Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat
(teman alumni SMA 1 Blitar) telah menyampaikan
pesan via WhatsApp: Mas Imron, ada titipan pertanyaan dari Bang Fulan dan Mbak Fulanah
(sebut saja begitu).
Dahulu Bang
Fulan naksir pada Mbak Fulanah. Namun karena jaman dulu nggak seterbuka jaman
sekarang dan sarana komunikasi tidak semudah sekarang (HP, WA, Telgram,
Facebook, dll) sehingga maksud hati Bang Fulan tidak tersampaikan.
Dengan
berlalunya waktu Bang Fulan menikah dengan yang lain. Suatu saat Bang Fulan
ketemu dengan Mbak Fulanah dan mereka menjadi akrab, bahkan Mbak Fulanah jadi
tahu kalau dulu Bang Fulan naksir padanya.
Andai hal-hal
itu tersampaikan pada waktu itu,
Mbak Fulanah juga nggak
menolak. Hal ini menyebakan Bang Fulan sering menggerutu.
Jathokno biyen blak kotang terus terang (seandainya
dahulu berterus terang), andai dulu,
dll. Berdosakah Bang Fulan kalau sering njathokno...,
njathokno... (sering mengatakan seandainya..., seandainya...).
Sepertinya Bang Fulan belum ikhlas atas
takdirnya.
TANGGAPAN
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa ilmu pengetahuan yang kita
miliki itu sangatlah terbatas. Al Qur’an secara eksplisit
menjelaskan hal ini dalam surat Al Israa’ pada bagian akhir ayat 85:
... وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Selain penjelasan Al Qur'an dalam surat Al Israa’ ayat 85 di atas,
bukti-bukti yang ada juga menunjukkan betapa ilmu
kita adalah sangat terbatas. Contoh: sampai saat ini tidak ada seorangpun yang
bisa menciptakan daun. Sekedar menciptakan seekor nyamukpun, juga tak ada
seorangpun yang bisa.
Belum lagi untuk urusan alam ghaib. Tentang ruh misalnya, teramat
sedikitlah yang kita ketahui. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Israa’
ayat 85 berikut ini:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ
مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al Israa’. 85).
Bahkan seandainya tanpa pertolongan-Nya, kita umat
manusia benar-benar tidak mengetahui apa-apa sama sekali. Kalaupun kita bisa
mengetahui sesuatu, hal itu tidak lain hanyalah karena Allah telah mengajarkan
kepada kita, karena Allah telah memberikan ilmu pengetahuan kepada kita.
وَاللهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَـــٰــتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ الْسَّمْعَ
وَالْأَبْصَـــٰــرَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿٧٨﴾
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl. 78).
عَلَّمَ الْإِنسَـــٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS. Al ‘Alaq. 5).
Saudaraku,
Hal itu semua semakin menegaskan bahwa ilmu
yang kita miliki benar-benar sangat terbatas. Dan karena keterbatasan ilmu yang kita miliki tersebut,
maka seringkali apa yang menurut kita baik, bisa jadi justru buruk buat kita.
Sebaliknya, apa yang bagi kita terlihat buruk, bisa jadi sesungguhnya justru
baik buat kita.
... وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ
يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢١٦﴾
“... Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 216).
Untunglah masih ada Allah yang teramat sangat menyayangi
kita umat manusia.
... إِنَّهُ هُوَ الْعَزِيزُ
الرَّحِيمُ ﴿٤٢﴾
“... Sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang”. (QS. Ad Dukhaan. 42).
Saudaraku,
Karena begitu sayangnya Allah kepada kita umat manusia,
maka dari rencana-rencana/keputusan-keputusan yang kita buat yang akan
berdampak buruk buat kita (karena keterbatasan ilmu kita, karena kebodohan
kita), Allah ganti dengan yang lebih baik.
Mengapa demikian?
Karena Allah yang ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu, pasti lebih mengetahui apa-apa yang baik untuk kita dan Allah
juga lebih mengetahui apa-apa yang berdampak buruk buat kita umat manusia.
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ
مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku
padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. Ath
Thalaaq. 12).
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan, karena Allah ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu, pasti lebih mengetahui apa-apa yang baik untuk kita dan Allah
juga lebih mengetahui apa-apa yang berdampak buruk buat kita umat manusia.
Tidak mungkin Allah bermaksud buruk/bermaksud untuk
mencelakakan kita umat manusia, karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana,
sebagaimana janji-Nya dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 18:
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ
الْخَبِيرُ ﴿١٨﴾
Dan Dialah yang berkuasa atas
sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS.
Al An’aam. 18).
Sedangkan
Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an
dalam surat Ar Ruum ayat 6:
... لَا يُخْلِفُ
اللهُ وَعْدَهُ وَلَـــٰـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾
“... Allah
tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
(QS. Ar Ruum. 6).
Saudaraku,
Dengan melihat fakta-fakta sebagaimana uraian di atas,
maka terhadap apapun yang telah Allah tetapkan
untuk kita, terimalah dengan baik, meskipun hal itu seringkali tidak sesuai
dengan harapan kita.
وَلَوْ أَنَّهُمْ
رَضُوْاْ مَا ءَاتَـــٰـهُمُ اللهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللهُ سَيُؤْتِينَا اللهُ مِن
فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللهِ رَاغِبُونَ ﴿٥٩﴾
Jikalau
mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya
kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada
kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”,
(tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS. At Taubah. 59).
Sekali lagi, terhadap apapun yang telah Allah berikan kepada kita, terimalah dengan baik/tetaplah berbaik sangka
kepada-Nya, meskipun hal itu seringkali tidak sesuai dengan harapan kita.
Yakinlah bahwa apapun keputusan Allah, pasti adalah yang terbaik buat kita.
Oleh karena itu janganlah mengatakan: “Jathokno...,
jathokno... (seandainya..., seandainya...)”. Karena perkataan seperti itu mengandung keluh kesah, penyesalan, kesedihan,
ketidak-relaan terhadap takdir Allah Ta’ala.
Saudaraku,
Bang Fulan dan Mbak
Fulanah diciptakan oleh Allah pada jaman dimana sarana
komunikasi tidak semudah sekarang (HP, WA, Telgram, Facebook, dll) sehingga
maksud hati si Fulan tidak tersampaikan, jelas hal ini bukanlah sebuah
kebetulan. Yakinlah bahwa dengan cara seperti itulah, Allah mencegah bersatunya Bang Fulan dan Mbak Fulanah ke dalam satu ikatan
pernikahan.
Mengapa demikian? Jawabannya
adalah karena Allah ingin memberikan kepada masing-masing Bang Fulan dan Mbak Fulanah pasangan yang lebih
baik. Allah ingin memberikan kepada Bang Fulan dan Mbak
Fulanah pasangan terbaik, yang jauh lebih baik daripada apa yang
dipikirkan/diharapkan oleh Bang Fulan maupun Mbak Fulanah.
Bisa jadi Bang Fulan dan Mbak
Fulanah tidak puas dengan keadaan ini. Namun ketahuilah bahwa Allah telah
mengingatkan kita semua bahwa karena keterbatasan ilmu yang kita miliki tersebut, maka
seringkali apa yang menurut kita baik, bisa jadi justru buruk buat kita.
Sebaliknya, apa yang bagi kita terlihat buruk, bisa jadi sesungguhnya justru
baik buat kita.
... وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ
يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢١٦﴾
“... Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 216).
Oleh karena itu
tetaplah berbaik sangka kepada-Nya terhadap semua ketetapan-Nya (terhadap
apapun yang telah Allah tetapkan untuk kita).
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يَمُوتُ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ. (رواه مسلم)
“Janganlah salah seorang di
antara kalian meninggal melainkan dia dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah”.
(HR. Muslim).
Saudaraku,
Janganlah sekali-kali mengatakan: “Jathokno...,
jathokno... (seandainya..., seandainya...)”. Karena perkataan seperti ini akan membuka pintu perbuatan setan sehingga
mendorong orang yang mengatakannya ke dalam sikap kecewa, keluh kesah, penyesalan, kesedihan, ketidak-relaan
terhadap takdir Allah Ta’ala.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ إِدْرِيسَ
عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ
الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ
وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ
كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ
تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ. (رواه مسلم)
47.36/4816. Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair mereka berdua berkata;
telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Idris dari Rabi'ah bin 'Utsman
dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Al A'raj dari Abu Hurairah dia berkata;
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh
Allah Subhanahu wa Ta 'ala daripada orang mukmin yang lemah. Pada masing-masing
memang terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna
bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla dan janganlah kamu
menjadi orang yang lemah”.
Apabila kamu
tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu mengatakan: “Seandainya tadi
saya berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu”.
Tetapi katakanlah: “lni sudah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti
akan dilaksanakan-Nya. Karena sesungguhnya ungkapan kata ‘law’ (artinya seandainya)
akan membukakan jalan bagi godaan syaitan”. (HR. Muslim).
Saudaraku,
Disamping perkataan: “seandainya
begini atau begitu, maka tidaklah akan terjadi hal ini”, ucapan seperti ini
tidak akan menyebabkan apa yang telah hilang bisa kembali lagi, perkataan yang
seperti ini juga tidak akan menyelesaikan masalah yang ada.
Bahkan sikap
kecewa, keluh kesah, penyesalan, kesedihan,
ketidak-relaan terhadap takdir Allah Ta’ala seperti ini dapat
diterjemahkan sebagai sikap berburuk sangka kepada Allah. Padahal Allah telah
berfirman dalam Al Qur’an surat Al Fath ayat 6:
وَيُعَذِّبَ الْمُنَـــٰـفِقِينَ وَالْمُنَـــٰـفِقَـــٰتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَـــٰتِ الظَّآنِّينَ بِاللهِ ظَنَّ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ
السَّوْءِ وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ
وَسَاءَتْ مَصِيرًا ﴿٦﴾
Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu
berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan)
yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi
mereka neraka Jahannam. Dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat
kembali. (QS. Al Fath. 6).
Dan menjadilah hamba
yang mukhlis agar
kita tidak terpedaya oleh kehidupan dunia yang fana ini.
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ
لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٣٩﴾
Iblis berkata: “Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan
menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti
aku akan menyesatkan mereka semuanya”, (QS. Al Hijr. 39).
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٤٠﴾
“kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis*
di antara mereka". (QS. Al Hijr. 40).
*) Mukhlis
artinya orang yang ikhlas. Sedangkan menurut catatan kaki no. 799 Al Qur'an Terjemahan
versi Departemen Agama RI, yang dimaksud dengan mukhlis ialah
orang-orang yang diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah
Allah.
Sebagai penutup tulisan ini, berikut ini kusampaikan
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 5996), sebagai bahan renungan untuk kita semua.
حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ
حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ يَزِيدَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ التَّيْمِيِّ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا يَزِلُّ
بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ. (رواه
البخارى)
61.64/5996. Telah menceritakan
kepadaku Ibrahim bin Hamzah telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Hazim dari
Yazid dari Muhammad bin Ibrahim dari Isa bin Thalhah bin 'Ubaidullah At Taimi
dari Abu Hurairah dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan
kalimat tanpa diteliti yang karenanya ia terlempar ke neraka sejauh antara
jarak ke timur”. (HR. Bukhari).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar