Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (teman
alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi negeri
terkemuka di Surabaya) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Bagaimana caranya menjadi mak comblang1)
buat anaknya sendiri bila anak perempuan serta bagaimana pula bila anak
laki-laki?”.
Saudaraku,
Dalam
Islam, proses menuju pernikahan itu melewati tiga tahapan, yaitu ta’aruf, khitbah dan akad nikah.
♦ Ta’aruf adalah proses mengenal, sedangkan khitbah adalah proses melamar
Saudaraku,
Lewat masa ta’aruf, seseorang (baik laki-laki maupun wanita) bisa menggali sebanyak mungkin
informasi tentang dia/orang yang ingin dinikahi, baik hobi, sifat, kondisi kesehatan,
impian dan sebagainya.
Berbeda
dengan khitbah yang merupakan pinangan, ta’aruf adalah rangkaian proses sebelum khitbah itu
sendiri. Tentunya akan lebih baik jika
kedua orang yang hendak bertunangan tersebut sudah saling mengenal
terlebih dahulu dibandingkan tanpa saling kenal. Hanya saja prosesnya harus syar'i yaitu saling mengenal tanpa interaksi
berlebihan. Perhatikan penjelasan berikut
ini:
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa pada dasarnya melihat wanita asing bagi
lelaki dan sebaliknya (yaitu melihat laki-laki asing bagi wanita) hukumnya adalah
haram. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nuur ayat 30 – 31 berikut
ini:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَـــٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ﴿٣٠﴾ وَقُل لِّلْمُؤْمِنَـــٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـــٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ... ﴿٣١﴾
(30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat”. (31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak (wajah dan telapak
tangan) daripadanya. ...”. (QS. An Nuur. 30 – 31).
Namun untuk orang yang meminang, boleh baginya untuk memandang
wanita yang dipinangnya (demikian pula sebaliknya, yaitu bagi wanita untuk
memandang laki-laki yang akan meminangnya). Bahkan hal itu malah dianjurkan,
dengan syarat karena memang benar-benar berniat untuk mengkhitbah.
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ
فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا قَالَ لَا قَالَ
فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا.
(رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Yazid bin Kaisan dari
Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata; Saya pernah berada di samping Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau
seraya mengabarkan bahwa dirinya akan menikahi seorang wanita dari Anshar. Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Apakah kamu telah melihatnya?”. Dia menjawab: “Tidak”. Beliau melanjutkan: “Pergi dan lihatlah kepadanya, sesungguhnya di mata orang-orang Anshar ada
sesuatu”. (HR. Muslim).
Saudaraku,
Terkait hal ini, yang harus diperhatikan adalah bahwa orang
yang meminang hanya boleh memandang wanita yang akan dipinangnya pada telapak
tangan dan wajah saja, karena dari wajahnya sudah cukup untuk bukti
kecantikannya dan dari kedua tangannya juga sudah cukup untuk bukti
keindahan/kehalusan kulitnya.
Sedangkan yang lebih jauh dari hal itu (misalnya tentang
keindahan rambutnya, bau mulutnya, dll), maka hendaknya orang yang meminang
mengutus ibunya atau saudara perempuannya untuk menyingkapnya (tidak boleh
dilakukan sendiri).
Saudaraku,
Dengan melihat wanita yang akan dipinang terlebih dahulu
sebelum seseorang meminang (bisa melihat tanpa sepengetahuan wanita yang akan
dipinang), maka jika dia merasa tidak suka padanya, dia bisa berpaling dari wanita
tersebut tanpa menyakitinya (artinya dia bisa berpaling dari wanita tersebut
sebelum proses peminangan dilakukan sehingga tidak sampai menyakitinya).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ
الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى
نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً
فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى
نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. (رواه ابو
داود)
2082. Diriwayatkan oleh Jabir bin
Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, jika ia
bisa melihat sesuatu yang dapat membuatnya menikahinya, maka lihatlah”. Jabir
berkata lagi: “Maka aku meminang seorang wanita, kemudian aku bersembunyi di
sebuah tempat, sehingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin menikahinya,
maka setelah itu aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud).
حَدَّثَنَا
أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنِي
مُوسَى بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ أَوْ أَبِي حُمَيْدَةَ
قَالَ وَقَدْ رَأَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ
إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَمُ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Kamil] telah
menceritakan kepada kami [Zuhair] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin
Isa] telah menceritakan kepadaku [Musa bin Abdullah bin Yazid] dari [Abu Humaid
atau Humaidah], dia berkata; dia telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: “Jika seorang
kalian melamar seorang wanita, maka tidak mengapa baginya melihat wanita
tersebut apabila dia melihatnya hanya dalam rangka untuk melamarnya meskipun
wanita tersebut tidak mengetahuinya”. (HR. Ahmad, no. 22497).
Saudaraku,
Akan jauh lebih baik lagi jika
sebelum meminang, pihak lelaki juga mencari informasi tentang biografi,
karakter, sifat atau hal lain dari wanita yang ingin dipinangnya (tidak hanya
sekedar melihatnya) melalui orang yang mengenal dengan baik tentang wanita
tersebut sehingga jika dia merasa tidak suka padanya, maka dia
bisa berpaling dari wanita tersebut tanpa menyakitinya (artinya dia bisa
berpaling dari wanita tersebut sebelum proses peminangan dilakukan sehingga
tidak sampai menyakitinya).
Hal yang sama juga bisa dilakukan oleh pihak wanita untuk
mengenal lelaki yang berkeinginan untuk meminangnya sehingga bisa memudahkannya
untuk mengambil keputusan (apakah menerima atau menolak pinangannya).
حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا عُمَارَةُ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْسَلَ أُمَّ سُلَيْمٍ تَنْظُرُ إِلَى جَارِيَةٍ
فَقَالَ شُمِّي عَوَارِضَهَا وَانْظُرِي إِلَى عُرْقُوبِهَا. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami
Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami 'Umaroh dari Tsabit dari Anas,
Pernah Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengutus Ummu Sulaim Radliyallahu'anha
untuk melihat wanita sahaya dan bersabda: “Ciumlah bau mulutnya
dan amatilah tulang lunak diatas tumitnya (betisnya)”. (HR. Ahmad).
Saudaraku,
Saat proses ta’aruf sedang
berjalan, masing-masing pihak perlu mengkomunikasikan perihal sosok calon kepada
orangtua sebab masing-masing pihak (terlebih lagi pihak wanita) wajib
mengantongi restu mereka sebelum melangkah ke tahap khitbah. Shalat istikharah, do’a dan restu orangtua akan sangat menentukan untuk menuju langkah terbaik.
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِي عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا .. .(رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata, telah
menceritakan kepada kami ['Abdurrahman bin Abu Al Mawaliy] dari [Muhammad bin
Al Munkadir] dari [Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhuma] berkata: “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengajari kami shalat istikharah dalam setiap
urusan yang kami hadapi ...“. (HR. Bukhari, no.
1096).2)
♦ Langkah awal sebelum melamar
√ Pria langsung datang untuk melamar wanita
yang ingin dinikahi (bagi wanita, dia juga bisa langsung datang kepada
laki-laki untuk minta dinikahi)
Saudaraku,
Secara umum, memang banyak
dalil yang menjelaskan bahwa prosesi melamar atau khitbah biasanya dilakukan
oleh pria. Jadi si pria datang ke pihak wanita untuk meminang. Meminta izin
resmi kepada walinya agar ia diperbolehkan menikah dengan wanita tersebut.
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ
خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ
سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَــــٰـكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَن تَقُولُواْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
وَلَا تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَـــٰبُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي
أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ ﴿٢٣٥﴾
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu
dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma`ruf. Dan janganlah kamu
ber`azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis `iddahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS.
Al Baqarah. 235).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ
الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى
نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً
فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى
نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. (رواه ابو
داود)
2082. Diriwayatkan oleh Jabir bin
Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, jika ia
bisa melihat sesuatu yang dapat membuatnya menikahinya, maka lihatlah”. Jabir
berkata lagi: “Maka aku meminang seorang wanita, kemudian aku bersembunyi di
sebuah tempat, sehingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin menikahinya,
maka setelah itu aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud).
Meskipun demikian, dalam Islam juga diperbolehkan seorang
wanita langsung datang kepada laki-laki untuk minta dinikahi. Dalam urusan melamar, Islam tidak melarang apabila seorang wanita untuk minta/ingin
dinikahi laki-laki. Islam tidak mensyariatkan bahwa yang boleh
mengajukan lamaran hanya laki-laki.
Saudaraku,
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut
ini (hadits no. 4726)
dikisahkan bahwa pada suatu ketika, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu sedang
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, datanglah seorang
perempuan kepada Nabi: “Wahai
Nabi, apakah engkau
punya maksud untuk menikahi saya?”.
Dalam periwayatan hadits
tersebut, disebutkan bahwa Anas bin Malik menceritakan keberanian perempuan itu
kepada putrinya. Mengetahui bahwa pernah ada seorang perempuan yang
‘macam-macam’ seperti itu pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, putri Anas bin
Malik itu mencibir: “Duh,
tidak punya malu. Buruk sekali perangai seperti itu”.
Terkait hal itu, sahabat Anas menimpali komentar anaknya: “Wahai anakku,
perempuan itu lebih baik daripada kamu. Ia menyukai Rasulullah, kemudian dengan
jujur meminta kesediaan beliau agar menikahinya”.
Berikut ini hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
tersebut (hadits no. 4726):
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
اللهِ حَدَّثَنَا مَرْحُومُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مِهْرَانَ قَالَ سَمِعْتُ
ثَابِتًا الْبُنَانِيَّ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ أَنَسٍ وَعِنْدَهُ ابْنَةٌ لَهُ قَالَ
أَنَسٌ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَعْرِضُ عَلَيْهِ نَفْسَهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَكَ بِي حَاجَةٌ
فَقَالَتْ بِنْتُ أَنَسٍ مَا أَقَلَّ حَيَاءَهَا وَا سَوْأَتَاهْ وَا سَوْأَتَاهْ
قَالَ هِيَ خَيْرٌ مِنْكِ رَغِبَتْ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَعَرَضَتْ عَلَيْهِ نَفْسَهَا. (رواه البخارى)
47.52/4726. Telah menceritakan
kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Marhum bin Abdul
Aziz bin Mihran ia berkata; Aku mendengar Tsabit Al Bunani berkata; Aku pernah
berada di tempat Anas, sedang ia memiliki anak wanita. Anas berkata, Ada
seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu
menghibahkan dirinya kepada beliau. Wanita itu berkata: “Wahai Rasulullah,
adakah Anda berhasrat padaku?”. Lalu anak wanita Anas pun berkomentar: “Alangkah
sedikitnya rasa malunya”. Anas berkata: “Wanita lebih baik daripada kamu, sebab
ia suka pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, hingga ia menghibahkan dirinya
pada beliau”. (HR. Bukhari).
√ Melalui perantara yang amanah
Saudaraku,
Jika seseorang (baik pihak
laki-laki maupun wanita) malu atau tidak percaya diri untuk menyampaikannya
secara langsung, ia bisa memilih orang lain yang bisa dipercaya sebagai
perantara untuk menyampaikannya seperti orang tua, saudara, bisa juga sahabat/teman
dekat.
Saudaraku,
Ketika Siti Khadijah telah menemukan sosok pria yang didambakannya, Khadijahpun
mencurahkan perasaannya tersebut kepada sahabatnya yang bernama Siti
Nafisah dan Siti
Nafisahpun
segera pergi kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk membeberkan niatan Khadijah
dan menganjurkan Rasulullah untuk menikahinya.
Gayungpun bersambut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima
lamaran Siti Khadijah. Melalui pamannya Abu
Thalib, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melangsungkan lamaran resmi
untuk pernikahan.
Saudaraku,
Demikianlah contoh yang telah diberikan oleh Siti Khadijah radhiyallahu ‘anha,
sebaik-baik wanita umat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ
عَبْدَ اللهِ بْنَ جَعْفَرٍ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيجَةُ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Bisyr] telah
menceritakan kepada kami [Hisyam bin 'Urwah] dari [bapaknya] bahwa [Abdullah
bin Ja'far] menceritakannya, bahwa dia mendengar [Ali Radhiallah 'anhu]
berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik wanita pada umat saat itu adalah Maryam binti 'Imran dan
sebaik-baik wanita umat ini adalah Khadijah." (HR. Ahmad, no. 1149).
√ Mencarikan jodoh untuk orang lain
Salah satu diantara motivasi besar untuk menikah,
Allah telah memerintahkan orang yang sudah menikah untuk turut mensukseskan terwujudnya
pernikahan orang lain. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nuur ayat 32 berikut ini:
وَأَنكِحُوا الْأَيَــــٰـمَىٰ مِنكُمْ ... ﴿٣٢﴾
“Dan kawinkanlah orang-orang
yang sendirian di antara kamu, …” (QS. An Nuur. 32).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
di antara kalian) lafal Ayaama adalah bentuk jamak dari lafal Ayyimun artinya
wanita yang tidak mempunyai suami, baik perawan atau janda, dan laki-laki yang
tidak mempunyai istri; hal ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan yang
merdeka ...”. (QS.
An Nuur. 32).
Terkait hal ini, berikut ini kusampaikan tentang kisah sahabat Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu yang mencarikan jodoh untuk
putrinya.
Umar bin Khattab adalah sahabat
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. Beliau memiliki seorang putri bernama Hafshah.
Putrinya telah menikah. Namun pada suatu hari suaminya meninggal dunia.
Umar bin Khattab radhiyallahu
‘anhu yang melihat kondisi tersebut lantas berniat mencarikan jodoh untuk
putrinya agar tidak menjanda terlalu lama. Selepas masa iddah, kemudian Umar
bin Khattab r.a. menemui sahabat-sahabatnya untuk menawarkan Hafshah agar
dinikahi.
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي
سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا يُحَدِّثُ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ حِينَ تَأَيَّمَتْ حَفْصَةُ
بِنْتُ عُمَرَ مِنْ خُنَيْسِ بْنِ حُذَافَةَ السَّهْمِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا تُوُفِّيَ
بِالْمَدِينَةِ قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ فَعَرَضْتُ
عَلَيْهِ حَفْصَةَ فَقُلْتُ إِنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ
قَالَ سَأَنْظُرُ فِي أَمْرِي فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ فَقَالَ قَدْ بَدَا لِي أَنْ
لَا أَتَزَوَّجَ يَوْمِي هَذَا قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ أَبَا بَكْرٍ فَقُلْتُ إِنْ
شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ فَصَمَتَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ
يَرْجِعْ إِلَيَّ شَيْئًا فَكُنْتُ عَلَيْهِ أَوْجَدَ مِنِّي عَلَى عُثْمَانَ
فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ ثُمَّ خَطَبَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَنْكَحْتُهَا إِيَّاهُ فَلَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَعَلَّكَ
وَجَدْتَ عَلَيَّ حِينَ عَرَضْتَ عَلَيَّ حَفْصَةَ فَلَمْ أَرْجِعْ إِلَيْكَ
قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا
عَرَضْتَ إِلَّا أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا فَلَمْ أَكُنْ لِأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ تَرَكَهَا لَقَبِلْتُهَا. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah
mengabarkan kepada kami [Syu'aib] dari [Az Zuhri] dia berkata, telah
mengabarkan kepadaku [Salim bin Abdullah] bahwa dia mendengar [Abdullah bin
Umar] radliallahu 'anhuma bercerita, bahwa Umar bin Khattab berkata ketika
Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin Hudzafah As Sahmi – ia termasuk di
antara sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ikut serta dalam
perang Badr dan meninggal di Madinah –, Umar berkata: “Maka aku datangi Usman
bin 'Affan dan kutawarkan Hafshah kepadanya. Aku berkata: “Jika engkau mau,
maka aku akan nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar”. Utsman hanya memberi
jawaban: “Aku akan melihat perkaraku dulu, aku lalu menunggu beberapa malam”. Kemudian
ia menemuiku dan berkata: “Nampaknya aku tidak akan menikah pada saat ini”. Umar
berkata: “Kemudian aku menemui Abu Bakr, kukatakan padanya. Jika engkau
menghendaki, maka aku akan nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar”. Abu
Bakar hanya terdiam dan tidak memberi jawaban sedikitpun kepadaku. Dan
kemarahanku kepadanya jauh lebih memuncak daripada kepada Utsman. Lalu aku
menunggu beberapa malam, ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
meminangnya. Maka aku menikahkannya dengan beliau. Kemudian Abu Bakr menemuiku
dan berkata: “Sepertinya engkau marah kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshah
kepadaku dan aku tidak memberi jawaban sedikitpun”. Aku menjawab: “Ya”. Abu
Bakr berkata: “Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk memberi jawaban
kepadamu mengenai apa yang engkau tawarkan kepadaku, kecuali aku mengetahui
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering menyebut-nyebutnya dan
tidak mungkin aku akan menyebarkan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Kalaulah
beliau meninggalkannya, tentu aku akan menerima tawaranmu”. (HR.
Bukhari, no.
3704).
√ Mempermudah jalan untuk menikah
Saudaraku,
Apabila datang orang yang agama
dan budi pekertinya baik untuk meminang
anak-anak perempuan dan kerabat kalian, maka nikahkanlah dia. Dan
jangan bermahal-mahal dalam mahar agar mudah dipenuhi sehingga bisa memudahkan
para pemuda untuk menikah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ
بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ
فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. (رواه الترمذى)
1084. Qutaibah menceritakan
kepada kami, Abdul Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu
Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia berkata,
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila ada orang
yang agama dan budi pekertinya baik meminang (anak-anak perempuan dan kerabat)
kalian, maka kawinkanlah dia. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan
terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan”. (HR. At-Tirmidzi).
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنِ ابْنِ سَخْبَرَةَ عَنِ
الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ مَئُونَةً. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Yazid] telah mengabarkan
kepada kami [Hammad bin Salamah] dari [Ibnu Sakhirah] dari [Al Qasim bin
Muhammad] dari [Aisyah] dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: “Wanita
yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan maharnya”. (HR. Ahmad no. 23966).
♦ Penutup
Saudaraku,
Demikianlah proses
menuju pernikahan dalam Islam. Jika mereka bisa berjalan
sendiri (sang pria punya keberanian untuk langsung datang melamar
wanita yang ingin dinikahi, demikian pula si wanita juga langsung datang kepada
laki-laki untuk minta dinikahi), maka cukup dido’akan dari jauh, semoga ridho
Allah menyertai niatan baik mereka.
Sedangkan jika mereka (baik pihak
laki-laki maupun pihak wanita) malu atau tidak percaya diri untuk menyampaikannya
secara langsung, maka disini peranan orang lain (terutama keluarga dekat yaitu
orang tua serta saudara-saudaranya) sangat penting untuk mengatasi kebuntuan
tersebut, yaitu dengan menjadi perantara dalam menyampaikannya kepada calon
isteri/suami.
Namun jika sekedar mengutarakan
kepada keluarga dekat (orang tua serta saudara-saudaranya) tentang gerak
hatinya untuk menikah saja tak mampu terucap, maka keluarga dekatnya (yaitu
orang tua serta saudara-saudaranya) harus aktif memotivasi agar keinginan untuk
menikah tetap tidak pernah padam.
Jika mereka telah merasa nikmat
(terhibur) dalam kesendiriannya, sebaiknya beri penjelasan, bahwa hal ini
adalah salah besar. Masih ada kenikmatan (hiburan/ perhiasan) lain yang jauh lebih dahsyat. Terutama jika kita
merujuk pada hadits berikut ini:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يَزِيدَ
حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ
مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ. (رواه مسلم)
18.54/2668. Telah menceritakan
kepadaku Muhammad bin Abdullah bin Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Yazid telah menceritakan kepada kami Haiwah telah mengabarkan
kepadaku Syurahbil bin Syarik bahwa dia pernah mendengar Abu Abdurrahman Al
Hubuli telah bercerita dari Abdullah bin 'Amru bahwasannya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: “Dunia adalah perhiasan
dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”. (HR.
