Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat1) (dosen
sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Sulawesi) telah
menyampaikan pertanyaan sebagai berikut:
Assalamu’alaikum Pak Imron. Semoga
Allah SWT selalu memberi barokah-Nya buat Pak Imron. Mohon
maaf Pak saya japri karena
yang ditanyakan agak khusus. Begini Pak Imron, saya
punya teman dan teman saya itu sudah menikah. Permasalahannya adalah bahwa suaminya itu saat ini
berselingkuh dengan teman saya juga. Sudah ada beberapa orang yang
mengetahuinya. Tapi teman saya itu tidak mengetahuinya (tidak mengetahui jika suaminya telah berselingkuh).
Pertanyaan saya, bolehkah kita memberi tahu kalau suaminya telah berselingkuh. Apakah kita
berdosa sudah mengabarinya? Atau meskipun kita mengetahuinya, kita cukup diam? Bagaimana hukumnya,
Pak Imron? Mohon maaf ya Pak Imron
saya sampai Japri. Wassalam
TANGGAPAN
Wa’alaikumussalam wr wb. Amin, ya rabbal ‘alamin. Semoga
Allah juga selalu memberikan berkah-Nya kepada panjenengan.
Saudaraku,
Langkah terbaik adalah dengan menyampaikan nasehat kepada
suaminya teman panjenengan serta kepada selingkuhannya (yang juga merupakan
teman panjenengan) dengan nasehat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam saat memberi nasehat kepada seorang pemuda yang
telah meminta izin kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berzina.
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad (hadits no 21185) berikut ini:
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا حَرِيزٌ حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ قَالَ إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا فَأَقْبَلَ
الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ قَالُوا مَهْ مَهْ فَقَالَ ادْنُهْ فَدَنَا مِنْهُ
قَرِيبًا قَالَ فَجَلَسَ قَالَ أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ
قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ
لِأُمَّهَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ
قَالَ لَا وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا
النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ
لِأُخْتِكَ قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا
النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ
لِعَمَّتِكَ قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا
النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ
لِخَالَتِكَ قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا
النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ اللّٰهُمَّ
اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ
ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ
حَدَّثَنَا جَرِيرٌ حَدَّثَنِي سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ أَنَّ أَبَا أُمَامَةَ
حَدَّثَهُ أَنَّ غُلَامًا شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَذَكَرَهُ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] telah
menceritakan kepada kami [Hariz] telah menceritakan kepada kami [Sulaim bin
'Amir] dari [Abu Umamah] berkata; Sesungguhnya seorang pemuda mendantangi Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam lalu berkata: “Wahai
Rasulullah, izinkan aku untuk berzina”. Orang-orang mendatanginya lalu
melarangnya, mereka berkata: “Jangan, jangan”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mendekatlah”. Ia mendekat lalu
duduk kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah engkau suka bila perzinaan
itu terjadi atas diri ibumu?”. Pemuda itu menjawab: “Tidak. Demi Allah, biarlah
Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Demikianlah perasaan
orang lain, ia juga tidak suka bila hal itu terjadi pada diri ibunya”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah kamu rela bila hal itu
terjadi atas diri putrimu?”. (Pemuda itu menjawab) “Tidak. Demi Allah, biarlah
Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang lain pun
demikian, ia tentu tidak rela bila hal itu terjadi pada diri putrinya”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah engkau suka bila perzinaan
itu terjadi atas bibimu dari pihak ayah?”. (Pemuda itu menjawab) “Tidak. Demi Allah,
biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Orang-orang
juga tidak suka bila hal itu terjadi pada bibi-bibi mereka”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah engkau suka bila perzinaan
itu terjadi atas bibimu dari pihak ibu?”. (Pemuda itu menjawab) “Tidak. Demi Allah,
biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Orang-orang
juga tidak suka bila hal itu terjadi pada bibi-bibi mereka”.
Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam meletakkan tangan
beliau pada pemuda itu dan berdoa: “Ya
Allah! Ampunilah dosanya, bersihkan hatinya, jagalah kemaluannya”. Setelah itu pemuda
itu tidak pernah melirik apapun (tidak
pernah lagi melakukan perbuatan yang menodai kehormatan orang lain).
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Mughirah] telah
menceritakan kepada kami [Jarir] telah menceritakan kepadaku [Sulaim bin 'Amir]
bahwa [Abu Umamah] menceritakan padanya bahwa seorang pemuda mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam , lalu ia menyebutkan hadis tersebut. (HR. Ahmad no. 21185).
-----
Saudaraku,
Sampaikan pula kepada keduanya bahwa sebesar apapun dosa seorang
hamba, asal dia mau bertaubat sebelum ajal tiba (baca HR. At-Tirmidzi, no. 3460), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya ampunan Allah adalah jauh lebih besar daripada yang kita
pikirkan (baca HR. At-Tirmidzi, no. 3463). Oleh
karena itu kita tidak boleh berputus-asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (baca
surat Az Zumar ayat 53).
حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ
جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.
(رواه الترمذى)
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Ya'qub] telah
menceritakan kepada kami [Ali bin 'Ayyasy Al Himshi] telah menceritakan kepada
kami [Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban] dari [ayahnya] dari [Makhul] dari
[Jubair bin Nufair] dari [Ibnu Umar] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama
nyawanya belum sampai ke tenggorokan”. (HR. At-Tirmidzi, no. 3460).
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ بْنُ إِسْحَقَ الْجَوْهَرِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ فَائِدٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ قَال سَمِعْتُ
بَكْرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ الْمُزَنِيَّ يَقُولُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا
دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي
يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ
اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ
أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي
شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً. (رواه الترمذى)
Telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Ishaq Al
Hauhari Al Bashri] telah menceritakan kepadaku [Abu 'Ashim] telah menceritakan
kepada kami [Katsir bin Faid] telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin 'Ubaid]
ia berkata; saya mendengar [Bakr bin Abdullah Al Muzani] ia berkata; telah
menceritakan kepada kami [Anas bin Malik] ia berkata; saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Allah tabaraka wa ta'ala berfirman:
“Wahai anak Adam, tidaklah engkau berdoa kepadaKu dan berharap kepadaKu
melainkan Aku ampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak perduli, wahai anak
Adam, seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau
meminta ampun kepadaKu niscaya aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli.
Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan membawa kesalahan
kepenuh bumi kemudian engkau menemuiKu dengan tidak mensekutukan sesuatu
denganKu niscaya aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi”. (HR. At-Tirmidzi, no. 3463).
قُلْ يَا
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Az Zumar. 53).
Saudaraku,
Sampaikan kepada keduanya bahwa keduanya harus bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat kepada-Nya dan jangan ditunda-tunda lagi (baca HR. Abu Dawud
no. 4176 dan
Al Hakim no. 213), sebelum murka-Nya
menghentikan kesombongannya (karena merasa aman dari adzab Allah dengan terus
bermaksiat kepada-Nya, baca surat Al A’raf ayat 99).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلتُّؤَدَةُ
فِى كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ اِلَّا فِى عَمَلِ الْاٰخِرَةِ. (رواه ابو داود والْحَاكِمُ)
“Perlahan-lahan dalam segala hal adalah baik, kecuali dalam
amalan
yang berkenaan dengan akhirat”. (HR. Abu Dawud no. 4176 dan Al Hakim no. 213).
أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ
إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ ﴿٩٩﴾
Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang
tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali
orang-orang yang merugi. (QS. Al A’raf. 99).
Saudaraku,
Sampaikan pula kepada keduanya2) bahwa
keduanya harus segera kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya, keduanya juga harus mengikuti dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an) sebelum datang azab dari-Nya
dengan tiba-tiba (baca surat Az Zumar ayat 54 – 55).
وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ
الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾ وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ
إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً
وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
(54). Dan
kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang
azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (55). Dan
ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum
datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, (QS. Az
Zumar. 54 – 55).
Mengapa
keduanya harus segera mengambil langkah-langkah di atas? Jawabnya adalah agar
keduanya tidak menyesal dengan penyesalan yang tiada tara (baca surat Az Zumar ayat 56 – 58).
أَن تَقُولَ نَفْسٌ يَــــٰحَسْرَتَىٰ علَىٰ مَا فَرَّطتُ فِي جَنبِ اللهِ وَإِن كُنتُ لَمِنَ السَّـــٰخِرِينَ ﴿٥٦﴾ أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللهَ هَدَىٰنِي لَكُنتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ﴿٥٧﴾ أَوْ تَقُولَ حِينَ
تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٥٨﴾
(56)
supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas
kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku
sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah)”. (57)
atau supaya jangan ada yang berkata: “Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk
kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa”. (58) Atau supaya
jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab: “Kalau sekiranya aku dapat
kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik”. (QS. Az Zumar. 56 – 58).
Saudaraku,
Jika pada akhirnya keduanya mulai menyadari kesalahannya kemudian mulai belajar
untuk berubah ke arah yang lebih baik, maka sesungguhnya keduanya termasuk golongan
orang-orang yang telah mendapat petunjuk (baca surat Ali ‘Imraan ayat 20).
Panjenengan tidak perlu memberitahu pihak isteri yang
diselingkuhi. Biarlah beliau tidak pernah tahu tentang perselingkuhan yang
telah dilakukan suaminya sehingga hatinya tetap tenang dan tetap mudah untuk
berbaik sangka kepada suaminya. Terlebih lagi jika suaminya sudah menyadari akan kesalahannya kemudian mulai belajar untuk berubah ke arah
yang lebih baik.
Saudaraku,
Sebagaimana paku yang ditancapkan pada sebatang kayu,
meskipun pakunya sudah dicabut, namun lubang bekas cabutan paku tersebut masih tetap
menganga. Demikian pula halnya bahwa mengetahui penghianatan pasangan itu (baik
penghianatan suami maupun penghianatan isteri) akan menimbulkan luka yang teramat
dalam, akan meninggalkan bekas (seperti lubang paku tersebut) di hati, yang
tidak semua orang mampu untuk menghapusnya.
Sedangkan apabila panjenengan telah menyampaikan hal-hal
di atas namun keduanya tetap berpaling dan tetap melanjutkan perselingkuhannya,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban panjenengan hanyalah menyampaikan
ayat-ayat-Nya (baca surat Ali ‘Imraan ayat 20).
... وَقُل لِّلَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَــــٰبَ وَالْأُمِّيِّينَ ءَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُواْ
فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَــٰغُ وَاللهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ ﴿٢٠﴾
“... Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi
Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: “Apakah kamu (mau) masuk Islam?”.
Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk dan jika
mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah).
Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Ali ‘Imran: 20).
♦ Panjenengan juga bertanya: “Apakah kita berdosa sudah
mengabarinya (mengabari bahwa suaminya telah berselingkuh)?
Atau meskipun kita mengetahuinya kita cukup diam? Bagaimana hukumnya,
Pak Imron?”.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa yang seharusnya diberitahu/diingatkan
itu adalah suaminya yang telah berselingkuh dan juga teman panjenengan yang
menjadi pasangan selingkuhannya.
Sedangkan apabila panjenengan hanya mendiamkannya saja
padahal panjenengan mengetahui/melihat perselingkuhan tersebut padahal panjenengan menyadari
bahwa panjenengan mampu untuk mengubahnya, maka jelas hukumnya
haram dan panjenengan akan mendapatkan ancaman adzab dari Allah sebelum
panjenengan meningal (baca HR. Abu Dawud, no. 3776). Na’udzubillahi
min dzalika.
حَدَّثَنَا
مُسَّدَدٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَقَ أَظُنُّهُ عَنْ
ابْنِ جَرِيرٍ عَنْ جَرِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ رَجُلٍ يَكُونُ فِي قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ
بِالْمَعَاصِي يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا عَلَيْهِ فَلَا يُغَيِّرُوا
إِلَّا أَصَابَهُمْ اللهُ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَمُوتُوا. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Al Ahwash] berkata, telah menceritakan kepada kami
[Abu Ishaq] aku mengira bahwa itu berasal dari [Ibnu Jarir] dari [Jarir] ia
berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah
seorang laki-laki berada pada sebuah kaum yang di dalamnya dilakukan suatu
kemaksiatan, mereka mampu mengubah kemaksiatan tersebut lalu tidak
melakukannya, maka Allah akan menimpakan siksa kepada mereka sebelum mereka meninggal”.
(HR.
Abu Dawud, no. 3776).
Saudaraku,
Mengetahui adanya perselingkuhan tersebut, panjenengan
harus berupaya semaksimal mungkin untuk memberantas kemungkaran tersebut dengan
tangan panjenengan.
Namun jika
panjenengan tidak mampu memberantas kemungkaran tersebut dengan tangan panjenengan (artinya
tidak ada kekuasaan
pada diri panjenengan untuk memberantas kemungkaran tersebut), maka panjenengan
harus berupaya semaksimal mungkin untuk memberantas kemungkaran tersebut dengan lisan panjenengan2).
Saudaraku,
Memberantas kemungkaran dengan mempergunakan lisan bisa
dilaksanakan secara langsung maupun secara tidak langsung, yaitu lewat tulisan
untuk kemudian disampaikan kepada yang bersangkutan melalui sms/whatsapp/email/facebook/media
lainnya.
Terakhir
jika memberantas kemungkaran dengan lisan panjenengan tetap tidak mampu juga,
maka minimal hati panjenengan mengingkari kemungkaran tersebut. Artinya panjenengan
membenci perbuatan mungkar tersebut dengan menjauhkan diri dari perbuatan
mungkar tersebut. Namun tindakan ini tergolong orang yang memiliki iman
setipis-tipisnya. Perhatikan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim (hadits no. 70) berikut ini:
Dari Abu Sa’id Al Khudry
radhiyallahu ’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَٰلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang
siapa di
antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya.
Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan
lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim, no. 70).
Sedangkan terhadap pihak isteri yang diselingkuhi, tidak
ada kewajiban bagi panjenengan untuk memberitahu perselingkuhan suaminya karena
yang bersangkutan bukanlah pelaku kemungkaran tersebut.
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
1) Akhwat ini sebenarnya adalah bentuk
jamak dari ukhti, namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia, telah
terjadi pergeseran. Sama halnya dengan kata: ‘ulama' ( عُلَمَاءُ )
yang juga merupakan bentuk jamak dari ‘alim ( عَالِمٌ ), namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia juga telah
mengalami pergeseran. Sehingga kita sangat familiar mendengar kalimat berikut
ini: “Beliau adalah seorang ‘ulama'
yang kharismatik”. Dan malah terdengar aneh di telinga kita saat mendengar kalimat
berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘alim yang kharismatik”.
2) Jika panjenengan merasa sungkan
(tidak enak perasaan) untuk menyampaikan hal-hal di atas secara langsung kepada
keduanya, panjenengan bisa meminta bantuan kepada orang lain yang sekiranya
disegani oleh keduanya untuk menyampaikannya. Atau bisa juga panjenengan
kirimkan tulisan ini kepada keduanya via WhatsApp, email, maupun media lainnya
(karena biasanya seseorang menjadi lebih percaya diri saat menyampakan pesan
secara tidak langsung melalui WhatsApp, email, maupun media lainnya).
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 2
tulisan }