Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang bapak/senior saya sesama alumni ITS (beliau
alumnus FTK ITS '78) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut:
Maaf mengganggu lagi, Mas Imron. Mohon pencerahan dan pertimbangan. Ini
kisah sudah 24 tahun yang
lalu kejadianya, yang
jelas telah lahir dan besar seorang anak laki-laki yang
sudah dewasa.
Ada seorang kawan
asal Kepanjen Malang, dari Desa Jayiguwi bernama SHK. Dalam perjalanan perantaunya di kota Balikpapan
Kalimantan Timur, karena ganteng bawaan dari atas, namanya anak
muda beliau tentu berhasil menjinakkan hati wanita.
Dalam perjalanan
petualang cinta,
beliau kesandung batu dan harus berhenti berpetualang. Pada saat bersamaan ada
dua wanita yang digaulinya, hamil secara bersamaan. Yang satu seorang perawat di RS di Balikpapan asal Toraja dan Kristiani
agamanya, yang satunya lagi wanita biasa lulusan SMA swasta dari Balikpapan.
Akibat dari perilakunya ini dua-duanya dinikahi. Namun karena satunya PNS dan
satunya non pegawai, maka dibuatlah akal bulus.
Yang PNS
tentu pakai data dan identitas asli, mengingat beliaunya juga PNS dan guru olah
raga di satu sekolah negeri di Balikpapan dan akhirnya dengan perawat ini
menikah secara Islam dan dari pernikahan ini lahir seorang perempuan yang sudah
lulus dari Unibraw Jurusan IT yang dalam perjalanan waktunya dia memeluk
Kristiani seperti ibunya yang kembali pada agama lamanya.
Sedang
satunya dinikahi secara Islam hanya dengan data yang dipalsukan dan dinikahkan
di KUA Balikpapan dengan daerah kecamatan yang berbeda. Setelah berjalan 5 tahun
melalui pertemuan dan perbedaan yang sama-sama nggak jelas, akhirnya yang
dinikahi secara data resmi dipilih untuk dilanjutkan dan yang memakai data
palsu (asli yang pura-pura) di talaq melalui sidang di PA resmi.
Dan anak
laki-laki dari ibu
ini tentu sama umurnya dengan yang cewek anak pertama dari ibu yang perawat.
Dan selanjutnya lahirlah dua cewek lagi sebagai adiknya. Pertanyaanya: “Bagaimana kajian hukum hak dari anak laki-laki ini dari sudut hukum negara dan hukum agama?”.
Apakah anak ini sah
secara hukum sebagai anak dari pak SHK, sedang dalam akta hukum tertulis anak
pak H saja diambil dari nama tengah dari data yang dipalsukan?
Solusi bagaimana secara agama
agar anak laki yang
sudah berumur ini, karena secara intelektual anak ini berbanding terbalik segi intelegensianya?.
Dari keluarga ibuknya yang
baru sudah mencoba menemui di Malang akan tetapi bapaknya mengatakan kepada ibunya bahwa IHW bukan anaknya, karena secara
hukum dia menikah dengan identitas yang
palsu. Mungkin ini yang menjadi dasarnya, walau anak itu yang memberi nama dan nungguin lahirnya adalah beliau sendiri
Karena penolakan ibu
bapaknya di Malang di depan
anaknya, maka anak laki-laki biologis satu-satunya
ini kehilangan asa hidup. Bagaimana jalan solusi sebaiknya Mas Imron terhadap cerita hidup seperti ini?
TANGGAPAN
♦ Anak yang terlahir dari
perbuatan zina dinasabkan kepada ibu
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa dalam Agama Islam, anak di
luar nikah itu (anak hasil perbuatan zina) tidak dinasabkan ke bapak
biologisnya, namun dinasabkan kepada ibunya (karena terputus nasabnya dari sisi
bapak biologisnya).
Perhatikan penjelasan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, pada bagian akhir hadits
no. 6745 berikut ini:
حَدَّثَنَا
هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ رَاشِدٍ عَنْ
سُلَيْمَانَ يَعْنِي ابْنَ مُوسَى عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنَّ كُلَّ
مُسْتَلْحَقٍ يُسْتَلْحَقُ بَعْدَ أَبِيهِ الَّذِي يُدْعَى لَهُ ادَّعَاهُ
وَرَثَتُهُ مِنْ بَعْدِهِ فَقَضَى إِنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ يَمْلِكُهَا يَوْمَ
أَصَابَهَا فَقَدْ لَحِقَ بِمَنْ اسْتَلْحَقَهُ وَلَيْسَ لَهُ فِيمَا قُسِمَ
قَبْلَهُ مِنْ الْمِيرَاثِ شَيْءٌ وَمَا أَدْرَكَ مِنْ مِيرَاثٍ لَمْ يُقْسَمْ
فَلَهُ نَصِيبُهُ وَلَا يُلْحَقُ إِذَا كَانَ أَبُوهُ الَّذِي يُدْعَى لَهُ
أَنْكَرَهُ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَا يَمْلِكُهَا أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ
بِهَا فَإِنَّهُ لَا يُلْحَقُ وَلَا يَرِثُ وَإِنْ كَانَ أَبُوهُ الَّذِي يُدْعَى
لَهُ هُوَ الَّذِي ادَّعَاهُ وَهُوَ وَلَدُ زِنًا لِأَهْلِ أُمِّهِ مَنْ كَانُوا
حُرَّةً أَوْ أَمَةً. (رواه أحمد)
Telah bercerita kepada kami [Hasyim Ibnul Qosim] berkata,
telah bercerita kepada kami [Muhammad] -yaitu Ibnu Rasyid- dari [Sulaiman] – yaitu Ibnu Musa – dari
[`Amru bin Syu`aib] dari [Bapaknya], dari [Kakeknya], ia berkata: “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memutuskan, bahwa seseorang setelah kematian
bapaknya (tuan yang menggauli ibunya sehingga ia lahir), yang oleh para ahli
warisnya (anak-anak sang tuan) ia diikutkan sebagai atau termasuk ahli waris,
(beliau memutuskan); jika ia lahir dari seorang budak yang masih dimilikinya
ketika ia (tuan) gauli, maka anak tersebut bisa diikutkan oleh ahli warisnya
termasuk ahli waris, namun ia tidak mendapatkan harta waris yang telah
dibagikan sebelumnya, adapun harta waris yang belum dibagikan ia akan mendapatkannya.
Dan anak tersebut tidak bisa diikutkan untuk menjadi ahli waris jika bapak
(tuan) yang ia diikutsertakan sebagai ahli warisnya mengingkari dia; Jika anak tersebut lahir dari seorang budak yang tidak
dimilikinya atau dari seorang wanita merdeka yang telah ia zinai, maka anak
tersebut tidak bisa diikutkan sebagai ahli waris dan tidak akan bisa mewarisi.
Dan meskipun bapaknya (tuan dari ibunya) tersebut tetap mengakuinya sebagai
anak, ia tetap sebagai anak ibunya sendiri, baik ia lahir dari seorang wanita
merdeka atau seorang budak”. (HR. Ahmad, no. 6745).
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa
anak di luar nikah itu (anak hasil perbuatan zina) sama sekali
bukan anak bapak biologisnya sehingga tidak boleh di-bin-kan ke bapak
biologisnya.
Dan jika nekad di-bin-kan ke bapak
biologisnya (mengaku anak ke bapak biologisnya/menasabkan diri kepada bapak
biologisnya), maka hukumnya haram bahkan termasuk dosa besar. Demikian
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 6269) berikut
ini:
مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ
وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ. (رواه
البخارى)
“Barangsiapa yang mengaku
anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka surga haram
untuknya”. (HR. Bukhari, no. 6269)
Hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari (hadits no. 6269) selengkapnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
خَالِدٌ هُوَ ابْنُ عَبْدِ اللهِ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ
سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ
وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
فَذَكَرْتُهُ لِأَبِي بَكْرَةَ فَقَالَ وَأَنَا سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي
مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه البخارى)
65.42/6269. Telah menceritakan
kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Khalid yaitu Ibnu Abdullah,
telah menceritakan kepada kami Khalid dari Abu Utsman dari Sa'd radliallahu
'anhu mengatakan, aku menengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: “Barangsiapa menasabkan diri kepada selain ayahnya padahal
ia tahu bukan ayahnya maka surga haram baginya”. Maka aku sampaikan
hadits ini kepada Abu Bakrah dan ia berkata: “Aku mendengarnya dengan kedua telingaku
ini dan hatiku juga mencermati betul dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam”.
(HR. Al
Bukhari).
Saudaraku,
Karena menurut syari’at Islam anak
di
luar nikah itu tidak mempunyai bapak yang legal, maka
dia di-bin-kan
ke ibunya. Sebagaimana Nabi Isa ‘alaihis salam yang diciptakan Allah tanpa ayah,
maka beliau di-bin-kan
kepada ibunya (Allah menyebut beliau dengan Isa bin Maryam).
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَــــٰـبَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُم
مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَىٰةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ
أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُم بِالْبَيِّنَـــٰتِ قَالُوا هَــٰذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ ﴿٦﴾
Dan (ingatlah) ketika Isa bin Maryam (Isa Putra Maryam)
berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu,
membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar
gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang
namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. (QS.
Ash Shaff. 6).
♦ Tidak ada hubungan
saling mewarisi
Saudaraku,
Ketahuilah pula bahwa dalam Agama Islam, anak di
luar nikah itu tidak dapat mewarisi bapak
biologisnya dan harta miliknya juga tidak dapat diwarisi oleh bapak biologisnya.
Tidak ada hubungan
saling mewarisi antara bapak biologis dengan anak hasil perbuatan zina, hal ini
karena bapak biologis bukanlah bapaknya (sebagaimana ditegaskan sebelumnya).
Memaksakan diri untuk meminta warisan, statusnya sama saja dengan merampas
harta yang bukan haknya.
Perhatikan penjelasan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (hadits no. 2039) serta
Ibnu Majah (hadits no. 2735) berikut ini:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا
رَجُلٍ عَاهَرَ بِحُرَّةٍ أَوْ أَمَةٍ فَالْوَلَدُ وَلَدُ زِنَا لَا يَرِثُ وَلَا
يُورَثُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ رَوَى غَيْرُ ابْنِ لَهِيعَةَ هَذَا الْحَدِيثَ
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ
أَنَّ وَلَدَ الزِّنَا لَا يَرِثُ مِنْ أَبِيهِ
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah]; telah
menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari ['Amr bin Syu'aib] dari [bapaknya]
dari [kakeknya] bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Siapa
saja lelaki yang berzina dengan wanita merdeka maupun budak wanita, maka
anaknya ialah anak hasil zina. Dia tidak mewarisi juga tidak diwarisi”. Berkata
Abu Isa: Selain Ibnu Lahi'ah hadsits ini telah diriwayatkan pula dari Amr bin
Syu'aib. Hadits ini diamalkan oleh para ulama bahwa anak hasil zina tidak boleh
mewarisi dari bapaknya. (HR. Tirmidzi no. 2039).
حَدَّثَنَا
أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْيَمَانِ عَنْ الْمُثَنَّى بْنِ
الصَّبَّاحِ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَاهَرَ أَمَةً أَوْ حُرَّةً
فَوَلَدُهُ وَلَدُ زِنًا لَا يَرِثُ وَلَا يُورَثُ. (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib]; telah
menceritakan kepada kami [Yahya bin Al Yaman] dari [Al Mutsanna bin Ash
Shabbah] dari ['Amru bin Syu'aib] dari [Ayahnya] dari [Kakeknya] berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa menzinahi
seorang budak perempuan atau perempuan merdeka, maka anaknya adalah anak zina,
tidak mewarisi dan juga tidak diwarisi”. (HR. Ibnu Majah, no. 2735).
♦ Tidak ada istilah anak haram
Saudaraku,
Meskipun pernikahan yang
didahului dengan perbuatan zina dan hamil sebelum dilangsungkan aqad nikah,
anak yang terlahir dinasabkan pada ibunya dan ayah biologis bukanlah ayahnya,
namun perlu diingat bahwa tidak ada istilah anak haram. Karena Islam tidak mengakui adanya dosa warisan.
Saudaraku,
Setiap
anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Kalaupun ia ditakdirkan lahir dari
hasil perbuatan zina kedua orang tuanya, maka dosa zina bukan pada si anak namun tetap pada kedua orang tuanya.
Perhatikan pernjelasan Al Qur’an
dalam surat Az Zumar pada bagian tengah ayat 7 berikut ini:
... وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ... ﴿٧﴾
“... dan seorang yang berdosa
tidak akan memikul dosa orang lain. ...”. (QS. Az Zumar. 7).
Surat Az Zumar ayat 7
selengkapnya adalah sebagai berikut:
إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللهَ
غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ
لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ
فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧﴾
Jika kamu kafir, maka sesungguhnya
Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi
hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu
itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.
(QS. Az Zumar. 7).
♦ Solusi bagi anak
laki-laki biologis agar tidak kehilangan asa
hidup
Pada bagian akhir pesan di atas,
panjenengan mengatakan: “Karena penolakan ibu bapaknya
di Malang di depan
anaknya, maka anak laki-laki biologis satu-satunya
ini kehilangan asa hidup. Bagaimana jalan solusi sebaiknya Mas Imron terhadap cerita hidup seperti ini?”.
Saudaraku,
Terkait hal ini, sampaikan kepadanya penjelasan Al Qur’an
dalam surat Al An’aam ayat 162 – 163 berikut ini:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّٰهِ رَبِّ الْعَـــٰـــلَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾
(162) Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”, (163) “tiada
sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al An’aam. 162 –
163).
Ya, apapun yang kita lakukan (shalat kita, ibadah kita,
hidup kita dan mati kita), semuanya hanyalah untuk Allah semata. Dan sebagai
konsekuensi logis dari hal ini, maka terhadap apapun yang datang dari-Nya,
sikap kita adalah: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا (kami mendengar dan kami
patuh). Artinya apapun yang datang dari-Nya (serta dari rasul-Nya), kita terima
dan kita laksanakan apa adanya (seutuhnya) tanpa adanya tawar menawar
sedikitpun.
