Assalamu’alaikum wr. wb.
Alkisah, Ibu Nafilah adalah seorang ibu rumah tangga yang
saat ini sangat memerlukan suatu barang tertentu. Kebutuhan akan barang
tersebut adalah sedemikian mendesaknya, namun apa dikata, ternyata keberadaan
barang tersebut sangatlah langka. Hingga setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya
bertemulah Ibu Nafilah dengan Pak Fulan, satu-satunya orang yang memiliki
barang tersebut di daerah itu.
Ibu
Nafilah : Berapa harga per kg-nya?
Pak Fulan : Rp 10.000,-
Ibu
Nafilah : Pas 10.000 rupiah?
Pak Fulan : Ya, benar. Harga tidak akan dinaikkan!
Ibu
Nafilah : Kapan saya bisa mendapatkan
barang itu?
Pak Fulan : Nanti sore, saya tunggu di rumah.
Sore
harinya :
Pak Fulan : Ini Bu, barangnya. Rp 12.000,- per kg!
Ibu
Nafilah : Lho, katanya Rp 10.000,- per kg!
Pak Fulan : Ya, adanya segitu Bu. Kalau nggak mau, ya
sudah.
Karena Ibu Nafilah sangat memerlukan barang tersebut
sementara dia tidak bisa membeli dari orang lain (karena Pak Fulan adalah
satu-satunya orang yang memiliki barang tersebut di daerah itu), maka terpaksa
dia ambil juga barang tersebut dengan harga Rp 12.000,- per kg. Namun hatinya
tetap tidak ridho atas tambahan sebesar Rp 2.000,- per kg, karena Pak Fulan
telah ingkar janji.
MARI KITA KAJI KASUS DI ATAS
Saudaraku,
Perhatikan betapa ringannya Pak Fulan mengingkari
janjinya. Padahal Allah SWT. telah mewajibkan setiap kita untuk memenuhi
janji-janji kita, dan sesungguhnya setiap janji
itu pasti akan dimintai pertanggungan jawabnya kelak, sebagaimana firman-Nya
dalam Al Qur’an surat Al Maa-idah pada bagian awal ayat 1 serta
surat Al Israa’ pada bagian akhir ayat 34:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ ...
﴿١﴾
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu...” (QS. Al Maa-idah. 1).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
olehmu perjanjian itu) baik perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan
Allah maupun dengan sesama manusia. ...”.
... وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ
مَسْؤُولًا ﴿٣٤﴾
“... dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al Israa’. 34).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(... dan penuhilah janji) jika kalian
berjanji kepada Allah atau kepada manusia (sesungguhnya janji itu pasti akan
diminta pertanggungjawaban)nya”.
Ini artinya: karena sebelumnya Pak Fulan telah berjanji
untuk menjual barangnya dengan harga Rp 10.000,- per kg kepada Ibu Nafilah
namun kemudian Pak Fulan mengingkari janjinya, sementara karena Pak Fulan
adalah satu-satunya orang yang memiliki barang tersebut di daerah itu sehingga Ibu
Nafilah-pun terpaksa membeli juga barang tersebut dengan harga Rp 12.000,- per
kg namun hatinya tetap tidak ridho atas tambahan sebesar Rp 2.000,- per kg
tersebut, maka menjadi tanggung-jawab Pak Fulan untuk mengembalikan Rp 2.000,-
dari setiap kg pembelian barang tersebut.
Jika Pak Fulan tidak
bersedia untuk mengembalikannya ketika dia masih hidup di dunia ini (atau minta dihalalkan), maka
kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya.
Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam 2 hadits berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ. (رواه ابو داود)
“Tidak halal harta seorang
muslim kecuali dengan kerelaan dari dirinya.” (HR. Abu Dawud).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
كَانَ عِنْدَهُ لِأَخِيْهِ مَظْلَمَةٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ
لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا. إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ
مِنْ حَسَناَتِهِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٍ
أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ. (رواه البخارى)
“Siapa yang memiliki kezaliman
terhadap saudaranya, hendaklah ia meminta kehalalan saudaranya tersebut pada
hari ini, sebelum datang suatu hari saat tidak berlaku lagi dinar dan tidak
pula dirham. Jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai
dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang
dizaliminya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan, akan diambil kejelekan
saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.” (HR. al-Bukhari).
Ya, jika Pak Fulan tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup
di dunia ini, maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya. Jika ia memiliki
amal saleh, maka akan
diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang telah diperbuatnya lalu
diserahkan kepada orang yang dizaliminya. Sedangkan apabila ia tidak memiliki kebaikan, maka akan diambil
kejelekan saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.
Sekali lagi, apabila pahala kebaikannya tidak mencukupi
untuk menebus dosa-dosa kejahatan yang telah dilakukannya, maka diambillah
dosa-dosa orang yang dizaliminya itu dan dibebankan kepadanya, lalu dia
dilempar ke dalam neraka. Maka jadilah dia orang yang bangkrut dengan
sebenar-benarnya. (Na’udzubillahi
mindzalika!).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: اَلْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي
مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي
قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا،
وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ،
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ
خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ. (رواه مسلم)
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Para sahabat menjawab,
‘Setahu kami orang yang bangkrut itu adalah orang yang tak punya harta benda.’
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, ‘Sesungguhnya
orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat
dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, namun dia juga membawa catatan
dosa; mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, membunuh si ini,
dan memukul si ini. Akhirnya, pahala kebaikan yang dimilikinya diberikan kepada
masing-masing orang yang dijahatinya itu (sebagai balasannya). Manakala pahala
kebaikannya itu tidak mencukupi untuk menebus dosa kejahatan yang dilakukannya,
diambillah dosa-dosa orang yang dijahatinya itu dan ditimpakan kepadanya, lalu
dia dilempar ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 2581)
Saudaraku,
Jika tanggung jawab Pak Fulan saja (akan janji-janjinya) sudah
demikian besarnya, maka bisa dibayangkan betapa luar biasa beratnya jika karena
keinginan seseorang agar terpilih sebagai kajur, dekan atau rektor pada sebuah
perguruan tinggi atau karena keinginan seseorang agar terpilih sebagai kepala
daerah maupun kepala negara/presiden, kemudian yang bersangkutan telah membuat
janji yang serupa dengan janjinya Pak Fulan kepada seluruh warga kampus atau
kepada seluruh warga negara, kemudian pada akhirnya dia ingkari janjinya tersebut
saat terpilih!
Contoh 1: seorang calon rektor telah berjanji kepada
seluruh warga kampus bahwa jika dia terpilih menjadi rektor, maka tarif
pemakaian internet kampus sebesar Rp 0,- (alias gratis) akan tetap dia pertahankan.
Namun saat dirinya terpilih, dengan mudahnya dia ingkari janjinya dengan
memberikan tarif pemakaian internet kampus sebesar Rp 5.000,- per bulan. Maka menjadi
tanggung-jawabnya untuk mengembalikan Rp 5.000,- dari setiap bulan pemakaian
internet kampus oleh warga kampus bagi setiap warga kampus yang tidak ridho
dengan kenaikan tarif tersebut. Jika dia tidak
bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup di dunia ini (atau minta
dihalalkan), maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya.
Jika ia memiliki amal saleh, maka akan diambil dari
kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang telah diperbuatnya lalu
diserahkan kepada setiap warga kampus yang dizaliminya. Sedangkan apabila pahala
kebaikannya tidak mencukupi untuk menebus dosa-dosa yang telah dilakukannya, maka
diambillah dosa-dosa setiap warga kampus yang dizaliminya itu dan dibebankan
kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka. Maka jadilah dia orang yang
bangkrut dengan sebenar-benarnya (sebagaimana yang terjadi pada Pak Fulan pada
kisah di atas)! Na’udzubillahi
mindzalika.
Contoh 2: seorang calon kepala daerah telah berjanji kepada
seluruh warganya bahwa jika dia terpilih menjadi kepala daerah, tarif PDAM
sebesar Rp 2.500 per m3 akan tetap dia pertahankan. Namun saat dirinya
terpilih, dengan mudahnya dia ingkari janjinya dengan menaikkan tarifnya
menjadi Rp 3.000 per m3. Maka menjadi tanggung-jawabnya untuk
mengembalikan Rp 500,- dari setiap m3 air PDAM yang dibeli oleh
warga bagi setiap warga yang tidak ridho dengan kenaikan tarif tersebut. Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup
di dunia ini (atau minta dihalalkan), maka kelak di akhirat nanti dia tetap
harus mengembalikannya.
Jika ia memiliki amal saleh, maka akan diambil dari
kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang telah diperbuatnya lalu
diserahkan kepada setiap warga yang dizaliminya. Sedangkan apabila pahala
kebaikannya tidak mencukupi untuk menebus dosa-dosa yang telah dilakukannya, maka
diambillah dosa-dosa setiap warga yang dizaliminya itu dan dibebankan
kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka. Maka jadilah dia orang yang
bangkrut dengan sebenar-benarnya (sebagaimana yang terjadi pada Pak Fulan pada
kisah di atas). Na’udzubillahi
mindzalika!
Contoh 3: seorang calon kepala negara telah berjanji kepada
warganya bahwa jika dia terpilih menjadi kepala negara, harga BBM sebesar Rp
6.000,- per liter akan tetap dia pertahankan. Namun saat dirinya terpilih,
dengan mudahnya dia ingkari janjinya dengan menaikkan harga BBM menjadi Rp
7.000 per liter. Maka menjadi tanggung-jawabnya untuk mengembalikan Rp 1.000,-
dari setiap liter BBM yang dibeli oleh warga bagi setiap warga yang tidak ridho
dengan kenaikan tarif tersebut. Jika dia tidak
bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup di dunia ini (atau minta
dihalalkan), maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya.
Jika ia memiliki amal saleh, maka akan diambil dari
kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang telah diperbuatnya lalu
diserahkan kepada setiap warga yang dizaliminya. Sedangkan apabila pahala
kebaikannya tidak mencukupi untuk menebus dosa-dosa yang telah dilakukannya, maka
diambillah dosa-dosa setiap warga yang dizaliminya itu dan dibebankan
kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka. Maka jadilah dia orang yang
bangkrut dengan sebenar-benarnya (sebagaimana yang terjadi pada Pak Fulan pada
kisah di atas). Na’udzubillahi
mindzalika!
---
Saudaraku,
Memang begitulah kenyataannya. Begitu banyak di antara
kita yang dengan senang hati (bahkan berusaha keras untuk mencari kesempatan)
agar dapat menukar kesenangan yang sedikit selama masa hidup kita yang teramat
singkat di dunia ini, dengan kesulitan yang tiada tara, kelak di alam akhirat
nanti. Na’udzubillahi mindzalika!
قُلْ
إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿١٥﴾
Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari
yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku". (QS. Al An’aam.
15).
Saudaraku,
Silahkan berjanji, namun berjanjilah pada perkara yang
sekiranya mudah bagi kita untuk memenuhinya!
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Pak Fulan dan Ibu Nafilah pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon
ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas.