Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat telah bertanya: ”Pak Imron, mohon penjelasan tentang hukum halal pada daging yang kita makan. Saya penjual makanan (soto iga sapi). Ada sapi dan ayam yang diperjual-belikan di pasar di daerah kami yang disembelih non muslim. Bagaimana sikap kita? Apa kita harus membeli dari peyembelihnya (jagal)? Terus apa makan iga sapi itu halal? Saya pernah dengar katanya tulang adalah makanan jin. Bagaimana, benar ’nggak? Mohon penjelasannya”.
-----
Saudaraku…,
Untuk segala sesuatu yang hukumnya sudah disebutkan secara jelas dalam nash Al Qur'an dan Al Hadits, maka aku berani mengatakan apakah hukumnya halal atau haram. Contohnya, aku berani mengatakan bahwa daging babi itu haram hukumnya untuk dimakan oleh kita kaum muslimin karena sudah disebutkan secara jelas (secara eksplisit) dalam nash Al Qur'an.
”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Baqarah. 173).
Sedangkan untuk segala sesuatu yang hukumnya tidak disebutkan secara jelas dalam nash Al Qur'an dan Al Hadits, maka aku belum berani untuk mengatakan apakah hukumnya haram atau halal. Karena dalam hal ini diperlukan syarat keilmuan yang sangat luas serta metodologis dalam mengeluarkan suatu fatwa.
Jadi untuk persoalan-persoalan yang tidak ditemukan hukumnya secara eksplisit dalam Al Qur'an dan Al Hadits itu, maka hal ini merupakan wilayah ulama’ untuk mendiskusikannya (didiskusikan oleh ulama yang memang benar-benar punya kompetensi dan memiliki syarat-syarat untuk berijtihad). Kemudian ditafsirkan berdasarkan keilmuan dan metodologi agama, dan akhirnya lahirlah fatwa, yang tujuan akhirnya adalah solusi dari permasalahan ummat.
Dalam hal ini, ada atau tidak adanya fatwa, hal yang tidak jelas tersebut sebenarnya tetap memiliki hukum (tetap ada hukumnya apakah halal, mubah, atau haram). Fatwa hanya memperjelas untuk mempermudah ummat.
Jadi, untuk persoalan-persoalan yang tidak ditemukan hukumnya secara eksplisit dalam Al Qur'an dan Al Hadits, jika sekiranya kita belum mampu, maka sebaiknya (jalan selamatnya) adalah dengan mengikuti fatwa tersebut.
Untuk kasus seperti yang saudaraku tanyakan tersebut, aku hanya bisa memberi saran bahwa untuk lebih berhati-hati, sebaiknya kita membeli daging sapi dan ayam yang diperjual-belikan di pasar yang disembelih oleh sesama kita kaum muslimin. Mengingat penjelasan Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 173, yang menyebutkan bahwa daging dari binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah, maka hukumnya haram.
”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Baqarah. 173).
Tentang apakah benar bahwa tulang itu adalah makanan jin, menurut hematku, selama tidak ada keterangan (dalil) yang menyatakan haramnya makan tulang, sebaiknya kita tidak perlu pusing dengan hal itu. Yang pasti, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah mempersulit urusan kita. (Wallahu ta’ala a'lam).
”Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah Kami". (QS. Al Kahfi. 88).
Meskipun demikian, jika saudaraku ingin mengetahui hukumnya secara lebih jelas, sebaiknya saudaraku bertanya kepada alim ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.
Demikian penjelasan yang bisa aku sampaikan. Semoga bermanfaat. Mohon koreksinya jika ada kekurangan / kesalahan. Juga mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
Batasan terpaksa dalam Islam (sebagaimana penjelasan surat Al Baqarah ayat 173 di atas) adalah jika sampai mengancan jiwa kita. Misal: seseorang terdampar di suatu tempat hingga menderita kelaparan. Jika tidak segera makan, bisa terancam jiwanya (bisa meninggal dunia), sedangkan di depan mata ada bangkai. Maka tidak mengapa jika dia memakan bangkai tersebut, hanya sekedar untuk mempertahankan jiwanya dan tidak melampaui batas / tidak sampai kekenyangan (wallahu a'lam).