Muslim).
Lebih dari itu, sampaikan pula bahwa pernikahan
itu dapat menundukkan penglihatan dan menjaga kemaluan dari yang haram sehingga hati
bisa menjadi lebih tenang. Bahkan tidak hanya itu, orang yang telah
menikah itu berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
يَامَعْشَرَالشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْخِ. وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
(رواه البخارى و مسلم)
“Hai para pemuda, siapa yang sanggup menunaikan kewajiban
perkawinan, maka hendaklah kawin. Karena kawin itu dapat menundukkan
penglihatan dan menjaga kemaluan dari yang haram. Dan siapa yang belum dapat,
maka hendaklah berpuasa (menjaga diri dari zina) karena puasa itu sebagai
pencegahnya”. (HR.
Bukhari, Muslim).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْدُ فَقَدِاسْتَكْمَلَ نِصْفَ
الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي. (رواه البيهقى)
“Jika
seseorang telah kawin, berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. Maka
hendaknya bertaqwa kepada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh”. (HR. Al Baihaqi).
Saudaraku,
Jika mereka sudah termotivasi namun belum
juga berani melangkah, maka bantulah mereka untuk melangkah menuju pernikahan, dengan tahapan seperti
penjelasan di atas.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ
عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ. (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi
Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al
A'masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa memberi kemudahan kepada
orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat”. (HR.
Ibnu Majah, no. 2408).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Mak comblang adalah
perantara
pencari jodoh; perantara yang menghubungkan atau mempertemukan calon suami~istri.
2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari selengkapnya (hadits no. 1096) adalah
sebagai berikut:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي
الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا
هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ
بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا
أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ
كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي
وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي
وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا
الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي
عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي
الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ.(رواه البخارى)
11.270/1096. Telah menceritakan
kepada kami Qutaibah berkata, telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin
Abu Al Mawaliy dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir bin 'Abdullah
radliallahu 'anhua berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajari
kami shalat istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana Beliau
mengajarkan kami Al Qur'an, yang Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku'lah (shalat) dua raka'at
yang bukan shalat wajib kemudian berdo'alah: Allahumma inniy astakhiiruka bi
'ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min fadhlikal 'azhim, fainnaka
taqdiru wa laa aqdiru wa ta'lamu wa laa 'Abdullah'lamu wa anta 'allaamul
ghuyuub. Allahumma in kunta ta'lamu anna haadzal amru khairul liy fiy diiniy wa
aku ma'aasyiy wa 'aafiyati amriy atau; 'Aajili amriy wa aajilihi faqdurhu liy
wa yassirhu liy tsumma baarik liy fiihi. Wa in kunta ta'lamu anna haadzal amru
syarrul liy fiy diiniy wa ma'aasyiy wa 'aafiyati amriy aw qaola; fiy 'aajili
amriy wa aajilihi fashrifhu 'anniy washrifniy 'anhu waqdurliyl khaira haitsu
kaana tsummar dhiniy. Beliau bersabda: Dan sebutlah keperluannya (Ya Allah aku
memohon pilihan kepadaMu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaanMu
dan memohon kepadaMu dengan karuniaMu yang Agung, karena Engkau Maha berkuasa
sedang aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui
karena Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah bila Engkau
mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan
kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di masa nanti
maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya.
Namun sebaliknya, ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk
untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau
bersabda; di waktu dekat atau di maa nanti maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah
aku darinya dan tetapkanlah buatku urusn yang baik saja dimanapun adanya
kemudian paskanlah hatiku dengan ketepanMu itu. Beliau bersabda: Dia sebutkan
urusan yang sedang diminta pilihannya itu. (HR. Bukhari).