Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat1) (teman alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah
perguruan tinggi negeri terkemuka di Surabaya) telah
menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai berikut: “Pak
Imron, dengan maraknya aliran yang tumbuh di Islam, bagaimana kita membuat
keputusan terbaik untuk memilih mazhab yang kita ikuti?”.
TANGGAPAN
Sebelum membahas pertanyaan panjenengan tersebut, marilah
kita perhatikan terlebih dahulu uraian berikut ini:
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Anbiyaa’
ayat 92 berikut ini:
إِنَّ هَـــٰـذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَاْ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ ﴿٩٢﴾
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua;
agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (QS. Al Anbiyaa’.
92).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Sesungguhnya ini) agama Islam atau agama
tauhid ini (adalah agama kalian) hai orang-orang yang diajak berbicara.
Maksudnya, kalian wajib memeluknya (agama yang satu) lafal ayat ini
berkedudukan menjadi Hal yang bersifat tetap (dan Aku adalah Rabb kalian, maka
sembahlah Aku) tauhidkan atau esakanlah Aku”. (QS. Al Anbiyaa’. 92).
Berdasarkan Al Qur’an surat Al Anbiyaa’ ayat 92 di atas,
diperoleh penjelasan bahwa Agama Islam itu adalah agama yang satu. Hal ini
menunjukkan bahwa menurut Al Qur’an surat Al Anbiyaa’ ayat 92 di atas, hanya ada satu versi Agama Islam. Al Qur’an
tidak pernah menjelaskan adanya Islam versi ini dan versi itu.
Saudaraku,
Perhatikan pula penjelasan Al Qur’an dalam surat Al
Mu’minuun ayat 52 berikut ini:
وَإِنَّ هَـــٰـذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَاْ رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ ﴿٥٢﴾
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua,
agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (QS. Al
Mu’minuun. 52).
Saudaraku,
Penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Mu’minuun ayat 52 di
atas, semakin menegaskan bahwa memang hanya ada satu versi Agama Islam. Karena Al Qur’an memang tidak pernah menjelaskan
adanya Islam versi ini dan versi itu.
Sedangkan dalam surat Ali ‘Imraan ayat 103 berikut ini,
diperoleh penjelasan bahwa Allah telah mempersatukan kita, sehingga dalam Islam
seharusnya tidak boleh ada perpecahan.
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواْ
وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَــــٰــتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿١٠٣﴾
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk. (QS. Ali ‘Imraan. 103).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
(Berpegang teguhlah kamu dengan tali Allah) maksudnya
agama-Nya (kesemuanya dan janganlah kamu berpecah-belah) setelah menganut Islam
(serta ingatlah nikmat Allah) yakni karunia-Nya (kepadamu) hai golongan Aus dan
Khazraj (ketika kamu) yakni sebelum Islam (bermusuh-musuhan, maka
dirukunkan-Nya) artinya dihimpun-Nya (di antara hatimu) melalui Islam (lalu
jadilah kamu berkat nikmat-Nya bersaudara) dalam agama dan pemerintahan
(padahal kamu telah berada dipinggir jurang neraka) sehingga tak ada lagi
pilihan lain bagi kamu kecuali terjerumus ke dalamnya dan mati dalam kekafiran
(lalu diselamatkan-Nya kamu daripadanya) melalui iman kalian. (Demikianlah)
sebagaimana telah disebutkan-Nya tadi (Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya supaya
kamu beroleh petunjuk). (QS. Ali ‘Imraan. 103).
Saudaraku,
Surat Ali ‘Imraan ayat 105 serta surat Asy Syuura ayat 13
berikut ini juga semakin menegaskan bahwa dalam Islam tidak boleh ada
perpecahan.
وَلَا تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ
مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَـــٰتُ وَأُوْلَـــٰـــئِكَ لَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٥﴾
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang
bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (QS. Ali
‘Imraan. 105).
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا
وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ
عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن
يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ ﴿١٣﴾
Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya). (QS. Asy Syuura. 13).
Saudaraku,
Jika seseorang atau sekelompok orang membuat organisasi
yang berbeda, seperti sekelompok orang bekerja dalam bidang pendidikan kemudian
membuat sebuah organisasi sebagai wadahnya, sekelompok orang bekerja/berjuang
dalam bidang agama kemudian membuat sebuah organisasi sebagai wadah untuk
berjuang di bidang agama, sekelompok orang bekerja/membantu orang-orang miskin kemudian
membuat sebuah organisasi sebagai wadah untuk bekerja/membantu orang-orang
miskin tersebut, maka dalam hal ini tidak apa-apa.
Di negara kita juga terdapat berbagai organisasi yang
didirikan oleh para ‘ulama’ maupun tokoh masyarakat lainnya yang didirikan
sebagai wadah perjuangan dalam bidang agama serta dalam bidang pendidikan
maupun bidang-bidang lainnya. Seperti: Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah,
Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis), dll.
Saudaraku,
Melakukan hal-hal itu semua secara jama’ah (dengan
membuat organisasi-organisasi), tentu tidak apa-apa. Tetapi sebagai sebuah
agama, kita tidak boleh bercerai-berai, tidak boleh ada
sekte/kelompok-kelompok. Al Qur’an telah menjelaskan bahwa kita tidak boleh
terpecah-belah. Karena hanya ada satu
Agama Islam.
... فَقُولُواْ
اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ﴿٦٤﴾
“... maka katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Muslim". (QS. Ali
‘Imraan. 64).
Ya, Al Qur’an menjelaskan bahwa
hanya ada satu Agama Islam. Al Qur’an tidak pernah menjelaskan adanya Islam
versi ini dan versi itu. Karena memang hanya ada satu Agama
Islam.
... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِينًا ... ﴿٣﴾
“… Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu ...”. (QS.
Al Maa-idah. 3).
Saudaraku,
Semua muslim harus berpegang pada Al Qur’an dan Hadits.
‘Ulama’ manapun jika mereka mengatakan sesuatu yang sesuai dengan Al Qur’an dan
Hadits, silahkan diikuti. Sedangkan jika tidak sesuai/bertentangan dengan Al
Qur’an dan Hadits, silahkan ditinggalkan.
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ
رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya). (QS. Al A’raaf: 3)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ أَطِيعُواْ اللهَ
وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَـــٰــزَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan
ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri2) di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(QS. An Nisaa’. 59).
هَـــٰـذَا بَلَـــٰغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ وَلِيَعْلَمُواْ
أَنَّمَا هُوَ إِلَــــٰـهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ الْأَلْبَابِ ﴿٥٢﴾
(Al Qur'an) ini adalah
penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa
dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim. 52).
♦ PENGERTIAN MADZHAB
Saudaraku,
Secara bahasa,
madzhab artinya tujuan keberangkatan. Kemudian kata ini mengalami perubahan,
sehingga digunakan untuk menyebut kesimpulan hukum yang menjadi tujuan akhir
pembahasan.
Madzhab Malik berarti ungkapan
untuk menyebut semua hukum hasil ijtihad yang menjadi pendapat Imam Malik. Madzhab Syafi’i berarti
ungkapan untuk menyebut semua hukum hasil ijtihad yang menjadi pendapat Imam Syafi’i.
Atau dengan kalimat yang lebih
ringkas, madzhab sama dengan pendapat. Bermadzhab, berarti mengikuti pendapat.
Bermadzhab Syafi’i, artinya mengikuti pendapat Imam Asy-Syafi’i,
dst.
♦ Tidak ada keharusan terikat dengan madzhab tertentu dari empat
madzhab
Saudaraku,
Terdapat Imam empat yang paling banyak diikuti pendapatnya yaitu, Imam Abu Hanifah,
Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal rahimahumullah.
Ke-empat imam besar tersebut, yaitu Imam Abu
Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik dan Imam Syafi’i, mereka semua
berkata: “Jika engkau menemukan fatwaku yang bertentangan dengan Allah dan
Rasul-Nya, maka buanglah fatwaku”.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ أَطِيعُواْ اللهَ
وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَـــٰــزَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan
ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri2) di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(QS. An Nisaa’. 59).
Saudaraku,
Tidak ditemukan satu dalil-pun
yang mewajibkan untuk berpegang kepada satu pendapat saja dari pendapat yang
telah diberikan ‘ulama’. Bahkan para shahabat Rasulullah dahulu-pun tidak
pernah diperintahkan untuk merujuk kepada pendapat salah satu dari sahabat bila
mereka mendapatkan masalah agama. Jadi tidak ada istilah berpindah mazhab, atau
berganti-ganti mazhab.
Dengan demikian, seseorang
mungkin saja mengikuti banyak madzhab dalam berbagai ibadahnya. Bahkan dalam
satu kali shalat, bisa saja orang shalat dengan cara takbir menurut madzhab
Hanafi, sedekap menurut madzhab Maliki, ruku’ dengan madzhab Syafi’i, dan
i’tidal dengan madzhab Hambali.
Saudaraku,
Tidak mungkin ada
satu madzhab yang pendapatnya benar secara mutlak. Kebenaran mutlak itu hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya,
karena ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu (baca
surat Ath Thalaaq
ayat 12) sedangkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, tidak lain adalah wahyu semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam berkata-kata tidaklah mengikuti hawa nafsunya, melainkan
dibimbing oleh wahyu yang diturunkan kepada beliau (baca surat Al Anbiyaa’ ayat
45).
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ
مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya
benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).
قُلْ
إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا
يُنذَرُونَ ﴿٤٥﴾
Katakanlah (hai Muhammad): “Sesungguhnya aku
hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan
wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila
mereka diberi peringatan”.
(QS. Al Anbiyaa’. 45).
Oleh karena itu yang mutlak ditaati
adalah Allah dan Rasul-Nya.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ
اللهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيمًا ﴿٦٤﴾
Dan
Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin
Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu,
lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS.
An Nisa’: 64)
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١﴾
Katakanlah:
“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Ali Imron: 31)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ
اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـــٰــلًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al Ahzaab. 36)
...
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ
عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ... (رواه ابن ماجه)
“...,
maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur
Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, ...”. (HR. Ibnu Majah, no. 42).3)
Saudaraku,
Benar bahwa kita wajib kembali ke Al Qur’an
dan As Sunnah, akan tetapi kita tidak mungkin bisa memahami Al Qur’an dan As Sunnah
tanpa peran sebuah madzhab fiqih.
Menafsirkan Al Qur’an dan Hadits secara autodidak sangat rentan pada kesesatan. Itulah sebabnya
mengapa para ‘ulama’ besar sekalipun sering merujuk pada pendapat-pendapat
‘ulama’ lain yang
lebih ‘alim
dari dirinya. Ini pulalah alasannya mengapa orang awam
dalam beragama harus bermazhab agar mendapatkan tuntunan yang
sahih dari mazhabnya.
Dengan kata lain, madzhab fiqih itu ada sebagai jalan untuk kita memahami Al Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia ibarat peta yang menuntun kita agar tidak tersesat dalam memahami
teks-teks syari’ah.
Sebagai tangga yang menyampaikan kita kepada pemahaman Al Qur’an dan As Sunnah
yang memang tinggi, yang tidak mungkin kita mencapainya dengan bersandar kepada diri sendiri.
♦ Mazhab dalam fiqih tidak sama dengan sekte dalam agama lain
Saudaraku,
Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa mazhab dalam fiqih tidaklah sama dengan sekte dalam
agama lain, mazhab dalam fiqih tidaklah seperti sekte dalam agama lain.
Sebab mazhab adalah
sebuah metodolgi dalam menarik kesimpulan hukum yang bersumber dari Al Qur’an dan
Al Hadits. Sedangkan sekte dalam agama lain merupakan perpecahan pada wilayah
yang paling mendasar dalam suatu agama.
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Akhwat ini sebenarnya adalah bentuk
jamak dari ukhti, namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia, telah
terjadi pergeseran. Sama halnya dengan kata: ‘ulama' ( عُلَمَاءُ ) yang juga merupakan bentuk
jamak dari ‘alim
( عَالِمٌ ), namun setelah diserap ke dalam Bahasa
Indonesia juga telah mengalami pergeseran. Sehingga kita sangat familiar
mendengar kalimat berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘ulama' yang kharismatik”.
Dan malah terdengar aneh di telinga kita saat mendengar kalimat berikut ini:
“Beliau adalah seorang ‘alim
yang
kharismatik”.
2) Menurut Dr. Zakir
Naik (seorang ahli perbandingan agama dari India), yang dimaksud dengan ulil
amri (pemegang-pemegang urusan) adalah orang-orang yang berpengetahuan agama,
para ‘ulama’. Sedangkan menurut Prof. HM. Roem Rowi
(ahli tafsir Al Qur’an/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel
Surabaya; S1 Universitas Islam Madinah, S2 – S3 Universitas Al-Azhar) maknanya
lebih luas. Bisa para ‘ulama’, orang tua kita, pimpinan di kantor tempat kita
bekerja, pimpinan negara, dst.
3) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Majah (hadits no. 42) selengkapnya adalah sebagai
berikut:
دَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ بَشِيرِ بْنِ ذَكْوَانَ الدِّمَشْقِيُّ
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ الْعَلَاءِ
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي الْمُطَاعِ قَالَ سَمِعْتُ الْعِرْبَاضَ بْنَ
سَارِيَةَ يَقُولُ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ
وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ وَعَظْتَنَا مَوْعِظَةَ
مُوَدِّعٍ فَاعْهَدْ إِلَيْنَا بِعَهْدٍ فَقَالَ عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ
وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي
اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
(رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Ahmad bin
Basyir bin Dzakwan Ad Dimasyqi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al
Walid bin Muslim] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Al
'Ala`] berkata, telah menceritakan kepadaku [Yahya bin Abi Al Mutha'] ia
berkata; aku mendengar ['Irbadl bin Sariyah] berkata; "Pada suatu hari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di tengah-tengah kami. Beliau memberi
nasihat yang sangat menyentuh, membuat hati menjadi gemetar, dan airmata
berlinangan. Lalu dikatakan; "Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan
nasihat kepada kami satu nasihat perpisahan, maka berilah kami satu
wasiyat." Beliau bersabda: " Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah,
mendengar dan taat meski kepada seorang budak Habasyi. Dan sepeninggalku nanti,
kalian akan melihat perselisihan yang sangat dahsyat, maka
hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin
yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan
jangan sampai kalian mengikuti perkara-perkara yang dibuat-buat, karena
sesungguhnya semua bid'ah itu adalah sesat." (HR. Ibnu Majah, no. 42).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar