Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat1) (teman alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah
perguruan tinggi negeri terkemuka di Surabaya) telah
menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai berikut: “Pak
Imron, bagaimana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan proses
pemilihan istri dan dengan alasan apa poligami dilakukan atau dianjurkan?”.
♦ Bagaimana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam
mencontohkan proses pemilihan istri?
Sebelum membahas pertanyaan panjenengan tersebut, marilah
kita perhatikan terlebih dahulu uraian berikut ini:
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang yang paling beruntung
itu adalah orang yang telah Allah
anugerahkan kepadanya kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah (orang yang telah Allah
anugerahkan kepadanya pemahaman yang mendalam tentang
agama).
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا
كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُوْلُواْ الْأَلْبَابِ
﴿٢٦٩﴾
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu (yaitu
kemampuan untuk memahami syariat Islam), maka ia benar-benar telah
dianugrahi karunia yang banyak. Dan tidaklah mengambil
pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (QS. Al Baqarah. 269).
Sedangkan dalam sebuah hadits, Mu’awiyah bin Abi
Sufyan radhiyallahu’anhu
meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْـرًا يُـفَـقِـهْهُ فِي الدِّيْنِ. (رواه البخارى و مسلم)
“Barangsiapa
yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti
tentang agamanya (Allah akan memberikan kepadanya
pemahaman tentang agama)”. (HR. Bukhari no.
6768 dan Muslim no. 1721).
Maka
bersyukurlah bagi siapa saja yang telah Allah
mudahkan untuk mendapatkannya (maka
bersyukurlah bagi siapa saja yang telah Allah anugerahkan kemudahan baginya untuk
memahami
syariat Islam).
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٍ
آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا
وَيُعَلِّمُهَا. (رواه البخارى و مسلم)
“Tidak boleh iri selain
terhadap dua golongan: (1) orang yang dikaruniai harta yang melimpah oleh Allah
SWT. kemudian dia membelanjakannya di jalan yang haq, (2)
orang yang dikaruniai hikmah (ilmu Al Qur’an dan As Sunnah), kemudian dia menunaikannya (mengamalkannya), serta
mengajarkannya”. (Muttafaqun ‘alaih).
Sedangkan orang yang telah Allah anugerahkan kepadanya kefahaman yang mendalam
tentang Al Qur'an dan As Sunnah serta istiqomah mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari, maka sudah pasti yang bersangkutan termasuk golongan orang-orang
yang bertaqwa kepada Allah.
...
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَـــٰـكُمْ ... ﴿١٣﴾
“... Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. ...”. (QS. Al Hujuraat. 13).
Dan yang bersangkutan adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah.
وَمَن
يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَىٰ وَإِلَى اللهِ عَـــٰـقِبَةُ الْأُمُورِ ﴿٢٢﴾
Dan barangsiapa yang
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada
Allah-lah kesudahan segala urusan. (QS. Luqman. 22).
Maka hendaknya bagi setiap muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang
paling mulia di sisi Allah. Rasulullah-pun sangat menganjurkan untuk memilih istri yang baik agamanya.
حَدَّثَنَا
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَعُبَيْدُ اللهِ بْنُ سَعِيدٍ
قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ
بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا
وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ
يَدَاكَ. (رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb],
[Muhammad bin Al Mutsanna] dan ['Ubaidullah bin Sa'id] mereka berkata; Telah
menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari ['Ubaidillah] telah mengabarkan
kepadaku [Sa'id bin Abu Sa'id] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena
empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena
agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung”. (HR. Muslim,
no.
2661).
Saudaraku,
Dari uraian di atas,
nampak bahwa kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah (yaitu kemampuan untuk memahami syariat
Islam) merupakan poin terpenting dalam memilih pasangan.
Maka pilihlah calon istri (calon pasangan hidup) yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama.
Karena hal itu merupakan salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah
Ta’ala.
و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ
يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ
حَدَّثَنِي حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ سَمِعْتُ
مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَهُوَ يَخْطُبُ يَقُولُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُرِدِ اللهُ
بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَيُعْطِي اللهُ.
(رواه مسلم)
13.97/1721. Telah menceritakan
kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah
mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab ia berkata, telah menceritakan
kepadaku Humaid bin Abdurrahman bin Auf ia berkata; saya mendengar Mu'awiyah
bin Abu Sufyan yang sedang berkhutbah berkata; Sesungguhnya saya telah
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka ia akan
diberi pengetahuan yang mendalam mengenai agama. Sesungguhnya aku ini hanyalah
yang membagi-bagi, sedangkan yang memberi ialah Allah”. (HR.
Muslim).
√ Karena seorang calon isteri
yang baik agamanya, maka dia akan bersedia ta'at
kepada suaminya.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ
أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّ ابْنَ قَارِظٍ أَخْبَرَهُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
عَوْفٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّتْ
الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ
زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ
شِئْتِ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ishaq] telah
menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari ['Ubaidullah bin Abu Ja'far] bahwa
[Ibnu Qarizh] mengabarinya dari [Abdurrahman bin Auf] berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang istri melaksanakan
shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta'at
kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; 'Masuklah kamu ke dalam
syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan”. (HR. Ahmad, no. 1573).
Sebagai catatan, keta’atan
istri kepada suami tersebut hanyalah dalam perkara yang makruf saja, karena tidak ada kewajiban untuk ta’at dalam rangka bermaksiat
kepada Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ
فِى الْمَعْرُوفِ. (رواه البخارى)
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan
hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)”. (HR. Bukhari).
√ Karena seorang calon isteri
yang baik agamanya, maka dia juga akan menjaga auratnya.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَـــٰــبِيبِهِنَّ ... ﴿٥٩﴾
Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ...”. (QS. Al Ahzab. 59).
√ Karena seorang calon isteri
yang baik agamanya, maka dia juga akan bertanggung-jawab terhadap rumah
suaminya.
Dikisahkan
oleh Abdullah bin ‘Umar dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
...، وَالْمَرْأَةُ
رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، ... (رواه
البخارى ومسلم)
“..., Dan seorang istri adalah
pemimpin dalam rumah suaminya, dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya, ...”. (HR. Al-Bukhari no. 4789 dan Muslim no. 3408).2)
√ Karena seorang calon isteri
yang baik agamanya, apabila
suaminya melihatnya maka ia akan menyenangkannya, dan apabila ia
memerintahkannya maka diapun mentaatinya, dan kalau suaminya pergi maka dia
akan menjaga amanahnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar radliallahu
‘anhu:
... أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ
وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ. (رواه ابو داود)
“Maukah aku beritahukan simpanan paling baik yang disimpan
oleh seseorang? Yaitu istri yang shalih yang apabila suaminya melihatnya maka
ia akan menyenangkannya, dan apabila ia memerintahkannya, maka diapun
mentaatinya, dan kalau suaminya pergi maka dia akan menjaga amanahnya”.
(HR. Abu Dawud
no. 1417).3)
Saudaraku,
Jika memang demikian faktanya, maka in sya Allah hal itu
semua akan memudahkan terwujudnya sebuah keluarga Islami yang sakinah,
mawaddah wa rahmah.
وَمِنْ ءَايَـــٰــتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّـــتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَاٰيَــــٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS. Ar Ruum. 21).
√ Sakinah
Yaitu perasaan nyaman, aman, damai,
tentram atau tenang kepada yang dicintai.
...
لِـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا ... ﴿٢١﴾
“..., supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
√ Mawaddah
Mawaddah adalah perasaan kasih sayang,
cinta yang membara, perasaan cinta yang menggebu (namun halal) pada
pasangannya.
...
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah ...”. (QS.
Ar Ruum. 21).
√ Rahmah
Rahmah adalah kasih sayang dan
kelembutan (perasaan
saling simpati atau belas-kasihan)
...
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. ...”.
(QS. Ar Ruum. 21).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 2
tulisan }
NB.
1) Akhwat ini sebenarnya adalah bentuk
jamak dari ukhti, namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia, telah
terjadi pergeseran. Sama halnya dengan kata: ‘ulama' ( عُلَمَاءُ )
yang juga merupakan bentuk jamak dari ‘alim ( عَالِمٌ ), namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia juga telah
mengalami pergeseran. Sehingga kita sangat familiar mendengar kalimat berikut
ini: “Beliau adalah seorang ‘ulama'
yang kharismatik”. Dan malah terdengar aneh di telinga kita saat mendengar
kalimat berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘alim
yang
kharismatik”.
2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari (hadits no. 4789) dan Imam
Muslim (hadits no. 3408) selengkapnya adalah sebagai berikut:
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الْإِمَامُ رَاعٍ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ وَمَسْؤُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ
عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
Masing-masing kalian adalah
pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pimpinan negara adalah
pemimpin, dan akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang kepala rumah tangga
adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang
istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya, dan akan ditanya tentang rakyatnya.
Seorang pembantu adalah yang bertanggung jawab tentang harta tuannya dan akan
ditanya tentang yang dipimpinnya. Maka masing-masing kalian adalah pemimpin dan
akan ditanya tentang rakyatnya. (Muttafaqun ‘alaih).
3) Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Abu
Dawud
(hadits no. 1417)
selengkapnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَعْلَى الْمُحَارِبِيُّ
حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا غَيْلَانُ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ مُجَاهِدٍ
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ {وَالَّذِينَ
يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ} قَالَ كَبُرَ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ
فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَا أُفَرِّجُ عَنْكُمْ فَانْطَلَقَ فَقَالَ
يَا نَبِيَّ اللهِ إِنَّهُ كَبُرَ عَلَى أَصْحَابِكَ هَذِهِ الْآيَةُ فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ لَمْ يَفْرِضْ
الزَّكَاةَ إِلَّا لِيُطَيِّبَ مَا بَقِيَ مِنْ أَمْوَالِكُمْ وَإِنَّمَا فَرَضَ
الْمَوَارِيثَ لِتَكُونَ لِمَنْ بَعْدَكُمْ فَكَبَّرَ عُمَرُ ثُمَّ قَالَ لَهُ أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ
وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ. (رواه ابو داود)
Telah
menceritakan kepada Kami [Utsman bin Abu Syaibah], telah menceritakan kepada
Kami [Yahya bin Ya'la Al Muharibi], telah menceritakan kepada Kami [ayahku],
telah menceritakan kepada Kami [Ghailan] dari [Ja'far bin Iyas] dari [Mujahid] dari
[Ibnu Abbas], ia berkata; tatkala turun ayat: “Dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak… “. Maka hal tersebut terasa berat atas
orang-orang muslim. Kemudian Umar radliallahu 'anhu berkata; aku akan
melapangkan hal itu dari kalian. Kemudian ia pergi dan berkata; wahai
Rasulullah, sesungguhnya ayat ini telah terasa berat atas orang-orang muslim.
Kemudian Rasulullah shallla Allahu 'alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan
zakat kecuali untuk mensucikan apa yang tersisa dari harta kalian, dan
mewajibkan warisan untuk orang-orang yang kalian tinggalkan”. Maka Umar pun bertakbir, kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Umar: “Maukah aku beritahukan simpanan
paling baik yang disimpan oleh seseorang? Yaitu istri yang shalih yang apabila
suaminya melihatnya maka ia akan menyenangkannya, dan apabilla ia
memerintahkannya, maka diapun mentaatinya, dan kalau suaminya pergi maka dia
akan menjaga amanahnya”. (HR. Abu Dawud no. 1417).