بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Jumat, 05 Juni 2015

JANGANLAH KAMU MENGAMBIL ORANG-ORANG YAHUDI DAN NASRANI SERTA ORANG-ORANG KAFIR MENJADI PEMIMPIN-PEMIMPINMU



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Perhatikan firman Allah dalam beberapa ayat berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴿٥١﴾
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al Maaidah. 51).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin) menjadi ikutanmu dan kamu cintai. (Sebagian mereka menjadi pemimpin bagi sebagian lainnya) karena kesatuan mereka dalam kekafiran. (Siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka dia termasuk di antara mereka) artinya termasuk golongan mereka. (Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang aniaya) karena mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka”.

لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُوْنِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَن تَتَّقُواْ مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللهِ الْمَصِيرُ ﴿٢٨﴾
“Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)”. (QS. Ali ‘Imraan. 28).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Janganlah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin) yang akan mengendalikan mereka (dengan meninggalkan orang-orang beriman. Barang siapa melakukan demikian) artinya mengambil mereka sebagai pemimpin (maka tidaklah termasuk dalam) agama (Allah sedikit pun kecuali jika menjaga sesuatu yang kamu takuti dari mereka) maksudnya jika ada yang kamu takuti, kamu boleh berhubungan erat dengan mereka, tetapi hanya di mulut dan bukan di hati. Ini hanyalah sebelum kuatnya agama Islam dan berlaku di suatu negeri di mana mereka merupakan golongan minoritas (dan Allah memperingatkanmu terhadap diri-Nya) maksudnya kemarahan-Nya jika kamu mengambil mereka itu sebagai pemimpin (dan hanya kepada Allah tempat kamu kembali) hingga kamu akan beroleh balasan dari-Nya”.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُواْ اللهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٥٧﴾
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (QS. Al Maidah. 57)

Saudaraku,
Dari ketiga ayat tersebut di atas, jelas sekali bahwa kita kaum muslimin telah dilarang untuk menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani / orang kafir sebagai pemimpin, terutama yang memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin. Ingat, bahwa ketiga ayat di atas menggunakan kata auliya’ (أَوْلِيَاءَ) yang maknanya: “orang kepercayaan, yang khusus dan dekat”. Kata auliya’ sendiri adalah bentuk jamak dari wali (ولي).

Kecuali untuk posisi-posisi yang tidak strategis yang tidak bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin, maka siapa saja asal memiliki kompetensi yang baik di bidangnya, silahkan jadi pemimpin.

Contoh: dalam sebuah riset ilmiah di bidang ilmu teknik, maka kita kaum muslimin boleh-boleh saja bekerjasama dengan mereka yang non-muslim. Bahkan dalam kelompok peneliti tersebut, nggak masalah jika dipimpin oleh seseorang yang non-muslim, apalagi jika yang bersangkutan memiliki kepakaran terbaik di bidang penelitian tersebut.

Contoh lain: dalam sebuah tim sepak bola, nggak masalah jika dipimpin oleh seorang kapten non-muslim. Apalagi jika yang bersangkutan memiliki kecakapan terbaik dalam hal kepemimpinan (dalam memimpin tim di lapangan). Demikian seterusnya. (Wallahu a'lam).

Semoga bermanfaat.

NB.
Pada penjelasan di atas, ku-akhiri dengan kalimat: ”wallahu a'lam”. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ilmu-ku/logika-ku adalah sangat terbatas, sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang sebenarnya, tentunya hanya Allah semata. Oleh karenanya, mohon maaf jika ada khilaf dariku dalam memberi penjelasan di atas.

Rabu, 03 Juni 2015

BENARKAH IMAN ADALAH NIKMAT TERBESAR?

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Perhatikan firman Allah dalam dua ayat berikut ini:

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48).

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَــٰـلًا بَعِيدًا ﴿١١٦﴾
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (QS. An Nisaa’. 116).

Saudaraku,
Dari dua ayat tersebut di atas, diperoleh penjelasan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Allah mengampuni segala dosa yang selain dari dosa syirik itu. Hal ini menunjukkan betapa besarnya dosa syirik itu. Demikian besarnya dosa syirik itu, sehingga bagi orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya maka tidaklah akan diterima darinya emas sepenuh bumi, meskipun dia menebus dirinya dengan emas sebanyak itu. Baginya siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak akan memperoleh penolong. Na’udzubillahi mindzalika!