Allah SWT. telah berfirman dalam Al Qur’an surat An Nuur
ayat 51:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى
اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُوْلَـــٰـــئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka
ialah ucapan: "Kami mendengar dan kami patuh".
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An Nuur. 51)
Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzaab ayat 36, Allah
SWT. juga telah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ
اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـــٰــلًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzaab. 36)
Sehingga ketika ada ketetapan dari Allah dan Rasul-nya
bahwa pernikahan yang didahului dengan perbuatan zina
dan hamil sebelum dilangsungkan aqad nikah, anak yang terlahir dinasabkan pada
ibunya dan ayah biologis memang bukanlah ayahnya, maka tidak ada
pilihan lain bagi kita kecuali menerima ketetapan tersebut apa adanya dengan
penuh keikhlasan/tanpa adanya tawar-menawar sedikitpun.
Saudaraku,
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah telah
menjadikan kita berada di atas suatu syariat/peraturan dari urusan/agama yang
lurus. Maka ikutilah syariat itu semuanya (tanpa terkecuali) dan janganlah kita
mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
ثُمَّ جَعَلْـنَـــٰـكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ
فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨﴾
Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui. (QS. Al Jaatsiyah. 18).
Saudaraku,
Ambillah
seluruh hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah tanpa terkecuali, baik
yang kita senangi maupun yang tidak kita senangi. Ikutilah syariat itu semuanya
(tanpa terkecuali) dan janganlah kita mengikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui.
Kita tidak boleh
mengambil sebagian saja hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu
hukum-hukum yang kita senangi saja. Sementara hukum-hukum yang lain yang tidak
kita senangi kita buang begitu saja. Karena Allah telah berfirman dalam Al
Qur'an surat Al Baqarah ayat 208:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ
ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu. (QS. Al Baqarah. 208).
Dari Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 208
tersebut, diperoleh penjelasan bahwa kita diperintahkan untuk masuk ke dalam
Islam secara keseluruhannya. Artinya kita tidak boleh mengambil sebagian saja
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu hukum-hukum yang kita
senangi saja. Sementara hukum-hukum yang lain yang tidak kita senangi kita
buang begitu saja.
Karena jika
hal ini yang kita lakukan (yaitu mengambil sebagian hukum-hukum Allah dan
membuang sebagian yang lainnya), maka tanpa kita sadari, kita telah
memperturutkan langkah-langkah syaitan. Padahal
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kita. Na’udzubillahi
mindzalika!
... أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَـــٰبِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ
فَمَا جَزَاءُ مَن يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمْ إِلَّا خِزْيٌ
فِي الْـحَيَوٰةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَـــٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا
اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ ﴿٨٥﴾
“... Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al
Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah
tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (QS. Al Baqarah. 85).
Saudaraku,
Jika kita hanya mengambil Islam sebagian saja, atau
bahkan ingin sepenuhnya mengambil hukum-hukum lain (selain yang ditetapkan oleh
Allah), lalu apakah hukum Jahiliyah yang kita kehendaki? Dan
hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang
yakin?
أَفَحُكْمَ الْجَـــٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ
أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ ﴿٥٠﴾
Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?. (QS. Al Maa-idah. 50).
♦ Allah akan
memberi jalan keluar bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa dari arah yang tiada
disangka-sangkanya
Berat
memang menerima kenyataan seperti ini. Namun selama yang bersangkutan (anak laki-laki biologis satu-satunya tersebut) tetap bertaqwa kepada Allah,
maka dia tidak
perlu merasa bimbang akan kelanjutan masa-masa setelahnya. Karena sesungguhnya
Allah akan memberi jalan keluar bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa dari arah
yang tiada disangka-sangka.
... وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً ﴿٢﴾
”...
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan ke luar”. (QS. Ath Thalaaq. 2).
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ
اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً ﴿٣﴾
”Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 3).
Maka sampaikan kepadanya agar jangan pernah
berputus asa!
Janganlah yang
bersangkutan (anak laki-laki biologis satu-satunya tersebut) terpedaya oleh tipu daya syaitan yang terkutuk. Syaitan
menakut-nakuti kita dengan kemiskinan dan menyuruh kita berbuat kejahatan,
sedang Allah menjanjikan untuk kita ampunan dan karunia. Dan Allah adalah Tuhan
Yang Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.
الشَّيْطَـــٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاءِ وَاللهُ يَعِدُكُم
مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٦٨﴾
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah
menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah. 268).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 3
tulisan }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar