بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 06 Oktober 2024

STATUS ANAK DI LUAR NIKAH DAN SOLUSINYA (III)

 
Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Terkait artikel yang berjudul: “Status anak di luar nikah dan solusinya (II)” seorang sahabat di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah memberikan tanggapan bahwa yang dimaksud ahli kitab dalam Al Qur’an diatas adalah mereka yang memang memiliki nenek moyang Yahudi sebelum diutusnya Nabi Isa dan yang memiliki nenek moyang Nasrani sebelum diutusnya Nabi Muhammad.
 
Imam Syafii dalam Al-Umm juz V menjelaskan:
 
 أخبرنا عبد المجيد عن ابن جريج قال: عطاء ليس نصارى العرب بأهل كتاب انما أهل الكتاب بنوا اسرائيل والذين جأتهم التوراة والانجيل فامامن دخل فيهم من الناس فليسوا منهم
“Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolong ahlil kitab. Karena yang termasuk ahlil kitab adalah Bani Israil dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil, adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai Ahlil kitab”.
 
Dengan demikian, orang-orang Indonesia yang beragama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, dan kepercayaan lainnya tidak bisa digolongkan ke dalam ahlul kitab sebagaimana dimaksudkan dengan Al Qur’an. Apalagi mereka masuk ke agama tersebut setelah terjadi banyak perubahan sebagaimana teks-teks Taurat Injil sekarang. Jadi tidak bisa digolongkan kepada ahli kitab yang ada pada ayat tersebut.
 
Jadi pernikahan antara muslim dan non-muslim sekarang hukumnya tidak sah.
 
Para ulama telah ijma' (sepakat) bahwa suami isteri kafir lalu masuk Islam secara bersama dalam satu waktu maka pernikahannya sah selama tidak ada hubungan nasab (keturunan) atau sepersusuan.
 
Lalu apabila ada suami istri yang kemudian salah satu masuk Islam sementara yang lain masih beragama sebelumnya dan telah terjadi hubungan badan, maka (ketika salah satu masuk Islam) sang suami tidak lagi boleh melakukan hubungan badan dengan istrinya serta nikahnya menjadi terputus dan menggantung selama masa iddah.
 
Masa iddahnya sama dengan iddah wanita yang ditalak. Jika si istri atau si suami menyusul masuk islam sebelum masa iddah selesai maka status pernikahannnya tidak batal (tidak perlu nikah ulang). Namun jika dia baru menyusul masuk Islam setelah masa iddah selesai, maka ikatan pernikahan telah putus dan harus mengulang nikah yang baru.
 
REFERENSI:
- Al Mausu'ah al Fiqhiyyah juz 41 hal. 319:
 
 فذهب جمهور الفقهاء - الحنفية والشافعية على الصحيح والحنابلة وقول عند المالكية - إلى أن نكاح الكفار غير المرتدين بعضهم لبعض صحيح
 
- Mughniy al Muhtaj juz 4 hal. 326:
 
 ونكاح الكفار صحيح على الصحيح) لقوله تعالى: {وقالت امرأت فرعون} [القصص: 9] [القصص] {وامرأته حمالة الحطب} [المسد: 4] [المسد] ، ولحديث غيلان وغيره ممن أسلم وتحته أكثر من أربع نسوة فأمره - صلى الله عليه وسلم - بالإمساك، ولم يسأل عن شرائط النكاح، فلا يجب البحث عن شرائط أنكحتهم فإنه - صلى الله عليه وسلم - أقرهم عليها، وهو - صلى الله عليه وسلم - لا يقر أحدا على باطل، ولأنهم لو ترافعوا إلينا لم نبطله قطعا،
 
ولو أسلموا أقررناه (وقيل فاسد) لعدم مراعاتهم الشروط، لكن لا يفرق بينهم لو ترافعوا إلينا رعاية للعهد والذمة، ونقرهم بعد الإسلام رخصة وخشية من التنفير (وقيل) موقوف (إن أسلم وقرر تبينا صحته، وإلا فلا) أي وإن لم يقرر تبينا فساده،
 
واعترض على المصنف في تعبيره على القول الأول بالصحة، وعبارة الروضة وأصلها محكوم بصحته. قال السبكي: ونعما هي، والمختار عندي فيها أنها إن وقعت على حكم وفق الشرع فصحيحة وإلا فمحكوم لها بالصحة إن اتصلت بالإسلام رخصة، وعفوا من الله تعالى، وما كان مستجمعا لشروط الإسلام فهو صحيح ولا أرى أن فيه خلافا
 
- Al Umm juz 5 hal. 48:
 
 إذا كان الزوجان مشركين وثنيين أو مجوسيين عربيين أو أعجميين من غير بني إسرائيل ودانا دين اليهود والنصارى أو أي دين دانا من الشرك إذا لم يكونا من بني إسرائيل أو يدينان دين اليهود والنصارى فأسلم أحد الزوجين قبل الآخر وقد دخل الزوج بالمرأة فلا يحل للزوج الوطء والنكاح موقوف على العدة فإن أسلم المتخلف عن الإسلام منهما قبل انقضاء العدة فالنكاح ثابت وإن لم يسلم حتى تنقضي العدة فالعصمة منقطعة بينهما وانقطاعها فسخ بلا طلاق وتنكح المرأة من ساعتها من شاءت ويتزوج أختها وأربعا سواها وعدتها عدة المطلقة
 
Kemudian status hukum anak yang lahir dari pernikahan yang tidak sah, intisabnya kepada si ibu, bukan pada si ayah.
 
TANGGAPAN
 
Terimakasih saudaraku atas masukannya. Memang terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait boleh tidaknya seorang pria muslim menikahi wanita dari kalangan ahli kitab.
 
Benar seperti apa yang panjenengan sampaikan bahwa meskipun Imam Syafi’i – rahimahullah – termasuk yang membolehkan seorang laki-laki muslim menikahi perempuan Ahli Kitab, beliau membuat syarat, yaitu perempuan Ahli Kitab tersebut haruslah perempuan Bani Israil. Jika dia bukan perempuan Bani Israil, maka dia tidak termasuk Ahli Kitab sehingga haram hukumnya bagi laki-laki muslim untuk menikahinya
 
Namun ulama lain selain Imam as-Syafi'i berpandangan bahwa siapapun mereka, dari Bani Israil atau tidak, asalkan beragama Yahudi dan Nashrani, maka termasuk ahli kitab yang wanitanya halal dinikahi.
 
Alasannya antara lain karena ayat-ayat Al-Qur`an yang turun untuk pertama kalinya dan berbicara kepada orang Yahudi dan Nashrani pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah menggunakan panggilan atau sebutan “Ahli Kitab” untuk mereka. Padahal mereka pada saat itu sudah menyimpang dari agama asli mereka, bukan orang-orang yang masih menjalankan kitabnya yang murni/asli. Misalnya firman Allah SWT berikut ini:
 
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَــــٰبِ لَسْتُمْ عَلَىٰ شَيْءٍ حَتَّىٰ تُقِيمُواْ التَّوْرَىٰةَ وَالْإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ ... ﴿٦٨﴾
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”. ... 68).
 
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa orang Yahudi dan Nashrani pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah menjalankan ajaran-ajaran Taurat dan Injil yang diturunkan Allah kepada mereka. Meski demikian, mereka tetap disebut “Ahli Kitab” di dalam Al-Qur`an. Dan ayat-ayat semacam ini dalam Al-Qur`an banyak.
 
Demikian penjelasan yang disampaikan oleh Prof. Dr. HM. Roem Rowi (ahli tafsir Al Qur’an/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya; S1 Universitas Islam Madinah, S2 – S3 Universitas Al-Azhar) yang saya dengarkan sendiri secara langsung dalam salah satu kajian beliau (sebelum pandemi covid, beliau secara rutin menyampaikan kajian di Masjid Al Falah Jl. Raya Darmo 137A Surabaya, sebuah masjid besar di dekat Kebun Binatang Surabaya).
 
Saudaraku,
Untuk masalah-masalah fiqih seperti ini, memang tidak jarang dijumpai terjadinya perbedaan pendapat dikalangan 'ulama'. Selama perbedaan pendapat tersebut bukan menyangkut pokok-pokok ajaran Islam, maka langkah terbaik adalah saling menghormati perbedaan itu.
 
Menghadapi hal ini, maka sikap kita adalah: mengambil satu pendapat yang kita condong kepadanya, kemudian tidak serta merta menyalahkan pendapat yang lain.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 
{Tulisan ke-3 dari 3 tulisan}

 

Kamis, 03 Oktober 2024

STATUS ANAK DI LUAR NIKAH DAN SOLUSINYA (II)

 
Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang muallafah telah menyampaikan pertanyaan berikut ini: “Pak Imron, membaca artikel panjenengan soal anak di luar nikah dan solusinya, saya jadi tersadar dengan keadaan saya. Pada saat pertama kami menikah kan beda keyakinan, terus bagaimana hukumnya? Nuwun sanget pencerahannya”.
 
