١﴾
“... Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang
berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan)
dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah
mudah”. (QS. Faathir. 11).
قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا
مَا شَاءَ اللهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا
يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ﴿٤٩﴾
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan
kemudharatan dan tidak (pula) kemanfa`atan kepada diriku, melainkan apa yang
dikehendaki Allah." Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang
ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak
(pula) mendahulukan (nya). (QS. Yunus. 49).
وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللهُ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١١﴾
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (QS. Al Munaafiquun. 11).
Saudaraku,
Dari uraian di atas, jelaslah sekarang betapa bahayanya
membuat candaan itu (jika tidak berhati-hati), terlebih lagi jika yang
dijadikan bahan candaan adalah ayat-ayat Al Qur’an
maupun Hadits.
Oleh karena itu bagi siapa saja yang telah bercanda
secara berlebihan (apalagi bagi yang telah menjadikan agama sebagai candaan), maka
yang bersangkutan harus bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat
kepadanya. Dia
harus kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dan dia juga harus mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah
sebelum datang azab dari-Nya dengan tiba-tiba.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَىٰ
أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
﴿٥٣﴾
”Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus-asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Az Zumar. 53).
وَأَنِيبُوا
إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا
تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah (kalian) kepada-Nya sebelum datang kepadamu
azab kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)”. (QS. Az
Zumar. 54).
وَاتَّبِعُوا
أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم
مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً
وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
“Dan ikutilah sebaik-baik apa
yang telah diturunkan kepadamu (Al Qur’an) dari Tuhanmu sebelum
datang kepadamu azab dengan tiba-tiba, sedang
kamu tidak menyadarinya”, (QS. Az Zumar. 55).
♦ Berdasarkan uraian di atas, apakah hal ini
berarti kita tidak boleh bercanda?
Saudaraku,
Sebenarnya boleh-boleh saja bercanda selama tidak bertentangan dengan
Syariat Islam. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun juga
bercanda.
Dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu,
dia berkata:
قَالُوا:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا؟ قَالَ: نَعَمْ غَيْرَ إِنِّي لَا
أَقُولُ إِلَّا حَقًّا. (رواه الترمذى)
Para Sahabat
berkata: “Wahai Rasulullah!
Sesungguhnya engkau mencandai kami”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Betul, akan tetapi saya tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar”.
(HR. At-Tirmidzi).
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الْوَاسِطِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
الْعَاصِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ أَشْيَاءَ
أَفَأَكْتُبُهَا قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا قَالَ نَعَمْ
فَإِنِّي لَا أَقُولُ فِيهِمَا إِلَّا حَقًّا. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yazid Al
Wasithi(1) telah mengkabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq(2) dari 'Amru bin
Syu'aib(3) dari bapaknya(4) dari kakeknya Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash(5), ia
berkata; Aku berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mendengar
sesuatu (hadits) darimu, bolehkah jika aku menulisnya? Beliau menjawab:
"Silahkan." Aku berkata; "Baik engkau dalam keadaan marah atau
ridla?" Beliau menjawab: "Ya, karena sesungguhnya aku tidak
mengatakan kecuali yang benar meskipun aku dalam kondisi tersebut." (HR. Ahmad
no. 6.724).
Maka contohlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
jika memang mau bercanda. Karena telah ada pada diri Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
kiamat.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا ﴿٢١﴾
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzaab. 21).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.