Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Dari
artikel yang berjudul “Virus Paling Berbahaya (I)”
diperoleh penjelasan bahwa ajaran-ajaran Jaringan Islam Liberal (JIL) yang
bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits, sangat tampak dengan jelas di dalam
buku Fiqih Lintas Agama yang diterbitkan oleh JIL. Hal-hal yang meresahkan dan
menyesatkan adalah:
1. FLA menyebutkan
Al Qur’an bukan kitab suci atau diragukan kesuciannya dan dipandang sebagai
teks terbuka (h. 133-134 dan 174-175).
2. Teks Al Qur’an
yang bertentangan dengan problem kemanusiaan, tidak dapat digunakan (h. 175).
3. Tidak boleh
mengklaim bahwa yang benar itu hanya Islam (h. 170-171).
4. Buku-buku fiqih
klasik tidak sesuai lagi dengan kondisi sosial dan kemanusiaan, tidak kontekstual
dan bersifat ekskusif (h. Pendahuluan).
5. Karya para
‘ulama’ klasik yang diskriminatif, tidak manusiawi, melahirkan ketegangan antar
umat beragama, melahirkan kekerasan, berpihak kepada kepentingan dan untuk
mengokohkan penguasa (h. 168, dll).
6. Untuk menjalin
hubungan dan toleransi antar umat beragama, FLA menganjurkan agar umat Islam
menghadiri upacara keagamaan dan hari-hari besar agama lain (h. 85),
mengucapkan selamat natal kepada non-muslim (h. 66) dan do’a bersama antar umat
beragama (h. 89).
7. Pernikahan beda
agama (muslimah dengan non-muslim) dianjurkan (h. 153), hukum terhalangnya hak
waris beda agama harus diganti (h. 165).
8. Konsep Ahlu
Dzimmah dan Jizyah adalah diskriminatif dan merupakan titik rawan hubungan
antar umat beragama (h. 145-150).
MUI mengartikan Liberalisme Agama adalah memahami
nash-nash agama (Al Qur’an dan Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang
bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran
semata (Majelis Ulama Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (2011): Himpunan Fatwa
MUI sejak 1975, hal. 91).
Mari Kita Kaji Hal-Hal Yang Meresahkan Dan Menyesatkan Di
Atas
1. FLA menyebutkan
Al Qur’an bukan kitab suci atau diragukan kesuciannya dan dipandang sebagai
teks terbuka (h. 133-134 dan 174-175).
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Pengetahuan Allah adalah
meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ
مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
﴿١٢﴾
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).
Sementara kalimat-kalimat-Nya
adalah tidak terbatas. Tidak mungkin bagi kita untuk menuliskan semuanya. Meski
telah disediakan tinta sebanyak lautan yang ada di bumi ini untuk menuliskan
kalimat-kalimat-Nya, maka pasti akan habis tinta itu sebelum habis ditulis
kalimat-kalimat-Nya. Bahkan seandainya didatangkan tambahan tinta sebanyak itu
lagi, tetap saja, pasti akan habis lagi tinta itu sebelum habis ditulis
kalimat-kalimat-Nya.
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَــٰـتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَــٰـتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا ﴿١٠٩﴾
“Katakanlah: "Kalau
sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al Kahfi. 109).
Bahkan dalam ayat yang
lainnya, diperoleh penjelasan bahwa seandainya pohon-pohon di bumi ini
dijadikan pena dan laut menjadi tintanya untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah,
kemudian ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tetap
tidak akan pernah habis-habisnya dituliskan kalimat Allah tersebut.
وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَـــٰمٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِن بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ
كَلِمَــٰـتُ اللهِ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٢٧﴾
“Dan seandainya pohon-pohon
di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut
(lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan)
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.
Luqman. 27).
Sedangkan Al Qur’an itu
sendiri, benar-benar datang dari Allah SWT., Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu. Oleh karena itu, janganlah kita termasuk orang-orang
yang ragu-ragu.
وَمَا كَانَ هَـــٰـذَا الْقُرْءَانُ أَن يُفْتَرَىٰ مِن دُونِ اللهِ وَلَـــٰـكِن تَصْدِيقَ
الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَـــٰبِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَـــٰـلَمِينَ ﴿٣٧﴾
“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah;
akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di
dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya:
Al Qur’an itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan
dalam Al Qur’an itu pula.
Di sisi lain, ilmu
pengetahuan yang kita miliki ternyata sangatlah terbatas. Semakin tinggi
pendidikan kita, justru semakin menyadarkan kita, bahwa semakin banyak ilmu
pengetahuan yang tidak kita ketahui. Teramat banyak ilmu pengetahuan yang tidak
kita kuasai, karena pada kenyataannya kita memang tidak mungkin menguasai semua
ilmu, meski setinggi apa-pun pendidikan kita.
... وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Ayat lain yang menggambarkan betapa ilmu kita
(termasuk semua makhluk Allah yang lain) adalah sangat terbatas, adalah QS. Al
Israa’ ayat 88. Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki, maka seandainya semua
makhluk berkumpul untuk membuat yang serupa Al
Qur'an (kitab suci yang benar-benar datang dari
Allah, Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu), niscaya
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Al Qur'an, sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ
عَلَىٰ أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـــٰـذَا الْقُرْءَانِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا ﴿٨٨﴾
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia
dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al Israa’. 88).
Belum lagi untuk urusan alam ghaib. Tentang
roh kita misalnya, teramat sedikitlah yang kita ketahui.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ
مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
“Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Nah, karena Al Qur'an itu benar-benar datang dari Allah,
Tuhan yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu (yang karenanya, kebenaran Al
Qur’an adalah mutlak), sedangkan ilmu/akal/logika kita adalah sangat terbatas,
maka penggunaan logika hanyalah sebagai penjelasan tambahan saja, bukan rujukan
utama. Artinya jika pada saat ini kita menemukan adanya pertentangan antara
logika kita dengan penjelasan Al Qur’an, maka yang sesungguhnya terjadi adalah
karena logika kita belum mencukupi untuk memahami penjelasan Al Qur’an
tersebut. (Penjelasan selengkapnya, silahkan dibaca artikel yang berjudul: “Kedudukan
Akal Dalam Memahami Kitab Suci” atau silahkan klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/2010/05/kedudukan-akal-dalam-memahami-kitab.html)
2. Teks Al Qur’an
yang bertentangan dengan problem kemanusiaan, tidak dapat digunakan (h. 175).
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al
An’aam ayat 162 – 163 berikut ini:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّٰهِ رَبِّ الْعَـــٰـلَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا
شَرِيكَ لَهُ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ
أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾
(162) “Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”, (163) “tiada
sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An’aam. 162
– 163).
Ya, apapun yang kita lakukan (shalat kita, ibadah kita,
hidup kita dan mati kita), semuanya hanyalah untuk Allah semata. Dan sebagai
konsekuensi logis dari hal ini, bahwa apapun yang datang dari-Nya, maka sikap
kita adalah: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا (kami mendengar
dan kami patuh). Artinya apapun yang datang dari-Nya, kita terima dan kita
laksanakan apa adanya (seutuhnya) tanpa adanya tawar menawar sedikitpun.
Allah SWT. berfirman dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat
51:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى
اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُوْلَـــٰـئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan: "Kami mendengar dan kami
patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An
Nuur. 51)
Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzaab ayat 36, Allah
SWT. berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ
اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـــٰلًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzaab. 36).
Saudaraku,
Ambillah
seluruh hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah tanpa terkecuali, baik
yang kita senangi maupun yang tidak kita senangi. Ikutilah syariat itu semuanya
(tanpa terkecuali) dan janganlah kita mengikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui.
Kita tidak
boleh mengambil sebagian saja hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah,
yaitu hukum-hukum yang kita senangi saja. Sementara
hukum-hukum yang lain yang tidak kita senangi kita buang begitu saja. Karena
Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 208:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا
تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah. 208).
Dari Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 208
tersebut, diperoleh penjelasan bahwa kita diperintahkan untuk masuk ke dalam
Islam secara keseluruhannya. Artinya kita tidak boleh mengambil sebagian saja
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu hukum-hukum yang kita
senangi saja, sementara
hukum-hukum yang lain yang tidak kita senangi kita buang begitu saja. Jika hal
ini yang kita lakukan (yaitu mengambil sebagian hukum-hukum Allah dan membuang
sebagian yang lainnya), maka tanpa kita sadari, kita telah memperturutkan
langkah-langkah syaitan. Padahal, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagi kita. Na’udzubillahi mindzalika!
... أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ
بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَن يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللهُ
بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ ﴿٨٥﴾
“...
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian
yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu,
melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka
dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang
kamu perbuat”. (QS. Al Baqarah. 85).
Saudaraku,
Jika kita hanya mengambil Islam sebagian saja, atau
bahkan ingin sepenuhnya mengambil hukum-hukum lain (selain yang ditetapkan oleh
Allah), lalu apakah hukum Jahiliyah yang kita kehendaki? Dan
hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang
yakin?
أَفَحُكْمَ الْجَـــٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ
مِنَ اللهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ ﴿٥٠﴾
“Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS.
Al Maa-idah. 50).
Lebih dari
itu semua, Allah juga telah memberikan peringatan yang sangat keras sebagaimana
firman-Nya dalam surat Al Mu’minuun ayat 71 berikut
ini:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ
أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ
أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ ﴿٧١﴾
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti
binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami
telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari
kebanggaan itu”. (QS. Al Mu’minuun. 71).
3. Tidak boleh
mengklaim bahwa yang benar itu hanya Islam (h. 170-171).
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya
Al Qur'an itu adalah petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang hak dan yang
bathil. Sesungguhnya diturunkannya Al Qur’an itu supaya kita dapat memberi
peringatan kepada orang kafir dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
beriman. Tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, karena Al Qur'an itu
benar-benar diturunkan dari Allah, Tuhan semesta alam”.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـــٰتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ... ﴿١٨٥﴾
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil) ...” (QS. Al Baqarah. 185).
كِتَــٰبٌ أُنزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُن فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ
مِّنْهُ لِتُنذِرَ بِهِ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ ﴿٢﴾
“Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka
janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi
peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang beriman”. (QS. Al A’raaf. 2).
وَمَا كَانَ هَـــٰـذَا الْقُرْآنُ أَن يُفْتَرَىٰ مِن دُونِ اللهِ وَلَــــٰـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ
يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَـــٰبِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَــٰـلَمِينَ ﴿٣٧﴾
“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan
tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan
hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di dalamnya,
(diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya: Al Qur’an
itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al
Qur’an itu pula.
Saudaraku,
Ketahuilah pula, bahwa
sesungguhnya Kitab Suci Al Qur'an itu adalah penjelasan yang sempurna bagi
manusia. Nah, karena pokok-pokok ajaran Islam ada di dalamnya (Al Qur'an),
sedangkan Al Qur'an itu sendiri merupakan Kitab Suci yang sempurna, maka dari
sini dapat kita simpulkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna pula, dimana
semua problematika kehidupan ini telah diatur di dalamnya.
هَــٰــذَا بَلَـــٰغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ
وَلِيَعْلَمُواْ أَنَّمَا هُوَ إِلَـــٰـهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ
أُوْلُواْ الْأَلْبَـــٰبِ ﴿٥٢﴾
“(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia,
dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal
mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim. 52).
Hal ini jelas berbeda dengan
agama lain. Karena begitu banyak problematika kehidupan yang tidak diatur/tidak
ada tuntunan/tidak ada penjelasan di dalam kitab sucinya, maka pada umumnya
pemuka-pemuka agama lain lebih sering menggunakan logikanya sendiri untuk
menjelaskan berbagai problematika kehidupan ini, tanpa bisa menunjukkan
rujukannya di dalam kitab sucinya. Dan sesungguhnya hal ini adalah benar-benar
merupakan penjelasan yang sangat lemah! Karena pada dasarnya pengetahuan
manusia itu sangatlah terbatas.
...
وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Saudaraku,
Dengan kesempurnaan yang ada dalam agama Islam (yang mana
hal ini tidak akan pernah kita temukan pada agama yang lain), maka sebenarnya telah
jelas-lah jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ
الْغَىِّ ... ﴿٢٥٦﴾
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...”. (QS. Al Baqarah:
256).
Nah, karena sebenarnya telah jelas antara jalan yang
benar daripada jalan yang sesat, maka barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
لَآ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَّبَيَّنَ
الرُّشْدُ مِنَ الْغَىِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّـــٰغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا
انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ﴿٢٥٦﴾
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena
itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut* dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah:
256). Yang
dimaksud dengan Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah
SWT.
Sebaliknya, barangsiapa yang ingkar kepada Allah dan lebih
percaya kepada Thaghut, maka dia akan binasa dengan kebinasaan yang abadi dan
disiksa dengan siksaan untuk selama-lamanya.
وَلَيْسَتِ
التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْئَــٰنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـــٰـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا
أَلِيمًا ﴿١٨﴾
”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di
antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat
sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang
mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang
pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).
Terlebih lagi jika hal ini kita kaitkan dengan penjelasan
tiga ayat berikut ini:
... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِينًا ... ﴿٣﴾
“… Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu ...”. (QS.
Al Maa-idah. 3).
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الْإِسْلَــٰمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَـــٰبَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن
يَكْفُرْ بِئَايَـــٰتِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ
سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿١٩﴾
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah
Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah
sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali ‘Imraan. 19).
وَمَن
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَــٰمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ
مِنَ الْخَـــٰسِرِينَ ﴿٨٥﴾
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imraan. 85).
4. Buku-buku fiqih
klasik tidak sesuai lagi dengan kondisi sosial dan kemanusiaan, tidak
kontekstual dan bersifat ekskusif (h. Pendahuluan).
5. Karya para
‘ulama’ klasik yang diskriminatif, tidak manusiawi, melahirkan ketegangan antar
umat beragama, melahirkan kekerasan, berpihak kepada kepentingan dan untuk
mengokohkan penguasa (h. 168, dll).
Berikut ini adalah bahasan untuk poin 4 dan poin 5
sekaligus:
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada satupun diantara
kita yang bersih dari perbuatan maksiat, tidak ada satupun diantara kita yang
mampu untuk terus menerus menjaga kebersihan hati kita serta tidak ada satupun
diantara kita yang mampu untuk terus menerus menjaga ketundukan hawa nafsu kita
pada bimbingan Allah SWT. Sehingga wajar jika ada ungkapan dalam Bahasa Arab: “Al-insaanu
mahallu al-khatha’ wa an-nisyaan” yang artinya adalah bahwa “manusia itu
tempatnya salah dan lupa”.
Kecuali para nabi dan rasul saja yang ma’shum
(terpelihara dari dosa/kemaksiatan/kesalahan/kekhilafan). Sebab jika para nabi
dan rasul tidak ma’shum (dalam hal penyampaian risalah), maka rusaklah nilai
kenabian dan kerasulan secara keseluruhan karena risalah yang seharusnya
berfungsi sebagai petunjuk ke jalan yang lurus, telah menyimpang. Hal ini juga berarti:
Allah telah membiarkan para utusannya untuk menyesatkan umat manusia. (Subhanallah,
Maha Suci Allah dari sifat yang demikian!).
Nah karena mereka para ‘ulama’ klasik adalah juga manusia
biasa yang tidak ma’shum/yang tak luput dari
dosa/kemaksiatan/kesalahan/kekhilafan, maka meyakini kebenaran semua
pendapat/buku-buku karya mereka secara mutlak adalah sikap yang kurang tepat.
Sebaliknya, mengingkari kebenaran semua pendapat/buku-buku karya mereka adalah
juga sikap yang tidak benar. Karena bagaimanapun juga, mereka para ‘ulama’
klasik tersebut adalah para pewaris nabi.
Saudaraku,
Ada satu hal yang harus kita
perhatikan, bahwa dalam mencari ilmu agama maka sanadnya (mata rantainya) harus
sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sebagai sumbernya ilmu (dan
mereka para ‘ulama’ klasik tersebut adalah salah satu mata rantainya). Janganlah
mengambil ilmu agama dari seseorang yang sanad ilmunya terputus (tidak sampai
kepada Rasulullah SAW). Yah, ketika kita menuntut ilmu agama, maka ilmu yang
didapat tersebut haruslah disandarkan kepada gurunya, gurunya gurunya, gurunya
gurunya gurunya, demikian seterusnya hingga sampai kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW. bersabda:
وَإِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا
دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ
أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Dan
sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi dan sesungguhnya para nabi
tidak pernah mewariskan dinar dan tidak pula dirham, akan tetapi mereka
mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya, sungguh dia telah
mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah).
‘Ulama’ pewaris nabi artinya
menerima ilmu dari ‘ulama’ sebelumnya yang tersambung terus hingga sampai kepada
Rasulullah SAW.
Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al Anbiyaa’ ayat 7, kita
diperintahkan untuk bertanya kepada orang-orang yang berilmu, jika kita tiada
mengetahui.
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِي
إِلَيْهِمْ فَاسْئَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٧﴾
“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad),
melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka
tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada
mengetahui”. (QS. Al Anbiyaa’. 7).
Saudaraku,
Menolak semua karya para ‘ulama’ yang
sholeh terdahulu, maka bisa dipastikan bahwa peluang terjadinya penyimpangan dari ajaran Islam akan terbuka lebar. Karena dipastikan yang bersangkutan hanya akan menduga-duga saja
terhadap segala sesuatu yang tidak diketahuinya tentang ilmu agama. Hal ini karena
yang bersangkutan akan lebih bersandar pada akal pikirannya sendiri atau sanad
ilmunya akan terputus hanya sampai pada akal pikirannya sendiri/tidak sampai kepada Rasulullah SAW. (na’udzubillahi
mindzalika!). Perhatikan firman Allah dalam dua ayat berikut ini:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ
أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَـــٰـهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ ﴿٧١﴾
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti
binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami
telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari
kebanggaan itu”. (QS. Al Mu’minuun. 71).
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن
سَبِيلِ اللهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
﴿١١٦﴾
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di
muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah)”. (QS. Al An’aam. 116).
6. Untuk menjalin
hubungan dan toleransi antar umat beragama, FLA menganjurkan agar umat Islam
menghadiri upacara keagamaan dan hari-hari besar agama lain (h. 85),
mengucapkan selamat natal kepada non-muslim (h. 66) dan do’a bersama antar umat
beragama (h. 89).
6a. Untuk menjalin hubungan dan
toleransi antar umat beragama, FLA menganjurkan agar umat Islam menghadiri
upacara keagamaan dan hari-hari besar agama lain (h. 85).
Saudaraku,
Dalam konteks hubungan
sosial-kemasyarakatan, pergaulan dengan non-muslim (apapun agamanya) tidaklah dilarang
dalam agama Islam, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Mumtahanah ayat 8 berikut
ini:
لَا
يَنْهَــٰـكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَــٰـتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَــٰــرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾
”Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al
Mumtahanah. 8).
Dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka, hal
ini justru bisa kita jadikan sebagai sarana untuk mengenalkan Islam kepada
mereka sehingga akan timbul rasa simpati di hati mereka dan tidak muncul dugaan
negatif kepada Islam, karena sesungguhnya Islam itu tidak identik dengan
kekerasan. (Semoga Allah menjadikan kita sebagai jalan hidayah bagi orang
lain. Amin!).
Meskipun demikian, dalam urusan
aqidah/keyakinan,
sesungguhnya antara yang muslim dengan non-muslim harus ada batas/pemisahan yang
jelas. Dalam urusan aqidah/keyakinan,
biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan
masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama, tidak boleh ada intervensi
(campur tangan) dari pihak lain.
Yang saya maksud dengan kerja
sama di sini, antara lain: orang-orang yang beragama Hindu bekerjasama dengan
orang-orang Nasrani menyembah Yesus, dst. Sedangkan yang saya maksud dengan
intervensi, antara lain: kita ikut mengatur/memasukkan unsur-unsur Islam dalam
peribadatan mereka yang non-muslim atau sebaliknya. Contohnya: setiap memulai
peribadatan mereka yang non-muslim, kita paksakan untuk membaca basmalah. Atau
sebaliknya, ketika seseorang hendak sholat di masjid, kemudian orang lain yang
non-muslim telah memaksakannya untuk memakai salib. Atau dilakukan kompromi:
saat ini seorang muslim dipersilahkan menyembah Allah, tetapi lain waktu
menyembah sembahan-sembahan mereka selain Allah. Demikian juga mereka yang
non-muslim melakukan hal yang sama secara bergantian sebagai jalan tengahnya
untuk menuju kedamaian.
Jadi, biarlah semuanya
berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebagaimana
sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6 berikut
ini:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al
Kaafiruun: 6).
Oleh karenanya, dalam bertoleransi cukuplah
kita mengatakan: ”Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”. Kalau
mereka mau merayakan ibadah Natal (bagi yang beragama Nasrani), biarlah mereka
merayakannya tanpa adanya gangguan dari kita. Demikian juga halnya ketika
mereka mau merayakan Waisak (bagi yang beragama Buddha), Nyepi (bagi yang
beragama Hindu), dst., biarlah mereka merayakannya tanpa adanya gangguan dari
kita. Dalam urusan akidah/keyakinan, biarlah semuanya berjalan
sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing.
6b. FLA menganjurkan agar umat Islam
mengucapkan selamat natal kepada non-muslim (h. 66).
Saudaraku,
Natalan, meskipun berkaitan
dengan Nabi Isa Al-Masih, namun beliau telah dirayakan oleh umat Nasrani yang
pandangannya terhadap Nabi Isa Al-Masih sangat berbeda dengan pandangan Islam.
Oleh karena itu, mengucapkan
"Selamat Natal" atau menghadiri perayaannya, dapat menimbulkan
kesalahpahaman dan dapat mengantarkan kepada pengkaburan akidah. Hal ini dapat
dipahami sebagai pengakuan akan “ketuhanan” Nabi Isa Al-Masih, satu keyakinan
yang secara mutlak bertentangan dengan akidah Islam. Oleh karenanya, kita harus
mengambil sikap tegas: dengan tidak memberikan ucapan selamat Natal kepada kaum
Nasrani atau menghadiri perayaannya!
Saudaraku,
Mereka meyakini Isa AS. sebagai Tuhan, bagaimana mungkin
kita memberi ucapan selamat kepada mereka? Apalagi sampai ikut merayakannya?
6c. FLA menganjurkan agar umat Islam
melakukan do’a bersama antar umat beragama (h. 89).
Saudaraku,
Terkait larangan untuk melakukan do’a bersama antar umat
beragama, hal ini secara tidak langsung sudah dijelaskan pada uraian sebelumnya
(baca kembali penjelasan tentang larangan untuk menghadiri upacara keagamaan
dan hari-hari besar agama lain pada poin 6a di atas).
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَــٰــنَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـــٰــئِكَ لَهُمُ
الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ ﴿٨٢﴾
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al
A’aam. 82).
7. Pernikahan beda
agama (muslimah dengan non-muslim) dianjurkan (h. 153), hukum terhalangnya hak
waris beda agama harus diganti (h. 165).
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa Al Qur’an telah secara tegas menyatakan
bahwa wanita muslimah tidak halal dinikahi oleh laki-laki kafir dan laki-laki
kafir juga tidak halal menikahi wanita muslimah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَــٰتُ مُهَــٰجِرَٰتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيمَـــٰنِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَــٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا
هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَءَاتُوهُم مَّا أَنفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَن
تَنكِحُوهُنَّ إِذَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ
الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُواْ مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ذَٰلِكُمْ حُكْمُ اللهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٠﴾
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah
kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan
mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.
Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan
tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya.
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu
bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah
hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”. (QS. Al Mumtahanah. 10).
Sedangkan terkait dengan pandangan JIL bahwa hukum
terhalangnya hak waris beda agama harus diganti, hal ini secara tidak langsung
sudah dijelaskan pada uraian sebelumnya (baca kembali penjelasan tentang
kesalahan pandangan JIL bahwa teks Al Qur’an yang bertentangan dengan problem
kemanusiaan tidak dapat digunakan, pada poin 2 di atas).
8. Konsep Ahlu
Dzimmah dan Jizyah adalah diskriminatif dan merupakan titik rawan hubungan
antar umat beragama (h. 145-150).
قَـــٰـتِلُواْ الَّذِينَ
لَا يُؤْمِنُونَ بِاللّٰهِ وَلَا
بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلَا
يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُواْ الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَــٰـغِرُونَ ﴿٢٩﴾
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah
dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang
telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”.
(QS. At Taubah. 29).
Yang dimaksud dengan Ahludz-Dzimmah atau kafir dzimmi
yaitu orang non-muslim yang memilih tidak diperangi, tetapi memilih hidup serta
tinggal di bawah perlindungan pemerintahan Islam. Sedangkan yang dimaksud
dengan Jizyah ialah pajak yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang
yang bukan Islam sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka. Dan yang dimaksud
dengan Daarul Islam yaitu suatu negeri yang didalamnya diterapkan hukum-hukum
Islam, diperintah oleh pemerintahan Islam dan memberikan perlindungan dan
kekuatan bagi kaum muslimin.
Saudaraku,
Pengambilan jizyah adalah terkait dengan izin dan
legalitas yang diberikan oleh Negara Islam kepada orang kafir yang menjadi
Ahludz-Dzimmah. Dzimmah adalah jaminan negara kepada mereka yang dianggap
“orang asing” untuk menetap di wilayah Daarul Islam dengan tetap bebas menjadi
orang kafir, berakidah, beribadah, berpakaian, makan, minum dan menikah dengan
tata cara kufur dan bukan tata cara Islam. Mereka tidak akan dipaksa untuk
meninggalkan semuanya itu. Untuk mendapatkan jaminan tersebut, maka mereka diwajibkan
membayar jizyah kepada negara. Namun, di luar tata cara tersebut, semua warga
negara baik yang muslim maupun non-muslim wajib tunduk dan patuh pada sistem
perundang-undangan negara. Inilah jaminan atau dzimmah yang diberikan oleh
Islam kepada mereka.
Perlu ditambahkan, bahwa orang kafir hanya dikenakan
jizyah. Jika mereka mempunyai tanah pertanian maka selain jizyah, mereka harus
membayar kharaj (الْخَرَاجُ), sebagai
kompensasi dari penghasilan tanah pertanian mereka. Namun, mereka tidak terkena
dharîbah (الضَّرِيْبَةُ) / pajak
atau pungutan.
Sebaliknya, orang Islam dikenakan zakat fitrah per kepala
dan zakat mal untuk harta mereka. Untuk tanah pertanian mereka, mereka akan
dikenakan ‘usyr (الْعُشْرُ) jika tanah mereka berstatus tanah ‘usyriyyah atau kharaj jika
tanah mereka berstatus tanah kharajiyyah.
Selain itu jika APBN negara defisit, negara bisa
mengambil dharîbah dari umat Islam, khusus untuk laki-laki, balig, dewasa dan
mampu. Lalu di mana letak ketidak-adilan jizyah bagi orang non-Muslim?
Catatan:
√ Yang dimaksud al-kharaj adalah apa
yang ditetapkan atas pemilik tanah dalam bentuk pungutan yang harus ditunaikan.
√ Yang dimaksud dengan al-‘usyr
secara bahasa berarti sepersepuluh. Dalam prakteknya, sepersepuluh yang
dimaksud adalah nilai harta yang dipungut dari pedagang, atau dari hasil bumi.
Demikian kajian yang bisa kuberikan terkait ajaran-ajaran
Jaringan Islam Liberal (JIL) yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Ya
Tuhan kami,
Lindungilah
kami ketika kami membaca ayat-ayat-Mu dari godaan syaitan yang terkutuk agar
kami senantiasa berada dalam jalan-Mu yang lurus. Amin, ya rabbal ‘alamin!
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْءَانَ
فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَــٰنِ الرَّجِيمِ ﴿٩٨﴾
”Apabila kamu membaca Al Qur'an,
hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (QS. An Nahl. 98).
Ya Tuhan kami,
Tunjukilah kami, sehingga kami
senantiasa dapat menjaga cahaya kebenaran ini setelah
pengetahuan datang kepada kami hingga akhir hayat kami.
... رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا
إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٨﴾
"... Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya
kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu". (QS.
At Tahrim. 8).
Semoga bermanfaat.
{Tulisan
ke-2 dari 2 tulisan}