Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Saat menyampaikan kajian rutin di Jurusan Teknik Industri
Universitas Trunojoyo Madura, seorang rekan sejawat yang baru selesai studi S3
di Amerika telah menyampaikan informasi bahwa saat di Amerika, beliau telah
bertemu dengan rekan dari negara kita yang sedang belajar Agama Islam di sana,
yang berpendapat bahwa turunnya Al Qur’an itu merupakan sebuah ‘kecelakaan’
sejarah. Selain itu, juga berpendapat bahwa Al Qur’an itu perlu direvisi karena
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman + pendapat-pendapat lainnya
yang terdengar aneh di telinga kita.
Saudaraku,
Saudaraku,
Belajar Agama Islam di Amerika, tentu harus ekstra
hati-hati karena banyak kaum orientalis di sana. Jika seseorang belajar Agama
Islam di Amerika dan kebetulan dia belajar kepada kaum orientalis, tentunya
bisa sangat membahayakan keselamatan aqidahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
kaum orientalis adalah tokoh-tokoh barat yang mempelajari ketimuran alias
keislaman, namun bukan untuk diamalkan, melainkan sekedar dipahami dan
dijadikan sebagai literatur ilmiah dalam konsep pemikiran mereka. Sehingga jika
mereka temukan dalam ajaran Islam hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan
pemikiran mereka, maka mereka tidak segan-segan untuk mengkritik dan
menyanggahnya. Terkait hal ini, Allah telah
memberikan peringatan yang sangat keras:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ
أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ
أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ ﴿٧١﴾
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti
binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami
telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari
kebanggaan itu”. (QS. Al Mu’minuun. 71).
Kedudukan Akal Dalam Memahami Kitab Suci
Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Pengetahuan Allah adalah
meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ
مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya
benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).
Sementara kalimat-kalimat-Nya
adalah tidak terbatas. Tidak mungkin bagi kita untuk menuliskan semuanya. Meski
telah disediakan tinta sebanyak lautan yang ada di bumi ini untuk menuliskan
kalimat-kalimat-Nya, maka pasti akan habis tinta itu sebelum habis ditulis
kalimat-kalimat-Nya. Bahkan seandainya didatangkan tambahan tinta sebanyak itu
lagi, tetap saja, pasti akan habis lagi tinta itu sebelum habis ditulis
kalimat-kalimat-Nya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al
Kahfi berikut ini:
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي
لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا
بِمِثْلِهِ مَدَدًا ﴿١٠٩﴾
“Katakanlah: "Kalau
sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al Kahfi. 109).
Bahkan dalam ayat yang
lainnya, diperoleh penjelasan bahwa seandainya pohon-pohon di bumi ini
dijadikan pena dan laut menjadi tintanya untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah,
kemudian ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tetap
tidak akan pernah habis-habisnya dituliskan kalimat Allah tersebut.
وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ
وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِن بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ
اللهِ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٢٧﴾
“Dan seandainya pohon-pohon
di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut
(lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan)
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.
Luqman. 27).
Sedangkan
Al Qur’an itu sendiri, benar-benar datang dari Allah SWT., Tuhan
yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Oleh
karena itu, janganlah kita termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
وَمَا كَانَ هَـذَا الْقُرْآنُ أَن يُفْتَرَى مِن دُونِ اللهِ
وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَابِ لاَ رَيْبَ
فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٣٧﴾
“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah;
akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di
dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya:
Al Qur’an itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan
dalam Al Qur’an itu pula.
Di sisi lain, ilmu
pengetahuan yang kita miliki ternyata sangatlah terbatas. Semakin tinggi
pendidikan kita, justru semakin menyadarkan kita, bahwa semakin banyak ilmu
pengetahuan yang tidak kita ketahui. Teramat banyak ilmu pengetahuan yang tidak
kita kuasai, karena pada kenyataannya kita memang tidak mungkin menguasai semua
ilmu, meski setinggi apa-pun pendidikan kita.
... وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Ayat lain yang menggambarkan betapa ilmu kita
(termasuk semua makhluk Allah yang lain) adalah sangat terbatas, adalah QS. Al
Israa’ ayat 88. Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki, maka seandainya semua makhluk
berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an
(kitab suci yang benar-benar datang dari Allah, Tuhan
yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu), niscaya mereka tidak
akan dapat membuat yang serupa dengan Al Qur'an, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain.
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ
عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ
كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا ﴿٨٨﴾
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia
dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al Israa’. 88).
Saudaraku…,
Selain penjelasan Al Qur'an
sebagaimana uraian di atas, bukti-bukti yang ada juga menunjukkan betapa ilmu kita adalah sangat terbatas.
Teori Geosentris yang
menganggap bumi adalah pusat alam semesta, misalnya. Dengan keterbatasan ilmu
pengetahuan manusia pada saat itu, teori geosentris sempat dianggap sebagai
“suatu kebenaran”. Bahkan berlangsung hingga ratusan tahun. Hingga akhirnya
ditumbangkan oleh teori Heliosentris yang menganggap bahwa
matahari adalah pusat alam semesta.
Namun, pada saat
ini-pun terbukti bahwa alam semesta tidaklah berpusat pada matahari. Karena
matahari sendiri ternyata hanya salah satu bintang dari miliaran bintang yang
ada dalam suatu gugusan bintang yang juga disebut galaxy (galaxy Bima Sakti / Milky
Way). Bersama bintang-bintang yang lain, ternyata matahari juga berputar
mengelilingi pusat galaxy Bima Sakti. Demikian seterusnya.
Dengan demikian,
nampaklah bahwa teori ilmiah tidak akan pernah final. Apa yang dianggap benar
pada saat ini, pada suatu saat bisa saja dianggap salah dan sebaliknya. Dan
(sekali lagi) ini benar-benar suatu tanda betapa ilmu kita adalah sangat terbatas. Artinya tidak ada kebenaran mutlak pada teori ilmiah ciptaan manusia.
Belum lagi untuk urusan alam ghaib. Tentang
roh kita, misalnya. Teramat sedikitlah yang kita ketahui.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ
مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
“Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Nah, karena Al Qur'an itu benar-benar datang dari Allah, Tuhan yang ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu (yang karenanya, kebenaran Al
Qur’an adalah mutlak), sedangkan ilmu / akal /
logika kita adalah sangat terbatas, maka penggunaan logika hanyalah sebagai penjelasan tambahan saja, bukan rujukan
utama. Artinya jika pada saat ini kita menemukan adanya pertentangan antara
logika kita dengan penjelasan Al Qur’an, maka yang sesungguhnya terjadi adalah
karena logika kita belum mencukupi untuk
memahami penjelasan Al Qur’an tersebut.
Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan Al Qur'an
dalam surat An Naml ayat 88 berikut ini:
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ
مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ
بِمَا تَفْعَلُونَ ﴿٨٨﴾
“Dan kamu lihat gunung-gunung
itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya
awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap
sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An
Naml. 88)
Saudaraku…,
Ayat tersebut telah diturunkan ke muka bumi
ini sekitar 15 abad yang lalu. Bisa dibayangkan, betapa pada saat itu akal
manusia sungguh-sungguh sangat sulit untuk memahami bagaimana halnya
gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya itu, padahal ia berjalan
sebagaimana jalannya awan.
Baru pada paruh kedua abad ke-20, akal manusia bisa
memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya tersebut
ternyata berjalan-jalan, yaitu setelah ditemukannya Teori Tektonik Lempeng*
(bahasa Inggris: Plate Tectonics) yaitu
teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap
adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran
Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad
ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Pergerakan lempeng tersebut sebenarnya hanya mencapai
10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari)
seperti di Mid-Atlantic Ridge*, ataupun mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca*, namun
dalam skala waktu geologis yang sangat lama (jutaan tahun), maka pergerakan /
pergeseran lempeng tersebut (beserta lautan / benua di atasnya, termasuk
gunung-gunung didalamnya) akan mencapai ribuan kilometer. Dari sini, barulah
akal manusia bisa memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di
tempatnya tersebut, ternyata benar-benar berjalan-jalan sebagaimana penjelasan
Al Qur'an dalam surat An Naml ayat 88 di atas. Wallahu a'lam bish-shawab.
Demikian penjelasan yang bisa
aku sampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena
keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.