Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang muallafah telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan
sebagai berikut: “Jika kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a
memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang
tua apabila keduanya non-muslim), lalu sebagai tanda bakti kita kepada orang-tua yang non-muslim bagaimana
Pak Imron?”.
Saudaraku,
Benar bahwa kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi
orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk
kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim). Hal ini
berdasarkan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 113 berikut ini:
مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ ءَامَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ
وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ
أَصْحَـــٰبُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang
beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam. (QS. At
Taubah. 113).
Meskipun demikian, saudaraku tidak perlu berputus-asa.
Karena hal ini bukan berarti tidak ada kesempatan bagi saudaraku untuk berbakti
kepada kedua orang-tua yang non-muslim. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat
Al
‘Ankabuut ayat 8 dan dalam surat Luqman
ayat 15 berikut ini:
وَوَصَّيْنَا
الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَــبِّـئُكُم بِمَا
كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾
Dan Kami wajibkan manusia
(berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu,
lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Al ‘Ankabuut. 8).
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا
تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ
أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَــــبِّــئُكُم بِمَا كُنتُمْ
تَعْمَلُونَ ﴿١٥﴾
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Luqman. 15).
Saudaraku,
Berdasarkan kedua ayat di atas, diperoleh penjelasan
bahwa Allah telah memerintahkan kita untuk berbakti kepada keduanya/mempergauli
keduanya di dunia ini dengan baik, sekalipun mereka berdua berbuat syirik serta
memaksa kita untuk berbuat syirik (mempersekutukan Allah).
Hal ini menunjukkan bahwa tetap ada kesempatan bagi
saudaraku untuk berbakti kepada keduanya sekalipun keduanya non-muslim.
Saudaraku tetap wajib untuk taat kepada keduanya orang
tua meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib menghormati keduanya meskipun
keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib untuk berbakti/mempergauli keduanya dengan
baik meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib untuk memuliakan keduanya
dan tidak menghinakan keduanya meskipun keduanya non-muslim, dst. Selama mereka
berdua tidak menyuruh/tidak memaksa saudaraku untuk mempersekutukan Allah
(sebagaimana penjelasan surat Al ‘Ankabuut ayat 8 serta surat Luqman ayat 15
diatas) serta tidak menyuruh/tidak memaksa saudaraku untuk melakukan berbagai perbuatan
maksiat lainnya karena tidak ada kewajiban untuk
ta’at dalam rangka bermaksiat kepada Allah, karena ketaatan itu hanyalah dalam
perkara yang ma’ruf.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا
الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ. (رواه البخارى)
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan
hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)”. (HR. Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا
أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ
فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ. (رواه البخارى)
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau
benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk
bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat”. (HR. Bukhari).
Contoh: keduanya
menyuruh saudaraku untuk membelikan bakso kesukaannya, keduanya menyuruh saudaraku
untuk membersihkan kamar mandi, keduanya meminta saudaraku untuk
mengantarkannya ke dokter dikala sakit, dst. Maka terhadap perkara-perkara
seperti ini, saudaraku wajib untuk taat/berbakti kepada keduanya sekalipun
keduanya adalah non-muslim.
Saudaraku,
Perintah
untuk berbakti kepada kedua orang tua tersebut
bahkan dipertegas lagi dalam beberapa ayat berikut ini:
قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ
أَلَّا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿١٥١﴾
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, …” (QS. Al An’aam. 151).
...
لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿٨٣﴾
“… Janganlah kamu menyembah
selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, …” (QS. Al Baqarah. 83).
وَاعْبُدُواْ اللهَ وَلَا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿٣٦﴾
“Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua
orang ibu-bapa, …” (QS. An Nisaa’. 36).
... أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
﴿١٤﴾
“… Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman. 14).
Saudaraku,
Jika kita perhatikan ke-4 ayat di atas, dapat kita
ketahui bahwa ke-4 ayat di atas telah memerintahkan kita untuk berbakti kepada
kedua orang tua, dimana perintah tersebut beriringan dengan perintah untuk
beribadah/menyembah serta bersyukur hanya kepada-Nya. Hal ini menunjukkan, betapa
berbakti kepada kedua orang tua itu benar-benar menduduki tempat yang sangat
tinggi.
Terlebih lagi jika keduanya sudah memasuki usia lanjut.
Terhadap keduanya, sekedar berkata “ah’ saja kita sudah dilarang, apalagi
sampai membentak keduanya.
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُواْ إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل
لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا ﴿٢٣﴾
Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. (QS. Al Israa’. 23).
Saudaraku,
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam Al
Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berbakti kepada
kedua orang tua. Hal ini juga menunjukkan betapa berbakti kepada kedua orang
tua itu benar-benar merupakan hal yang teramat penting dan tidak boleh tidak
(tidak boleh ditawar-tawar lagi) harus dilaksanakan dengan setulus hati demi
mengharap keridhoan Allah. Demikianlah Allah telah mengingatkan kita secara
berulang-ulang.
اللهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا
مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ
تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللهِ ذَٰلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَن يُضْلِلْ اللهُ فَمَا لَهُ
مِنْ هَادٍ ﴿٢٣﴾
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu)
Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang
kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan
kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az Zumar: 23).
♦ Lalu bagaimana jika keduanya sudah wafat?
Saudaraku,
Jika keduanya sudah wafat, saudaraku tidak perlu berputus
asa. Karena saudaraku masih tetap mempunyai kesempatan untuk berbakti kepada
keduanya, sebagaimana penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
serta Ibnu Majah berikut ini:
بَيْنَانَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ
بَنِي سَلِمَةَ فَقَالَ
يَارَسُولَ اللهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ
شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَمَوْتِهِمَا؟
فَقَالَ نَعَمْ: اَلصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالْإِسْتِغْفَارُ
لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ
الرَّحِمِ الَّتِى لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ
صَدِيْقِهِمَا (رواه ابو داود وابن ماجه)
Ketika kami duduk bersama
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tiba-tiba
datang seorang laki-laki dari Bani Salimah kemudian bertanya:
“Wahai Rasulullah, apakah ada amal untuk berbakti
kepada kedua ayah atau ibu sesudah wafat
keduanya?”. Jawab Rasulullah: Ya!
(1)
mendo’akan keduanya.
(2) dan meminta ampun untuk
keduanya.
(3) dan memenuhi
janji keduanya setelah keduanya meninggal dunia.
(4) menjalin hubungan
silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah
terjalin.
(5)
dan memuliakan teman dekat keduanya. (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu
Majah no. 3664).
Meskipun demikian, bagi siapa saja yang kedua orang-tuanya
wafat dalam keadaan tidak beriman (non-muslim), kelima tanda bakti kepada kedua
orang-tua yang telah wafat di atas tidak semuanya boleh dilakukan. Khususnya untuk
point pertama dan kedua, yakni mendo’akan keduanya
serta memohonkan ampun untuk keduanya, jelas hal ini tidak boleh
dilakukan jika keduanya sudah wafat dalam keadaan tidak beriman. (Wallahu
ta’ala a'lam).
Karena kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a
memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim). Hal ini berdasarkan penjelasan Al Qur’an dalam surat
At Taubah ayat 113, sebagaimana sudah kusampaikan pada bagian awal tulisan ini.
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.