Assalamu’alaikum wr. wb.
Terkait artikel yang berjudul ”Ketika Adik Tidak Mau Membagi Harta Warisan Sesuai Dengan Hukum Islam
(I)”, seorang sahabat (teman sekolah di SMAN
1 Blitar sekaligus juga teman kuliah di ITS) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp
dengan pertanyaan sebagai berikut: “Kalau yang memiliki hak
waris itu yang ada pertalian darah ya Mas Imron?”.
TANGGAPAN
Saudaraku,
Yang dimaksud dengan harta warisan (harta pusaka) adalah harta yang ditinggalkan
oleh orang yang wafat
secara mutlak. Artinya hanya harta
yang secara mutlak dimiliki oleh orang yang wafat
saja
yang dibagikan sebagai harta warisan atau harta pusaka.
Berikut ini kusampaikan beberapa ayat yang mendasarinya, yang menisbatkan
harta dengan orang yang wafat:
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلَــــٰدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ
نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً
فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا
تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ
أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ
مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لَا
تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ
كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ﴿١١﴾
Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian
dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang
ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang
ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfa`atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(QS. An Nisaa’.
11).
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن
لَّهُنَّ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ
مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ
الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ
وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَـــٰـــلَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا
السُّدُسُ فَإِن كَانُواْ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةٍ مِّنَ اللهِ
وَاللهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ ﴿١٢﴾
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para
isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari`at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun. (QS. An Nisaa’.
12).
♦ Sebab
seseorang bisa mendapatkan bagian warisan dari orang yang telah meninggal dunia
Saudaraku,
Terdapat 3 sebab
seseorang bisa mendapatkan bagian warisan dari orang yang telah meninggal dunia. Ketiga sebab itu adalah hubungan kekerabatan atau nasab, pernikahan yang sah, dan kekerabatan karena
memerdekakan budak.
1. Hubungan
kekerabatan atau nasab, hal ini menyangkut anak kandung atau orang yang terkait
nasab dengan sang pemilik harta atau disebut juga sebagai sebab garis keturunan
atau yang lebih dikenal dengan garis nasab. Orang yang bisa mendapatkan warisan
dengan sebab nasab atau kekerabatan adalah kedua orang tua dan orang-orang yang
merupakan turunan keduanya seperti saudara laki-laki atau perempuan serta
anak-anak dari para saudara tersebut baik sekandung maupun seayah. Dalil-dalil warisan
karena sebab kekerabatan, antara lain terdapat pada surat An
Nisaa’ ayat 11, ayat 12 dan ayat 176.
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَــــٰــلَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ
لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ
يَكُن لَّهَا وَلَدٌ فَإِن كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا
تَرَكَ وَإِن كَانُواْ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ
يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّواْ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿١٧٦﴾
Mereka meminta fatwa kepadamu
(tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang
kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua
dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai
(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika
saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki
sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini)
kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An Nisaa’. 176).
2. Hubungan pernikahan
yang sah, yaitu adanya hubungan antara
orang yang mewarisi tersebut dengan seseorang akibat adanya pernikahan yang sah.
Sedangkan pasangan suami istri yang menikah dengan pernikahan yang fasid
(rusak), seperti pernikahan tanpa adanya wali atau dua orang saksi, keduanya
tidak bisa saling mewarisi. Demikian pula pasangan suami istri yang menikah
dengan nikah mut’ah. Dalilnya terdapat pada surat An Nisaa’ ayat 12.
3. Dikarenakan memerdekakan budak (wala'). Wala’ adalah
hubungan kekeluargaan yang timbul karena memerdekakan hamba sahaya. Para ahli
fiqih sering menyebutnya dengan nasab hukmi. Orang yang memerdekakan memperoleh
hak wala’ yakni berhak menjadi ahli waris dari budak tersebut.
Maksudnya,
orang yang memerdekakan budak lalu
suatu hari budaknya tersebut memiliki harta dan meninggal maka orang yang
memerdekakan tersebut berhak mendapatkan harta warisan dari budak yang telah
dimerdekakannya tersebut. Namun sebaliknya, seorang budak yang telah
dimerdekakan tidak bisa menerima warisan dari tuan yang telah memerdekakannya.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ
يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ فِي
بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ عَتَقَتْ فَخُيِّرَتْ وَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ. (رواه
البخارى)
47.33/4707. Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Rabi'ah
bin Abu Abdurrahman dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah radhiyallahu 'anha,
ia berkata; Pada Barirah terdapat tiga sunnah. Ia dimerdekakan, lalu diberi
pilihan. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya hak waris kepemilikan budak (wala') itu
adalah bagi yang memerdekakan”. (HR. Bukhari).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
{ Bersambung; tulisan ke-2 dari 3
tulisan }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar