Saudaraku…,
Selain dalam Al Qur’an surat Al A’raaf ayat 11 s/d 18 serta surat Al Hijr ayat 28 s/d 40, masih terdapat beberapa ayat lainnya yang juga menjelaskan tentang kesombongan iblis serta akibat buruk yang harus diterimanya.
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah* kamu kepada Adam," maka sujudlah* mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al Baqarah. 34).
Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: "Sujudlah* kamu kepada Adam", maka mereka sujud* kecuali iblis. Ia membangkang. (QS. Thaahaa. 116).
kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. (QS. Shaad. 74).
Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS. Shaad. 76).
Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah* kamu semua kepada Adam", lalu mereka sujud* kecuali iblis. Dia berkata: "Apakah aku akan sujud** kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?" (QS. Al Israa’. 61).
Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil". (QS. Al Israa’. 62).
Tuhan berfirman: "Pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. (QS. Al Israa’. 63).
Saudaraku…,
Dari keterangan ayat-ayat tersebut di atas, nampaklah bahwa akibat dari kesombongannya, maka iblis yang semula bersama-sama malaikat telah tinggal di surga, telah diusir oleh Allah dari surga sebagai orang yang kafir. Maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasannya (beserta semua yang mengikutinya). Dan dia akan kekal di dalamnya. Na’udzubillahi mindzalika!
Saudaraku…,
Karena Allah telah memutuskan bahwa iblis sesat, maka pasti iblis akan menjadikan kita memandang baik perbuatan ma`siat di muka bumi ini, dan pasti iblis akan menyesatkan kita beserta keturunan kita, semuanya...!!!. Kecuali sebahagian kecil saja diantara kita yang bisa selamat darinya, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah SWT.
Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, (QS. Shaad. 82).
Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil". (QS. Al Israa’. 62).
Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. (QS. Saba’. 20).
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga". (QS. Al Israa’. 65).
Saudaraku…,
Jika memang demikian keadaan iblis, maka patutkah kita mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada Allah? Sedangkan mereka (iblis dan turunan-turunannya) adalah benar-benar musuh kita yang nyata?
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah* kamu kepada Adam", maka sujudlah* mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Al Kahfi. 50).
Saudaraku…,
Oleh karena itu, waspadalah selalu! Ingat...!!! Bahwa sesungguhnya iblis telah hidup sebelum Allah menciptakan kita dan akan terus hidup hingga hari kiamat tiba. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan". (QS. Shaad. 79).
Dengan demikian, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya pengalaman yang dimiliki iblis dalam menyesatkan umat manusia...! Wallahu a'lam bish-shawab.
Semoga bermanfaat!
NB.
*) Yang dimaksud sujud* di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukan berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu semata-mata hanyalah kepada Allah.
Aduh-aduh saudara,
BalasHapusKok jadi begini?
Kemarin sepertinya tidak begini tulisan ini.
Apa memang perlu ditekankan untuk berwaspada karena takut kepada tipuan iblis?
Lalu di mana ayat-ayat tentang jaminan Allah terhadap hamba-hambaNya yang ikhlash?
Saya sangat berharap tulisan ini lebih menekankan pada kewaspadaan kita agar tidak menjadi hamba yang tidak ikhlash.
Allahu Akbar aladzi anzalna rohmatuhu lil 'alamiin wa arsalahu bil huda wa diinil-haq. Najaina bi i'tashomu bihi.
Fa sholu 'alaihi wasalimu tasliiman.
Assalamu’alaikum wr. wb.
BalasHapusSaudaraku...,
Aku ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas perhatian, kritikan serta nasehatnya. Saya benar-benar menerima dengan hati terbuka.
Saudaraku...,
Sesungguhnya, apapun bentuk kritikan itu serta disampaikan dengan cara apapun, bagiku semuanya itu aku pandang sebagai bentuk perhatian serta nasehat untukku. Semoga Allah membalas kebaikan saudaraku. Amin...!
Saudaraku...,
Tulisan di atas sama sekali tidak dimaksudkan agar kita takut kepada iblis. Namun, kita harus senantiasa waspada, jangan sampai kita tergelincir oleh bujuk rayu iblis.
Mungkin tulisan berikut ini patut untuk kita renungkan (sekalipun tidak terlalu berhubungan dengan tulisan di atas). Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan!
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
AHLI IBADAH VS AHLI MAKSIAT
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku…,
Seorang ahli ibadah* mengatakan: “Sesungguhnya aku benar-benar takut, karena aku tidak tahu apakah aku bisa selamat dari api neraka. Oleh karena itu, aku senantiasa berupaya untuk selalu bertakwa** kepada-Nya, selalu berupaya untuk menjalankan semua perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-Nya. Aku juga senantiasa berdzikir/ingat kepada-Nya serta setiap saat memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya”.
Karena sesungguhnya Allah telah berfirman: “orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran”, (QS. Al A’laa. 10). ”dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. Ar Ra’d. 21).
”(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat”. (QS. Al Anbiyaa’. 49).
”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”, (QS. Al Mu’minuun. 60).
Saudaraku…,
Di sisi lain, seorang ahli maksiat* dengan santainya mengatakan: ”Saya tidak terlalu khawatir dengan semuanya*** ini. Bukankah Allah Maha Pengampun dan Penyayang?”. ***) Yang dimaksud dengan ”tidak terlalu khawatir dengan semuanya***” di sini adalah semua perbuatan maksiat yang telah, sedang dan akan dilakukannya.
Subhanallah...!
Betapa ringannya ahli maksiat* tersebut mengatakan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Penyayang, sementara pada saat yang sama dia terus dan terus bermaksiat kepada-Nya. Padahal, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an: ”Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah**** dan bertakwa** kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (QS. An Nuur. 52). {Tulisan ini diambilkan dari: www.imronkuswandi.blogspot.com Maaf, jika kurang berkenan}.
NB.
****) Yang dimaksud dengan: takut kepada Allah**** ialah takut kepada Allah disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa** ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi, yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, tidak cukup diartikan dengan takut saja.
Sedangkan yang dimaksud dengan ahli ibadah* ialah orang yang dalam hidupnya senantiasa menjalankan ibadah dengan baik, dan yang dimaksud dengan ahli maksiat* ialah orang yang dalam hidupnya senantiasa bergelimang dengan kemaksiatan.
Maafkan kalau kali ini saya agak mendesak.
BalasHapusTulisan yang kedua itu bukanlah yang saya maksudkan. Maksud saya adalah bahwa kewaspadaan kita akan ketidak-ihklasan itu adalah keharusan dalam setiap amal.
Bukankah ketidak-ikhlasan itu sediri sebuah ma'siyat? Dan itu juga membuktikan bahwa syahadatnya pun belum lah benar ?
Mungkin pernah mendengar sebuah cerita tentang seorang hamba Allah yang hidup selama ratusan tahun di sebuah pulau terpencil seorang diri. Setiap pagi Allah memberinya rizki berupa buah yang segar dan mengenyangkannya. Setelah itu kegiatannya seharian hanyalah melulu untuk beribadah kepadaNya. Jadi tak ada satu hari pun dalam hidupnya yang sendiri di pulau itu yang sia-sia tanpa amal ibadah. Pada waktu yang telah ditentukan dia pun diwafatkan oleh Allah dengan keadaan yang baik. Kemudian ketika dia menghadapNya, Allah berkata "Masuklah engkau ke dalam surga dengan rahmatKu". Orang itu menjawab "Lalu di mana semua amal ibadahku?"
Kemudian Allah menyuruh malaikat untuk menimbang amalnya untuk dibandingkan dengan nikmat Allah terhadap satu biji matanya. Ternyata satu biji matanya itu saja bukan main beratnya melebihi amal ibadahnya yang ratusan tahun tanpa ma'siyat sedikitpun. Karena ternyata begitu tidak berartinya amalnya itu maka kemudian jadi tidak cukup untuk membawanya masuk ke dalam surga. Maka kemudian oleh malaikat ia segera digiring ke neraka. Gemetarlah orang itu dan memohon belas kasihNya seraya berkata "Ya Allah, masukkanlah aku ke surgaMu dengan rahmatMu". Maka dengan rahmatNya dia kembali dimasukkan ke surga.
Semoga bermanfaat.
Assalamu’alaikum wr. wb.
BalasHapusSaudaraku...,
Aku ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas perhatian, serta masukannya. Insya Allah bermanfaat!
Tulisan-2 di atas yang disertai dengan komunikasi dengan komentator adalah sangat bermanfaat bagi kita semua yag sering lupa.
BalasHapusSemoga dengan adanya tulisan ini atau yang sejenis dengan ini kita menjadi lebih ingat lagi.
Amin...!
BalasHapus