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَمَاتُواْ وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَىٰ بِهِ أُوْلَــٰــئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُم مِّن نَّـــٰـصِرِينَ ﴿٩١﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong”. (QS. Ali ‘Imraan. 91).

Ya, bagi orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya maka tidaklah akan diterima darinya emas sepenuh bumi, meskipun dia menebus dirinya dengan emas sebanyak itu. Hal ini sekaligus juga menunjukkan betapa nikmat iman itu adalah lebih baik dari emas sepenuh bumi ini. Apalagi jika hal ini kita kaitkan dengan penjelasan dua ayat berikut ini:

... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣﴾
“… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Maa-idah. 3).

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٨٥﴾
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imraan. 85).

Saudaraku,
Dari uraian di atas, menunjukkan betapa iman adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Karier yang melejit/jabatan yang tinggi, harta yang melimpah, isteri yang cantik menawan, semuanya itu tiada artinya tanpa adanya iman. Sebaliknya, meski tiada jabatan yang melekat, jauh dari limpahan harta, tak ada isteri cantik menawan yang mendampingi, semuanya itu tidak akan menjadikan seseorang hina selama masih ada iman, karena nilai iman itu adalah lebih tinggi dari semuanya itu, bahkan lebih tinggi/lebih lebih baik dari emas sepenuh bumi ini.

Pertanyaannya adalah:
Apakah setiap kita juga bisa merasakan bahwa iman adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepada kita? Yang nilainya bahkan lebih tinggi/lebih lebih baik dari emas sepenuh bumi ini?

Saudaraku,
Ketika seorang pedagang tergoda untuk mengurangi timbangan serta memberi informasi yang tidak benar terhadap kualitas/kondisi barang dagangannya sehingga si pedagang dapat mengeruk keuntungan lebih besar dengan mudah, maka sesungguhnya dia belum bisa merasakan betapa iman adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepadanya. Mengapa demikian? Karena dia telah memandang ‘keuntungan duniawi’ yang tidak seberapa itu (yang sebagian diantaranya telah dia peroleh dengan jalan merampas hak pembeli), masih lebih besar dari nikmat iman. Nah karena dia telah memandang keuntungan duniawi yang tak seberapa itu masih lebih besar dari nikmat iman, maka dia tak segan-segan untuk menanggalkan iman yang sudah ada dalam genggamannya untuk kemudian dia tukarkan dengan keuntungan duniawi yang tak seberapa itu. Na’udzubillahi mindzalika!

Demikian pula ketika seseorang sedang berzina, maka sesungguhnya dia belum bisa merasakan betapa iman adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepadanya. Mengapa demikian? Karena dia telah memandang kenikmatan yang dia reguk saat berzina itu, masih lebih besar dari nikmat iman. Nah karena dia telah memandang bahwa kenikmatan yang dia reguk saat berzina itu masih lebih besar dari nikmat iman, maka dia tak segan-segan untuk menanggalkan iman yang sudah ada dalam genggamannya untuk kemudian dia tukarkan dengan kenikmatan duniawi yang tak seberapa itu. Na’udzubillahi mindzalika!

Demikian halnya ketika seseorang sedang minum khamer, maka sesungguhnya dia juga belum bisa merasakan betapa iman adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepadanya. Mengapa demikian? Karena dia telah memandang kenikmatan yang dia reguk saat minum khamer itu, masih lebih besar dari nikmat iman. Nah karena dia telah memandang bahwa kenikmatan yang dia reguk saat minum khamer itu masih lebih besar dari nikmat iman, maka dia tak segan-segan untuk menanggalkan iman yang sudah ada dalam genggamannya itu untuk kemudian dia tukarkan dengan kenikmatan duniawi yang tak seberapa itu. Na’udzubillahi mindzalika! Demikian seterusnya.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَابْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولَانِ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ. قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ يُحَدِّثُهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ثُمَّ يَقُولُ كَانَ أَبُو بَكْرٍ يُلْحِقُ مَعَهُنَّ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ أَبْصَارَهُمْ فِيهَا حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ. (رواه البخارى)
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; saya mendengar Abu Salamah bin Abdurrahman dan Ibnu Musayyab keduanya berkata, Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seseorang itu berzina, ketika sedang berzina dia dalam keadaan mukmin. Tidak pula seseorang itu minum khamer ketika sedang minum khamer ia dalam keadaan mukmin. Dan tidak pula seseorang itu mencuri ketika sedang mencuri ia dalam keadaan mukmin." Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku pula Abdul Malik bin Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam bahwa Abu Bakr pernah menceritakan kepadanya dari Abu Hurairah, lalu dia berkata; "Abu Bakar menambahkan dalam hadits tersebut dengan redaksi; "Dan tidaklah seseorang merampas harta orang lain yang karenanya orang-orang memandangnya sebagai orang yang terpandang, ketika dia merampas harta tersebut dalam keadaan mukmin". (HR. Bukhari no. 5150).

Saudaraku,
Jika seseorang benar-benar bisa merasakan betapa iman adalah nikmat terbesar yang telah diberikan Allah kepadanya, maka dia tidak akan mungkin menanggalkan iman yang sudah ada dalam genggamannya untuk kemudian ditukar dengan berbagai kenikmatan kenikmatan duniawi yang nilainya tak seberapa itu, karena bagi dia nilai iman itu adalah lebih tinggi dari semuanya itu, bahkan lebih tinggi/lebih lebih baik dari emas sepenuh bumi ini.

... رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ ﴿١٠٩﴾
"... Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. (QS. Al Mu’minuun. 109). Amin, ya rabbal ‘alamin!

Semoga bermanfaat.

Senin, 01 Juni 2015

BENARKAH AL QUR’AN ITU PERLU DIREVISI?

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Saat menyampaikan kajian rutin di Jurusan Teknik Industri Universitas Trunojoyo Madura, seorang rekan sejawat yang baru selesai studi S3 di Amerika telah menyampaikan informasi bahwa saat di Amerika, beliau telah bertemu dengan rekan dari negara kita yang sedang belajar Agama Islam di sana, yang berpendapat bahwa turunnya Al Qur’an itu merupakan sebuah ‘kecelakaan’ sejarah. Selain itu, juga berpendapat bahwa Al Qur’an itu perlu direvisi karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman + pendapat-pendapat lainnya yang terdengar aneh di telinga kita.

Saudaraku,
Ada satu hal yang harus kita perhatikan bahwa dalam mencari ilmu agama, maka sanadnya (mata rantainya) harus sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sebagai sumbernya ilmu. Janganlah mengambil ilmu agama dari pihak-pihak yang sanad ilmunya terputus (tidak sampai kepada Rasulullah SAW). {http://imronkuswandi.blogspot.com/2013/12/janganlah-belajar-agama-berdasarkan.html}

Saudaraku,
Belajar Agama Islam di Amerika, tentu harus ekstra hati-hati karena banyak kaum orientalis di sana. Jika seseorang belajar Agama Islam di Amerika dan kebetulan dia belajar kepada kaum orientalis, tentunya bisa sangat membahayakan keselamatan aqidahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kaum orientalis adalah tokoh-tokoh barat yang mempelajari ketimuran alias keislaman, namun bukan untuk diamalkan, melainkan sekedar dipahami dan dijadikan sebagai literatur ilmiah dalam konsep pemikiran mereka. Sehingga jika mereka temukan dalam ajaran Islam hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan pemikiran mereka, maka mereka tidak segan-segan untuk mengkritik dan menyanggahnya. Terkait hal ini, Allah telah memberikan peringatan yang sangat keras:

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ ﴿٧١﴾
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. Al Mu’minuun. 71).

Kedudukan Akal Dalam Memahami Kitab Suci

Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:

اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).

Sementara kalimat-kalimat-Nya adalah tidak terbatas. Tidak mungkin bagi kita untuk menuliskan semuanya. Meski telah disediakan tinta sebanyak lautan yang ada di bumi ini untuk menuliskan kalimat-kalimat-Nya, maka pasti akan habis tinta itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat-Nya. Bahkan seandainya didatangkan tambahan tinta sebanyak itu lagi, tetap saja, pasti akan habis lagi tinta itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat-Nya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Kahfi berikut ini:

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا ﴿١٠٩﴾
“Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al Kahfi. 109).

Bahkan dalam ayat yang lainnya, diperoleh penjelasan bahwa seandainya pohon-pohon di bumi ini dijadikan pena dan laut menjadi tintanya untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah, kemudian ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tetap tidak akan pernah habis-habisnya dituliskan kalimat Allah tersebut.

وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِن بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللهِ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٢٧﴾
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Luqman. 27).

Sedangkan Al Qur’an itu sendiri, benar-benar datang dari Allah SWT., Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Oleh karena itu, janganlah kita termasuk orang-orang yang ragu-ragu.

وَمَا كَانَ هَـذَا الْقُرْآنُ أَن يُفْتَرَى مِن دُونِ اللهِ وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَابِ لاَ رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٣٧﴾
“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya: Al Qur’an itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Qur’an itu pula.

Di sisi lain, ilmu pengetahuan yang kita miliki ternyata sangatlah terbatas. Semakin tinggi pendidikan kita, justru semakin menyadarkan kita, bahwa semakin banyak ilmu pengetahuan yang tidak kita ketahui. Teramat banyak ilmu pengetahuan yang tidak kita kuasai, karena pada kenyataannya kita memang tidak mungkin menguasai semua ilmu, meski setinggi apa-pun pendidikan kita.

... وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).

Ayat lain yang menggambarkan betapa ilmu kita (termasuk semua makhluk Allah yang lain) adalah sangat terbatas, adalah QS. Al Israa’ ayat 88. Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki, maka seandainya semua makhluk berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an (kitab suci yang benar-benar datang dari Allah, Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu), niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Al Qur'an, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا ﴿٨٨﴾
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al Israa’. 88).

Saudaraku…,
Selain penjelasan Al Qur'an sebagaimana uraian di atas, bukti-bukti yang ada juga menunjukkan betapa ilmu kita adalah sangat terbatas.

Teori Geosentris yang menganggap bumi adalah pusat alam semesta, misalnya. Dengan keterbatasan ilmu pengetahuan manusia pada saat itu, teori geosentris sempat dianggap sebagai “suatu kebenaran”. Bahkan berlangsung hingga ratusan tahun. Hingga akhirnya ditumbangkan oleh teori Heliosentris yang menganggap bahwa matahari adalah pusat alam semesta.

Namun, pada saat ini-pun terbukti bahwa alam semesta tidaklah berpusat pada matahari. Karena matahari sendiri ternyata hanya salah satu bintang dari miliaran bintang yang ada dalam suatu gugusan bintang yang juga disebut galaxy (galaxy Bima Sakti / Milky Way). Bersama bintang-bintang yang lain, ternyata matahari juga berputar mengelilingi pusat galaxy Bima Sakti. Demikian seterusnya.

Dengan demikian, nampaklah bahwa teori ilmiah tidak akan pernah final. Apa yang dianggap benar pada saat ini, pada suatu saat bisa saja dianggap salah dan sebaliknya. Dan (sekali lagi) ini benar-benar suatu tanda betapa ilmu kita adalah sangat terbatas. Artinya tidak ada kebenaran mutlak pada teori ilmiah ciptaan manusia.

Belum lagi untuk urusan alam ghaib. Tentang roh kita, misalnya. Teramat sedikitlah yang kita ketahui.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).

Nah, karena Al Qur'an itu benar-benar datang dari Allah, Tuhan yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu (yang karenanya, kebenaran Al Qur’an adalah mutlak), sedangkan ilmu / akal / logika kita adalah sangat terbatas, maka penggunaan logika hanyalah sebagai penjelasan tambahan saja, bukan rujukan utama. Artinya jika pada saat ini kita menemukan adanya pertentangan antara logika kita dengan penjelasan Al Qur’an, maka yang sesungguhnya terjadi adalah karena logika kita belum mencukupi untuk memahami penjelasan Al Qur’an tersebut.

Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan Al Qur'an dalam surat An Naml ayat 88 berikut ini:

وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ ﴿٨٨﴾
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An Naml. 88)

Saudaraku…,
Ayat tersebut telah diturunkan ke muka bumi ini sekitar 15 abad yang lalu. Bisa dibayangkan, betapa pada saat itu akal manusia sungguh-sungguh sangat sulit untuk memahami bagaimana halnya gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya itu, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan.

Baru pada paruh kedua abad ke-20, akal manusia bisa memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya tersebut ternyata berjalan-jalan, yaitu setelah ditemukannya Teori Tektonik Lempeng* (bahasa Inggris: Plate Tectonics) yaitu teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.

Pergerakan lempeng tersebut sebenarnya hanya mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge*, ataupun mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca*, namun dalam skala waktu geologis yang sangat lama (jutaan tahun), maka pergerakan / pergeseran lempeng tersebut (beserta lautan / benua di atasnya, termasuk gunung-gunung didalamnya) akan mencapai ribuan kilometer. Dari sini, barulah akal manusia bisa memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya tersebut, ternyata benar-benar berjalan-jalan sebagaimana penjelasan Al Qur'an dalam surat An Naml ayat 88 di atas. Wallahu a'lam bish-shawab.

Demikian penjelasan yang bisa aku sampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Dari Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/Tektonik_lempeng

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