Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat
(teman alumni SMA 1 Blitar) telah menyampaikan
pertanyaan via WhatsApp di Grup WhatsApp SMA 1 Blitar dengan pertanyaan sebagai
berikut: “Mau tanya Mas Imron. Masalahnya adalah hati yang
menyimpang karena sekarang ‘kan aku sudah beristri. Kadang juga begitu, ingat
si dia, perasaan ini deg-degan (bahkan dia seperti bidadari sampai sekarang ini).
Tapi aku alihkan dengan memujinya setinggi langit untuk mengobati hatiku yang
luka waktu dahulu itu”.
TANGGAPAN
Sebelum membahas kasus yang panjenengan hadapi tersebut,
marilah kita perhatikan terlebih dahulu uraian berikut ini:
Saudaraku,
Saat
kita perhatikan pesawat terbang yang melintas jauh di atas kita, nampaklah
bahwa pesawat terbang tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak jauh lebih kecil dari
sepeda motor kita. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada
kenyataan yang sebenarnya pesawat terbang tersebut adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan
sepeda motor kita.
Demikian pula saat kita melihat
gunung dari kejauhan yang nampak terlihat biru. Padahal jika permukaan gunung
tersebut diselimuti hutan yang lebat, seharusnya gunung tersebut berwarna
hijau. Demikian seterusnya.
Sehingga dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa
ternyata pandangan mata kita sering menipu. Sesuatu yang terlihat lebih kecil,
seringkali pada kenyataannya bahkan jauh lebih besar. Demikian pula sebaliknya,
sesuatu yang terlihat lebih besar, bisa jadi pada kenyataannya malah
jauh lebih kecil. Demikian seterusnya.
Meskipun demikian (meskipun ternyata
pandangan mata kita sering menipu), namun pada umumnya kita tidak pernah tertipu oleh
pandangan mata kita pada kasus-kasus seperti contoh di atas.
Mengapa demikian? Jawabnya adalah karena syaitan tidak
ikut campur pada perkara-perkara seperti di atas. Karena syaitan itu bekerjanya
efektif. Syaitan tidak mau bekerja pada sesuatu yang tidak akan memberikan dampak
sama sekali terhadap pencapaian tujuannya, yaitu untuk menyesatkan manusia
semuanya.
Saudaraku,
Seseorang percaya dengan tipuan matanya atau tidak mempercayainya
pada perkara-perkara seperti di atas, hal ini sama sekali tidak berdampak pada
posisinya di sisi Allah.
Maksudnya orang percaya bahwa pesawat terbang yang
melintas di atasnya adalah sangat kecil bahkan lebih kecil dari sepeda motor yang
dikendarainya (sebagaimana yang diinformasikan oleh pandangan matanya), maka
hal seperti ini tidak akan membuatnya berdosa, tidak akan membuat Allah murka.
Demikian pula sebaliknya. Maka syaitan (Iblis dan bala tentaranya) tidak mau
bekerja pada kasus-kasus seperti ini.
Hal ini berbeda dengan perbuatan-perbuatan maksiat. Di
sini Iblis akan bekerja keras dengan menghiasi perbuatan maksiat di muka bumi
ini sehingga terlihat indah dalam pandangan manusia (untuk menipu umat manusia).
Dan pada saat manusia sudah tertipu oleh pandangannya,
maka dia akan membenarkan perbuatan maksiat tersebut dalam hatinya kemudian
menindaklanjutinya dengan perbuatan, hingga jatuhlah dia kedalam lembah dosa.
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ
لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٣٩﴾ إِلَّا عِبَادَكَ
مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٤٠﴾
(39) Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku
sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di
muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”, (40) “kecuali
hamba-hamba Engkau yang mukhlis1) di antara mereka”. (QS. Al Hijr. 39 – 40).
قَالَ فَبِعِزَّتِــكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٨٢﴾
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٨٣﴾
(82). Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku
akan menyesatkan mereka semuanya, (83). kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di
antara mereka”. (QS. Shaad. 82 – 83).
Oleh karena itu pada saat panjenengan
teringat kepadanya, jangan malah memujinya setinggi langit meski
dengan dalih untuk mengobati hati yang terluka waktu dahulu. Apalagi sampai
sekarang ini si dia tetap terlihat seperti bidadari dalam pandangan
panjenengan.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa saat panjenengan teringat
kepadanya, sesungguhnya hal ini merupakan langkah awal syaitan untuk membawa
panjenengan ke dalam jurang kemaksiatan. Oleh karena itu, begitu panjenengan
teringat kepadanya segera palingkan ingatan panjenengan ke arah lainnya.
Jangan malah menikmatinya dengan terus mengingati dirinya.
Karena jika ini yang panjenengan lakukan, artinya
panjenengan telah membiarkan diri panjenengan untuk dituntun syaitan agar mengikuti langkah-langkahnya sedikit demi sedikit, setahap
demi setahap hingga panjenengan benar-benar bisa terjatuh ke dalam jurang
kemaksiatan dengan tidak terasa.
نَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ ذٰلِكَ.
Na’udzubillahi min dzalika (artinya:
kami
berlindung kepada Allah
dari
perkara itu)
... وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“... dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah. 208).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ
وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ
وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى
وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ. (رواه مسلم)
“Zina kedua mata adalah
melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zina
kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati
adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak
lanjuti atau ditolak oleh kemaluan”. (HR. Muslim, no. 4802).
♦ Orang bertakwa melihat yang ghaib terlebih dahulu sebelum melihat yang
kasat mata
Saudaraku,
Perhatikan firman Allah SWT. dalam
surat Al Baqarah ayat 2 – 5 berikut ini:
ذَٰلِكَ الْكِتَــــٰبُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾ الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَـــٰهُمْ يُنفِقُونَ ﴿٣﴾ والَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ ﴿٤﴾ أُوْلَـــٰـــئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَأُوْلَـــٰـــئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥﴾
(2) Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (3) (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka, (4) dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al
Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (5) Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung. (QS. Al Baqarah. 2 – 5).
Dari ayat-ayat Al Qur’an di atas diperoleh
penjelasan bahwa orang-orang yang bertakwa itu adalah mereka yang beriman
kepada yang ghaib, ... dst. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Allah
SWT. dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Saudaraku,
Perhatikan, bahwa yang pertama kali
disebutkan dalam penjelasan Al Qur’an di atas adalah bahwa orang-orang yang bertakwa
itu adalah mereka yang beriman kepada yang ghaib, baru kemudian yang lainnya.
Hal ini sebagai isyarat bahwa orang yang bertakwa itu akan mendahulukan beriman
kepada yang ghaib terlebih dahulu, baru kemudian yang dhohir
(yang kasat mata).
Demikian
pendapat Prof. Dr. KH. M. Roem Rowi, MA. yang beliau sampaikan saat memberi
kajian rutin di Masjid Al Falah Surabaya
serta saat memberi kajian
rutin di Radio SAM FM. Beliau adalah seorang
ahli tafsir Al Qur’an,
pendidikan S1 beliau
selesaikan di
Universitas Islam Madinah, sedangkan S2 dan
S3 di Universitas Al-Azhar di Kairo
Mesir.
Sebagai
ilustrasi: bagi seorang pedagang, mengurangi
timbangan serta memberi informasi yang tidak benar
terhadap kualitas/kondisi barang dagangannya, secara kasat mata akan
mendatangkan keuntungan duniawi yang menggiurkan karena si pedagang
dapat mengeruk keuntungan yang lebih besar dengan mudah.
Jika pedagang tadi bukan orang yang bertakwa, maka hal-hal yang secara
kasat mata sangat menguntungkan inilah yang lebih dia lihat, sehingga dia tidak
segan-segan untuk melakukannya tanpa memperdulikan lagi apakah dibalik
keuntungan yang melimpah tersebut ada laknat
Allah2) atau tidak.
Namun bagi orang yang bertakwa, ketika ada kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan yang besar maka yang dia lihat terlebih dahulu adalah: apakah
dibalik semuanya itu (yang ghaib/yang
tidak kasat mata) ada laknat Allah atau tidak.
Sehingga
meskipun tindakan mengurangi timbangan serta memberi informasi yang tidak benar
terhadap kualitas/kondisi barang dagangan secara kasat mata jelas-jelas akan mendatangkan
keuntungan yang lebih besar dengan mudah, namun karena dibalik itu semua ada laknat Allah, maka dia tidak akan pernah
mencoba melakukannya (karena hal-hal yang tidak kasat mata seperti inilah yang
terlebih dahulu dia kedepankan).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
بَاعَ عَيْبًا لَمْ يُبَيِّنْهُ لَمْ يَزَلْ فِى مَقْتِ اللهِ وَلَمْ تَزَلِ
الْمَلَائِكَةُ تَلْعَنُهُ. (رواه ابن ماجه)
“Barangsiapa yang menjual sesuatu yang ada aib
(cela/cacat)-nya lalu tidak dijelaskan pada pembelinya, maka tetap berada dalam
murka Allah dan selalu dikutuk oleh malaikat.” (HR. Ibn Majah)
Demikian pula halnya dengan kasus yang panjenengan
hadapi. Sebagai orang yang bertakwa kepada-Nya, maka saat panjenengan masih
memandangnya seperti bidadari sampai sekarang ini sehingga perasaan
ini masih deg-degan, maka ketahuilah bahwa dia bukanlah wanita yang halal untuk
panjenengan sehingga pasti ada laknat Allah dibaliknya.
Oleh
karena itu meskipun mengingat dirinya bisa memberikan sensasi tersendiri, namun
karena dibalik itu semua ada laknat Allah, maka segera tinggalkan dan
berusahalah untuk tidak pernah lagi melakukannya. Karena hal-hal yang tidak
kasat mata seperti inilah (yaitu adanya laknat Allah) yang terlebih dahulu
harus panjenengan kedepankan jika panjenengan memang benar-benar orang yang
bertaqwa.
♦ Mohonlah
perlindungan kepada Allah saat ditimpa godaan syaitan
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sepanjang perjalanan hidup kita di dunia
ini, jebakan-jebakan syaitan akan senantiasa menghadang langkah kita, kapan saja, dimana saja. Karena sesungguhnya syaitan
akan senantiasa berupaya mendatangi kita dari segala arah, dalam upayanya untuk
menyesatkan kita. Karena syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi kita.
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ
صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿١٦﴾ ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ
وَعَنْ أَيْمَــــٰنِهِمْ وَعَن
شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَــٰكِرِينَ ﴿١٧﴾
Iblis menjawab: “Karena Engkau
telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi)
mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari
muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan
Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at)”. (QS.
Al A’raaf. 16 – 17).
... إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٦٢﴾
“... sesungguhnya dia (syaitan itu) musuh yang nyata bagimu”. (QS. Az
Zukhruf. 62).
Di sisi lain, ternyata kita tercipta dalam keadaan lemah,
yang seringkali tidak tahan dalam menghadapi wanita dan godaan seksual.
... وَخُلِقَ الْإِنسَـــٰنُ ضَعِيفًا ﴿٢٨﴾
“..., dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS. An
Nisaa’. 28)
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “... (dan
manusia dijadikan bersifat lemah) tidak tahan menghadapi wanita dan godaan
seksual”. (QS. An Nisaa’. 28)
Oleh karena itu, mohonlah perlindungan
kepada Allah saat ditimpa godaan syaitan.
وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَـــٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ ﴿٣٦﴾
Dan jika syaitan mengganggumu
dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat.
36).
وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَـــٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
﴿٢٠٠﴾
Dan jika kamu ditimpa sesuatu
godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al A’raaf. 200).
Dan tetaplah berpegang pada tali-Nya (yang
tak akan mungkin putus kecuali kita sendiri melepaskannya), agar
“benteng pertahanan” ini tidak goyah.
وَمَن
يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَىٰ وَإِلَى اللهِ عَــٰــقِبَةُ الْأُمُورِ ﴿٢٢﴾
Dan barangsiapa yang
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada
Allah-lah kesudahan segala urusan. (QS. Luqman. 22).
Saudaraku,
Sebagai penutup tulisan ini, ketahuilah bahwa
sesungguhnya pikiran yang terlintas di
benak itu merupakan salah satu pintu masuknya perbuatan maksiat.
Ibnu Qayyim3)
mengatakan bahwa sebagian besar maksiat itu masuk melalui 4 pintu, yaitu:
al-lahazhat (pandangan pertama), al-khatharat (pikiran yang terlintas di
benak), al-lafazhat (ungkapan yang diucapkan), al-khuthuwat (langkah nyata
untuk sebuah perbuatan).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Mukhlis
artinya orang yang ikhlas. Sedangkan menurut catatan kaki no. 799 Al Qur'an Terjemahan
versi Departemen Agama RI, yang dimaksud dengan mukhlis ialah
orang-orang yang diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah
Allah.
2) Menurut Prof. Dr. KH. M. Roem Rowi, MA. (salah satu guru ngajiku) yang beliau sampaikan saat memberikan kajian rutin di Masjid Al
Falah Surabaya, yang dimaksud dengan dila’nat Allah adalah dijauhkan dari rahmat Allah dan
berhak mendapatkan azab Allah.
3) Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, “Jangan
Dekati Zina”,
Terj. Tim Darul Haq-Jakarta (Jakarta:
Maktabah Ummu Salmi Al-atsari, 2007), h. 9.