Assalamu’alaikum wr. wb.
Di tengah berbagai kedholiman yang tengah menimpa
sebagian kaum muslimin, seorang akhwat1) (profesor/guru besar sebuah perguruan tinggi negeri
ternama di Jawa) telah menyampaikan pertanyaan sebagai berikut: “Pak Imron,
apakah yang diperbolehkan mendo’akan keburukan itu hanya pihak
yang teraniaya saja? Bagaimana
kalau sebagai
sesama muslim kita ikut mendoakan agar Allah SWT membalas kedhaliman
tersebut?”.
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits
no. 3407) berikut ini:
Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam berdo'a:
اللّٰهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي
شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ
أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ. (رواه مسلم)
“Ya
Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia
mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam
pemerintahan ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia”. (HR.
Muslim, no. 3407).
Hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim (hadits
no. 3407) selengkapnya adalah sebagai
berikut:
حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا
ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ قَالَ
أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنْ شَيْءٍ فَقَالَتْ مِمَّنْ أَنْتَ فَقُلْتُ
رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ مِصْرَ فَقَالَتْ كَيْفَ كَانَ صَاحِبُكُمْ لَكُمْ فِي
غَزَاتِكُمْ هَذِهِ فَقَالَ مَا نَقَمْنَا مِنْهُ شَيْئًا إِنْ كَانَ لَيَمُوتُ
لِلرَّجُلِ مِنَّا الْبَعِيرُ فَيُعْطِيهِ الْبَعِيرَ وَالْعَبْدُ فَيُعْطِيهِ
الْعَبْدَ وَيَحْتَاجُ إِلَى النَّفَقَةِ فَيُعْطِيهِ النَّفَقَةَ فَقَالَتْ أَمَا
إِنَّهُ لَا يَمْنَعُنِي الَّذِي فَعَلَ فِي مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ أَخِي
أَنْ أُخْبِرَكَ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي بَيْتِي هَذَا اللّٰهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ
عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا
فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ و حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ
حَازِمٍ عَنْ حَرْمَلَةَ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ.
(رواه مسلم)
34.19/3407.
Telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa'id Al Aili telah menceritakan kepada
kami Ibnu Wahb telah menceritakan kepadaku Harmalah dari Abdurrahman bin
Syimasah dia berkata, Saya mendatangi 'Aisyah untuk
menanyakan tentang sesuatu, maka dia balik bertanya, Dari manakah kamu? Saya menjawab, Seorang dari penduduk Mesir. Aisyah berkata, Bagaimana keadaan sahabat kalian
yang berperang bersama kalian dalam peperangan ini?
dia menjawab, Kami tidak pernah membencinya sedikitpun, jika keledai
salah seorang dari kami mati maka dia menggantinya, jika yang mati budak maka
dia akan mengganti seorang budak, dan jika salah seorang dari kami membutuhkan
kebutuhan hidup maka ia akan memberinya. 'Aisyah
berkata, Tidak layak bagiku jika saya tidak mengutarakan keutamaan
saudaraku, Muhammad bin Abu Bakar, saya akan memberitahukanmu sesuatu yang
pernah saya dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau berdo'a
ketika berada di rumahku ini: Ya Allah, siapa yang menjabat
suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia mempersulit urusan mereka,
maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan
ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia. Dan
telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami
Ibnu Mahdi telah menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim dari Harmalah Al
Mishri dari Abdurrahman bin Syimasaah dari 'Aisyah dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam seperti hadits di atas. (HR. Muslim).
Saudaraku,
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim di atas,
diperoleh penjelasan bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah mendo'akan keburukan bagi siapa saja yang menjabat
suatu jabatan dalam pemerintahan ummatnya, lalu mereka mempersulit urusan ummatnya.
Dari sini
dapat kita simpulkan bahwa posisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di luar (artinya tidak termasuk pihak yang ikut terdholimi).
Tanggapan beliau: “Noted, Pak Imron. Berarti boleh, ya?”.
Benar, saudaraku. Dan dalam
pelaksanaannya, niatkan lillaahi ta'aala karena mengikuti apa yang telah
dicontohkan oleh Rasul-Nya agar bernilai ibadah. Karena ada dua kunci
utama agar semua ibadah yang kita lakukan diterima Allah SWT., yaitu ikhlas dan
ittiba’.
Ikhlas berarti melakukannya semata-mata karena Allah
(baca surat Az Zumar ayat 14), sedangkan ittiba’ berarti mengikuti cara peribadatan
yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam contohkan (baca surat Al Hasyr pada bagian akhir ayat 7).
قُلِ اللهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَّهُ دِينِي ﴿١٤﴾
Katakanlah: "Hanya Allah
saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agamaku". (QS. Az Zumar. 14).
... وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾
“... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS Al Hasyr. 7).
Tanggapan beliau: “Siaap, Pak Imron”.
Sebagai
catatan tambahan, ketahuilah bahwa bagi orang yang dalam keadaan didzolimi, Allah
SWT. membolehkan baginya untuk mendo'akan keburukan (sebagai salah satu bentuk
pembelaan diri) atas orang yang menzaliminya. Demikian penjelasan Allah
dalam Al Qur'an surat An Nisaa' ayat 148 berikut ini:
لَّا
يُحِبُّ اللهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ وَكَانَ اللهُ
سَمِيعًا عَلِيمًا ﴿١٤٨﴾
Allah tidak menyukai ucapan
buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(QS. Al-Nisaa'.
148).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Allah tidak menyukai perkataan buruk yang
diucapkan secara terus terang) dari siapa pun juga, artinya Dia pastilah akan
memberinya hukuman (kecuali dari orang yang dianiaya) sehingga apabila dia
mengucapkannya secara terus terang misalnya tentang keaniayaan yang dideritanya
sehingga ia mendoakan si pelakunya, maka tidaklah dia akan menerima hukuman
dari Allah. (Dan Allah Maha Mendengar) apa-apa yang diucapkan (lagi Maha
Mengetahui) apa-apa yang diperbuat”.
Saudaraku,
Perhatikan pula penjelasan Allah dalam Al Qur'an
surat Asy-Syuura ayat
41 berikut ini:
وَلَمَنِ انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُوْلَـــٰـــئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ ﴿٤١﴾
Dan sesungguhnya orang-orang
yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. (QS. Asy-Syuura. 41).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan sesungguhnya orang-orang yang membela
diri sesudah teraniaya) sesudah ia menerima penganiayaan dari orang lain (tidak
ada suatu dosa pun atas mereka) maksudnya, mereka tidak berdosa bila menuntut”.
Saudaraku,
Berdasarkan ayat terakhir, diperoleh penjelasan bahwa
diperbolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya, dan
salah satu bentuknya adalah dengan mendo'akan keburukan atas orang yang
menzaliminya. (Wallahu ta’ala a'lam).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Akhwat ini sebenarnya adalah bentuk
jamak dari ukhti, namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia, telah
terjadi pergeseran. Sama halnya dengan kata: ‘ulama' ( عُلَمَاءُ ) yang juga merupakan bentuk
jamak dari ‘alim
( عَالِمٌ ), namun setelah diserap ke dalam Bahasa
Indonesia juga telah mengalami pergeseran. Sehingga kita sangat familiar
mendengar kalimat berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘ulama' yang kharismatik”.
Dan malah terdengar aneh di telinga kita saat mendengar kalimat berikut ini:
“Beliau adalah seorang ‘alim
yang
kharismatik”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar