Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat (guru besar/profesor sebuah perguruan tinggi
negeri di Jawa Timur) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp
dengan pertanyaan sebagai berikut:
Menanggapi
tulisan panjenengan yang berjudul ”Ketika
Adik Tidak Mau Membagi Harta Warisan Sesuai Dengan Hukum Islam (I)”, kok seperti bertentangan dengan hadits ini: Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ayahku telah meninggal dunia dan meninggalkan harta, namun dia
tidak memberi wasiat terhadap harta yang ditinggalkannya. Dapatkah harta itu
menghapus dosa-dosanya jika harta tersebut saya sedekahkan atas namanya?”. Beliau
menjawab: “Ya”. (H.R. Muslim, Shahih Nomor 3081).
TANGGAPAN
Berikut ini saya kutibkan hadits yang panjenengan maksud
secara lengkap:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ
وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبِي مَاتَ
وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ
قَالَ نَعَمْ.
(رواه مسلم)
26.8/3081. Telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Sa'id dan Ali bin Hujr mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il –yaitu Ibnu Ja'far – dari Al 'Ala' dari Ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki
bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: “Ayahku telah meninggal
dunia dan meninggalkan harta, namun dia tidak memberi wasiat terhadap harta yang
ditinggalkannya, dapatkah harta itu menghapus dosa-dosanya jika harta tersebut
saya sedekahkan atas namanya?” Beliau menjawab: “Ya”. (HR.
Muslim).
Saudaraku,
Ketahuilah
bahwa tidak ada pertentangan antara tulisan tersebut dengan hadits yang
panjenengan sampaikan di atas/hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits
no. 3081).
Karena jika
seseorang wafat, maka
semua harta yang ditinggalkan akan menjadi
harta pusaka (harta warisan). Harta warisan itu miliknya ahli waris sehingga harus diberikan kepada
pemiliknya dengan pembagian sesuai dengan ketentuan hukum waris dalam syariat
Islam dan kita tidak boleh menyalahi ketentuan
tersebut.
تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ
يُدْخِلْهُ جَنَّــــٰتٍ تَجْرِي مِن
تَحْتِهَا الْأَنْهَــٰــرُ خَــٰــلِدِينَ فِيهَا وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٣﴾ وَمَن يَعْصِ اللهَ
وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَــٰــلِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿١٤﴾
(13) (Hukum-hukum tersebut) itu adalah
ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang
besar. (14) Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS.
An Nisaa’. 13 – 14).
Dan harta
warisan tersebut baru bisa dibagikan kepada para ahli waris jika sudah dipenuhi
wasiat yang dibuat almarhum dan sesudah dibayar hutangnya.
... مِن
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... ﴿١١﴾
“... (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. ...”. (QS. An Nisaa’. 11).
Sedangkan apabila
harta warisan tersebut sudah dibagi kepada para ahli waris sesuai dengan
ketentuan hukum waris dalam syariat Islam, maka status harta tersebut telah
berubah menjadi hak milik masing-masing ahli waris sehingga penggunaannya
terserah kepada masing-masing pemiliknya,
apakah mau diwakafkan/dihibahkan/disedekahkan
atau tidak hal itu sudah menjadi hak masing-masing, tidak boleh satu orang
memaksakan kehendak kepada yang lainnya.
Makanya
laki-laki tadi memberitahukan terlebih dahulu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa
ayahnya tidak memberi wasiat sehingga otomatis sah harta tersebut menjadi
miliknya (jika yang bersangkutan adalah anak lelaki tunggal dan ibunya sudah lama
bercerai sebelum ayahnya wafat sehingga sudah habis masa iddahnya atau karena sudah wafat terlebih dahulu, sedangkan kakek dan neneknya juga
sudah wafat terlebih dahulu).
Selanjutnya
dengan harta yang sudah menjadi miliknya tersebut, laki-laki tadi bersedekah
atas nama ayahnya yang sudah wafat.
Namun apabila laki-laki tadi masih
mempunyai ibu (isteri dari ayahnya yang wafat) atau masih mempunyai kakek/nenek
(orangtua dari ayahnya yang wafat) serta bukan anak tunggal, maka dia tidak
boleh langsung memutuskan sendiri untuk mensedekahkan harta warisan ayahnya
tersebut karena begitu ayahnya wafat, harta warisan yang ditinggalkan ayahnya
tidak otomatis menjadi hak miliknya sepenuhnya (ada hak ahli waris lainnya atas
harta warisan tersebut).
... وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ
الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ...
﴿١٢﴾
“...
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. ...”. (QS. An Nisaa’. 12).
... وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ
وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ ... ﴿١١﴾
“... Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak
...”. (QS. An Nisaa’. 11).