Islam hanya mengakui hubungan darah (nasab) seseorang melalui jalinan perkawinan yang sah
 
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Maa`idah pada bagian tengah ayat 5 berikut ini1):
 
... وَالْمُحْصَنَاتُ مِنْ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنْ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ ... ﴿٥﴾
“... (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, ...”. (QS. Al Maa-idah. 5).
 
Saudaraku,
Dari surat Al Maa`idah ayat 5 di atas diperoleh penjelasan bahwa seorang pria muslim itu diperbolehkan menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama suami dan anak-anaknya.
 
Diperbolehkan, berarti pernikahannya sah menurut syariat Islam. Dan karena pernikahannya sah, jika kemudian diperoleh keturunan dari pernikahan tersebut, maka anak yang dilahirkan tentu saja sah dan dinasabkan kepada ayah. Oleh karena itu, panjenengan tidak perlu khawatir tentang status anak-anak panjenengan.
 
   Suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggung-jawaban atas keluarganya
 
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa seorang suami itu adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung-jawaban atas keluarganya. Demikian penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 4789) berikut ini:
 
حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. (رواه البخارى)
47.115/4789. Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi' dari Abdullah ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan seorang budak juga pemimpin atas atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalain adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya”. (HR. Bukhari).
 
Dan karena suami adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung-jawaban atas keluarganya, maka suami wajib untuk menuntun dan membimbing isteri dan anak-anaknya dalam menggapai ridho-Nya. Sedangkan jika Allah ridha maka Allah akan memberikan rahmat-Nya, yang dengan/atas rahmat-Nya itu kita bisa menggapai surga-Nya yang dipenuhi dengan kenikmatan abadi serta terhindar dari azab api neraka.
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَـــٰــئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahriim. 6).
 
Sehingga apabila seorang pria muslim menikahi wanita dari kalangan ahli kitab kemudian setelah wanita tersebut menjadi isterinya lantas membiarkan isterinya (serta anak-anaknya) dalam kesesatan, jelas hal ini sangat bertentangan dengan firman Allah dalam Al Qur’an surat At Tahriim ayat 6 di atas. Dan tentu saja, dialah nantinya yang pertama kali akan dimintai pertanggung-jawabannya oleh Allah terkait hal ini (baca kembali penjelasan HR. Bukhori no. 4789 di atas).
 
   Sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim tetaplah seorang wanita muslimah
 
Saudaraku,
Yang harus digarisbawahi terkait surat Al Maa`idah ayat 5 di atas adalah bahwa sekalipun seorang pria muslim diperbolehkan untuk menikahi wanita dari kalangan ahli kitab, hal ini bukan berarti sunnah apalagi wajib, namun cuma diperbolehkan saja. Karena sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim tetaplah seorang wanita muslimah.
 
Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada hadits no. 4700 berikut ini:
 
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. (رواه البخارى)
47.26/4700. Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ubaidullah ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id dari bapaknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung”. (HR. Bukhari).
 
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (hadits no. 6279) diperoleh penjelasan bahwa sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita (isteri) shalihah.
 
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ وَابْنُ لَهِيعَةَ قَالَا حَدَّثَنَا شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِي عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Abdirrahman] telah menceritakan kepada kami [Haiwah] dan [Ibnu Lahi'ah] keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami [Syurahbil bin Syarik] bahwa dia mendengar [Abu Abdiarrahman] menceritakan (hadis) dari [Abdullah bin Amr bin Ash] dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu, semua isinya adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah”. (HR. Ahmad, no. 6279).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 
NB.
1) Surat Al Maa`idah ayat 5 selengkapnya adalah sebagai berikut:
 
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَـــٰتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَـــٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَـــٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنَـــٰتِ وَالْمُحْصَنَـــٰتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَـــٰبَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَـــٰـفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالْإِيمَـــــٰنِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخَــــٰسِرِينَ ﴿٥﴾
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (QS. Al Maa-idah. 5).
 
{ Bersambung; tulisan ke-2 dari 3 tulisan }
 

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