بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 01 November 2015

OPTIMALKAN SUAMI/ISTERI KITA UNTUK MERAIH RIDHO-NYA



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Marilah kita bersama-sama merenungi perjalanan hidup sepasang suami-isteri selama di dunia ini:

√ Bagi sepasang suami-isteri, khususnya bagi suami yang bekerja sendirian (isteri tidak bekerja), maka sang istri tidak boleh memberikan harta suaminya kepada siapapun, kecuali dengan izinnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي الْمَرْأَةِ تَصَدَّقُ مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا قَالَ لَا إِلَّا مِنْ قُوتِهَا وَالْأَجْرُ بَيْنَهُمَا وَلَا يَحِلُّ لَهَا أَنْ تَصَدَّقَ مِنْ مَالِ زَوْجِهَا إِلَّا بِإِذْنِهِ. (رواه ابو داود)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, tentang seorang wanita yang bersedekah dari rumah suaminya, ia berkata: "Tidak dibolehkan kecuali dari makanannya sendiri, dan ganjarannya dibagi untuk keduanya (istri dan suami). Tidak dihalalkan bagi istri untuk bersedekah dari harta suaminya kecuali atas izinnya”. (HR. Abu Dawud).

Larangan memberikan harta suami kepada orang lain itu demikian ditekankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai sekedar memberikan makananpun juga dilarang tanpa seizin suami.

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا شُرَحْبِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْخَوْلَانِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خُطْبَتِهِ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ يَقُولُ لَا تُنْفِقُ امْرَأَةٌ شَيْئًا مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَا الطَّعَامُ قَالَ ذَاكَ أَفْضَلُ أَمْوَالِنَا. (رواه الترمذى)
Hannad menceritakan kepada kami, Ismail bin Ayasi memberitahukan kepada kami bahwa Syurahbil bin Muslim Al Bahil berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda didalam khutbahnya pada haji wada': “Janganlah seorang istri menginfakkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali dengan izinnya”. Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, tidak juga makanan?” Beliau menjawab: “Makanan adalah harta kita yang paling utama”. (HR. At-Tirmidzi).

Namun ketika suami telah wafat, maka sang isteri dan anak-anaknya (beserta ahli waris lainnya, jika ada) bebas menggunakan harta tersebut tanpa memerlukan izin dari suami karena setelah suami meninggal, maka kepemilikan harta tersebut telah berpindah kepada ahli warisnya yang berhak.

√ Bagi sepasang suami-isteri, saat suami masih hidup dan belum bercerai, maka isteri tidak boleh menikah lagi karena Islam mengharamkan poliandri, yaitu satu istri bersuamikan dua orang atau lebih.

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ ... ﴿٢٤﴾
“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. ...”. (QS. An Nisaa’. 24).

Namun ketika suami telah wafat, maka sang isteri boleh menikah lagi dengan laki-laki lain setelah melewati masa iddahnya.

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿٢٣٤﴾
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis `iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”. (QS. Al Baqarah. 234).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Orang-orang yang wafat) atau meninggal dunia (di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka menangguhkan), artinya hendaklah para istri itu menahan (diri mereka) untuk kawin setelah suami mereka yang meninggal itu (selama empat bulan dan sepuluh), maksudnya hari. Ini adalah mengenai wanita-wanita yang tidak hamil. Mengenai yang hamil, maka iddah mereka sampai melahirkan kandungannya berdasarkan ayat At-Thalaq, sedangkan bagi wanita budak adalah setengah dari yang demikian itu, menurut hadis. (Apabila waktu mereka telah sampai), artinya habis masa idahnya, (mereka tiada dosa bagi kamu) hai para wali (membiarkan mereka berbuat pada diri mereka), misalnya bersolek dan menyiapkan diri untuk menerima pinangan (secara baik-baik), yakni menurut agama. (Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu lakukan), baik yang lahir maupun yang batin”.

Bolehnya menikah lagi itu menunjukkan bahwa sang istri memang sudah bukan lagi berstatus istri almarhum. Seandainya statusnya masih istri almarhum, tentu tidak boleh menikah dengan laki-laki lain, karena Islam mengharamkan poliandri (sebagaimana penjelasan di atas).

√ Bagi sepasang suami-isteri, saat suami masih hidup, saat anak perempuannya akan menikah, maka dia memerlukan ijin darinya selaku wali nikahnya.

قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ. (رواه الترمذى)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak sah suatu pernikahan, kecuali dengan wali”. (HR. At-Tirmidzi).

Namun ketika suami telah wafat, maka saat sang anak perempuannya akan menikah, dia tidak lagi memerlukan ijin darinya karena statusnya sebagai wali nikah telah digantikan oleh orang lain (sesuai dengan urutan wali nikah, yaitu: 1. ayah kandung, 2. kakek, atau ayah dari ayah dan seterusnya ke atas, 3. saudara (kakak/adik laki-laki) seayah dan seibu, 4. saudara (kakak/adik laki-laki) seayah saja, 5. anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah dan seibu, 6. anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah saja, 7. saudara laki-laki ayah, dan 8. anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah/sepupu).

Demikian seterusnya. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kepemilikan seorang suami terhadap hartanya serta terhadap isteri dan anak-anaknya, hanyalah sebatas nyawa masih dikandung badan (tentunya hal ini juga berlaku bagi seorang isteri).

Karena ketika seseorang telah wafat, maka semuanya itu akan dia tinggalkan untuk kemudian dia akan melanjutkan perjalanan berikutnya (di alam kubur) sendirian. Hingga pada tahap selanjutnya, dia akan datang menghadap kepada Allah SWT. dengan sendiri-sendiri untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya.

وَكُلُّهُمْ ءَاتِيهِ يَوْمَ الْقِيَــٰــمَةِ فَرْدًا ﴿٩٥﴾
“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”. (QS. Maryam. 95).

Setelah berada di Padang Mahsyar, maka selanjutnya semua akan dihisab satu persatu.

إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ ﴿٢٥﴾ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ ﴿٢٦﴾
”Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al Ghaasyiyah. 25). ” kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.”. (QS. Al Ghaasyiyah. 26).

Saudaraku,
Dari uraian di atas, nampaklah bahwa kebersamaan kita dengan pasangan hidup kita ternyata sangatlah sebentar. Karena berapapun usia kita saat ini, sesungguhnya sisa umur kita tetaplah sangat sedikit. Karena kita tidak tinggal di dunia ini, melainkan hanya sebentar saja.

قَالَ إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَّوْ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١١٤﴾
Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui". (QS. Al Mu’minuun. 114).

Ayat tersebut semakin menegaskan, bahwa sesungguhnya kebersamaan kita dengan pasangan hidup kita (suami/isteri kita) ternyata sangatlah sebentar saja, meskipun kebersamaan ini dapat bertahan hingga akhir hayat kita, karena kita tidak tinggal di dunia ini melainkan hanya sebentar saja.

Saudaraku,
Karena fakta menunjukkan bahwa kebersamaan kita dengan pasangan hidup kita di dunia ini ternyata sangatlah sebentar, maka optimalkan suami/isteri kita (yang kebersamaannya dengan kita di dunia ini sangatlah sebentar) untuk meraih ridho-Nya. Yaitu dengan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi segala yang menjadi hak suami/isteri kita, yang kesemuanya itu kita lakukan semata-mata karena mencari keridhaan-Nya agar kita bisa mendapatkan tempat kesudahan yang baik.

وَالَّذِينَ صَبَرُواْ ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُواْ الصَّلَاةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقْنَــٰـهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَؤُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَـــٰــئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ ﴿٢٢﴾
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)”, (QS. Ar Ra’d. 22).

جَنَّـــٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّـــــٰــتِهِمْ وَالْمَلَـــٰــئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾
“(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu”; (QS. Ar Ra’d. 23).

سَلَـــٰمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ﴿٢٤﴾
“(sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar Ra’d. 24). "Salamun `alaikum bima shabartum" artinya: “Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu”.

Semoga bermanfaat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