لِّلرِّجَالِ نَصيِبٌ مِّمَّا
تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَّفْرُوضًا ﴿٧﴾
Bagi laki-laki ada hak bagian
dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. An Nisaa’. 7).
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلَـــٰـدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ... ﴿١١﴾
“Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian
dua orang anak perempuan; ...”. (QS. An Nisaa’. 11).
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa apabila laki-laki tadi masih mempunyai ibu atau kakek/nenek serta bukan
anak tunggal, maka dia tidak boleh langsung memutuskan sendiri untuk
mensedekahkan harta warisan ayahnya tersebut karena begitu ayahnya wafat, harta
warisan yang ditinggalkan ayahnya tidak otomatis menjadi hak miliknya
sepenuhnya (ada hak ahli waris lainnya atas harta warisan tersebut).
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa dalam Islam kita tidak boleh seenaknya
melanggar hak yang menjadi milik orang lain. Para ‘ulama’ telah membuat kaedah dalam bab fiqih terkait hal ini: “Tidak boleh seseorang memanfaatkan milik orang lain
tanpa izinnya”.
Dalam kaidah fiqih disebutkan:
لَا
يَجُوْزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِي مِلْكِ الغَيْرِ بِلَا إِذْنٍ
“Tidak boleh seseorang
memanfaatkan kepemilikian orang lain tanpa izinnya”..
Dalil dari kaidah
fiqih tersebut adalah:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ. (رواه أحمد)
“Tidak
halal harta seseorang kecuali dengan ridho pemiliknya”. (HR. Ahmad,
no. 19774)*.
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
(hadits no. 19774) selengkapnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَبِي حُرَّةَ الرَّقَاشِيِّ عَنْ عَمِّهِ
قَالَ كُنْتُ آخِذًا بِزِمَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي أَوْسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَذُودُ عَنْهُ النَّاسَ فَقَالَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَتَدْرُونَ فِي أَيِّ شَهْرٍ أَنْتُمْ وَفِي أَيِّ يَوْمٍ
أَنْتُمْ وَفِي أَيِّ بَلَدٍ أَنْتُمْ قَالُوا فِي يَوْمٍ حَرَامٍ وَشَهْرٍ
حَرَامٍ وَبَلَدٍ حَرَامٍ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ
وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ
هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَهُ ثُمَّ قَالَ اسْمَعُوا
مِنِّي تَعِيشُوا أَلَا لَا تَظْلِمُوا أَلَا لَا تَظْلِمُوا أَلَا لَا تَظْلِمُوا
إِنَّهُ لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ
نَفْسٍ مِنْهُ أَلَا وَإِنَّ كُلَّ دَمٍ وَمَالٍ وَمَأْثَرَةٍ كَانَتْ فِي
الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمِي هَذِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنَّ أَوَّلَ
دَمٍ يُوضَعُ دَمُ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ كَانَ
مُسْتَرْضِعًا فِي بَنِي لَيْثٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ أَلَا وَإِنَّ كُلَّ رِبًا
كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَضَى أَنَّ
أَوَّلَ رِبًا يُوضَعُ رِبَا الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ أَلَا وَإِنَّ الزَّمَانَ قَدْ
اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ ثُمَّ
قَرَأَ { إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ
شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنْفُسَكُمْ } أَلَا لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ
بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ أَلَا إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ
الْمُصَلُّونَ وَلَكِنَّهُ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَكُمْ فَاتَّقُوا اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
فِي النِّسَاءِ فَإِنَّهُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ لَا يَمْلِكْنَ لِأَنْفُسِهِنَّ
شَيْئًا وَإِنَّ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ حَقًّا أَنْ لَا
يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا غَيْرَكُمْ وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ
لِأَحَدٍ تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ خِفْتُمْ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ قَالَ
حُمَيْدٌ قُلْتُ لِلْحَسَنِ مَا الْمُبَرِّحُ قَالَ الْمُؤَثِّرُ وَلَهُنَّ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَإِنَّمَا أَخَذْتُمُوهُنَّ
بِأَمَانَةِ اللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَمَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَانَةٌ فَلْيُؤَدِّهَا إِلَى مَنْ ائْتَمَنَهُ
عَلَيْهَا وَبَسَطَ يَدَيْهِ فَقَالَ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ
أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ ثُمَّ قَالَ لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّهُ
رُبَّ مُبَلَّغٍ أَسْعَدُ مِنْ سَامِعٍ قَالَ حُمَيْدٌ قَالَ الْحَسَنُ حِينَ
بَلَّغَ هَذِهِ الْكَلِمَةَ قَدْ وَاللهِ بَلَّغُوا أَقْوَامًا كَانُوا أَسْعَدَ
بِهِ. (رواه أحمد)
Telah
menceritakan kepada kami ['Affan], telah menceritakan kepada kami [Hammad bin
Salamah], telah mengabarkan kepada kami [Ali bin Zaid] dari [Abu Hurrah Ar
Raqasyi] dari [Pamannya] dia berkata: Aku memegang tali kekang unta Rasulullah
Shallalahu 'Alaihi Wasallam pada pertengahan hari Tasyrik (yaitu tanggal
sebelas, dua belas dan tiga belas Dzulhijjah), aku mendesak orang-orang dari
beliau, beliau bertanya: “Wahai manusia, tahukah kalian di bulan apa kalian
sekarang, di hari dan negeri mana kalian sekarang?”. Para sahabat menjawab: “Di
hari haram, bulan haram dan negeri haram”. Beliau bersabda: “Sungguh darah,
harta dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian, sebagaimana sucinya hari,
bulan dan negeri kalian ini sampai datangnya hari kalian bertemu Allah”. Beliau
melanjutkan: “Dengarkanlah aku, hiduplah kalian dan janganlah berbuat
kezhaliman, ingatlah jangan berbuat dzalim, Sungguh
tidak halal harta seseorang kecuali dengan kerelaan hati darinya,
ketahuilah sesungguhnya setiap darah, harta dan kebanggaan yang ada pada masa
jahiliyah, berada di bawah telapak kakiku ini sampai hari Kiamat, dan
sesungguhnya darah yang pertama kali akan diletakkan adalah darah Rabi'ah bin
Al Harits bin Abdul Muthallib, dia mencari seorang wanita yang bisa menyusui di
Bani Laits, kemudian dibunuh oleh orang-orang Hudzail, ketahuilah sesungguhnya
setiap riba di masa jahiliyah adalah jelek, dan sesungguhnya Allah 'azza
wajalla telah memutuskan bahwa riba yang pertama kali akan diletakkan adalah
riba Al Abbas bin Abdul Muthallib, bagi kalian adalah pokok harta kalian,
janganlah kalian menzhalimi dan jangan pula terzhalimi, ketahuilah sesungguhnya
zaman telah berputar sebagaimana perputaran pada hari Allah menciptakan langit
dan bumi”. Kemudian beliau membaca ayat “inna 'iddatasy syuhuuri 'indallaahi
itsnaa 'asyara syahran fii kitaabillaahi yauma kholaqas samaawaati wal ardla
minhaa arba'atun hurum dzaalikad diinul qayyimu falaa tadlimuu fiihinna
anfusakum” (Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu) ". QS At
Taubah: 36. “Ketahuilah janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalku,
dengan saling membunuh satu sama lain, ketahuilah sesungguhnya setan telah
putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat, akan tetapi dia tidak
berputus asa untuk mengadu domba diantara kalian, maka takutlah kepada Allah
'azza wajalla dalam masalah wanita, karena sesungguhnya mereka di sisi kalian
ibarat tawanan yang tidak dapat menguasai diri mereka sedikitpun, dan sungguh
mereka mempunyai hak dari kalian dan kalianpun mempunyai hak atas mereka,
janganlah mereka memasukkan kedalam rumah kalian selain kalian sendiri,
janganlah mereka mengizinkan masuk ke dalam rumah kalian seseorang yang tidak
kalian sukai. Jika kalian khawatir akan nusyuz (durhaka) mereka, maka
nasehatilah mereka lalu jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka
dengan pukulan yang tidak menyakitkan”. [Humaid] berkata; Aku bertanya kepada
[Al Hasan]: “Apa yang dimaksud dengan "Al Mubarrih?”. Dia menjawab: “Yang
membekas”. “Dan hak bagi mereka adalah mendapatkan makan dan pakaian dengan
cara ma'ruf, hanyasannya kalian mengambil mereka adalah dengan amanat dari
Allah dan kalian menghalalkan farji (kehormatan) mereka adalah dengan kalimat
Allah 'azza wajalla. Dan barangsiapa mendapat amanat, maka sampaikanlah amanat
itu kepada orang yang diamanati”. Kemudian beliau membentangkan kedua tangannya
seraya bersabda: “Ketahuilah bukankah aku telah menyampaikan, ketahuilah
bukankah aku telah menyampaikan, ketahuilah bukankah aku telah menyampaikan?”.
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Hendaknya orang yang hadir menyampaikan
kepada yang tidak hadir, karena betapa banyak orang yang disampaikan berita
kepadanya, dia lebih faham dari orang yang mendengar langsung”. Humaid berkata:
Al Hasan berkata ketika menyampaikan kalimat ini: “Sungguh, demi Allah, mereka
menyampaikan kepada suatu kaum dan mereka lebih bahagia dengannya”. (HR. Ahmad, no. 19774).
{Tulisan ke-3 dari 3
tulisan}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar