Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Dari artikel yang berjudul “Kesehatan Jasmani dan Ruhani”, diperoleh penjelasan bahwa sesungguhnya diri
kita ini terdiri dari 2 unsur, yaitu unsur materi (jasad kita yang terbuat dari
tanah) serta unsur ruhani yang menjadikan kita hidup. Agar kedua unsur tersebut sehat,
maka masing-masing
harus mendapat asupan gizi yang cukup.
Unsur Materi (Jasad Kita Yang Terbuat Dari Tanah)
Saudaraku,
Jika seseorang bisa mengatur pola makannya dengan baik sehingga tubuhnya mendapat
asupan gizi (protein, vitamin dan mineral) yang cukup, maka tubuhnya juga akan
sehat, kecuali jika terinfeksi penyakit.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tubuh seseorang mendapat
asupan gizi yang cukup, jika terinfeksi penyakit, maka tubuhnya juga bisa
sakit. Jika penyakit yang menginfeksi tubuh seseorang hanyalah penyakit yang
ringan saja sedangkan tubuh yang bersangkutan mendapat asupan gizi yang cukup,
maka pada umumnya penyakit tersebut akan bisa diatasi oleh sistem kekebalan
tubuh yang bersangkutan.
Namun jika
penyakit yang menginfeksi tubuh seseorang termasuk kategori penyakit
berat/ganas, maka penyakit tersebut bisa mengalahkan sistem kekebalan tubuh yang
bersangkutan, sehingga yang bersangkutan-pun akan menderita sakit. Dalam
kondisi seperti ini, maka yang bersangkutan sudah tidak bisa lagi hanya
mengandalkan sistem kekebalan tubuhnya untuk melawan penyakit tersebut. Dia
harus meminta bantuan dari pihak lain yaitu dengan berobat kepada dokter/tenaga
kesehatan lainnya, sebagai upaya untuk melawan penyakit tersebut (sebagai upaya
untuk mencari kesembuhan).
Meskipun demikian (meskipun seseorang telah berupaya
secara maksimal untuk melawan suatu penyakit tertentu dengan berobat kepada
dokter/tenaga kesehatan lainnya), jika penyakit yang dideritanya sudah
terlanjur parah/termasuk jenis penyakit kronis yang berbahaya bagi kesehatan
tubuh/sebab-sebab lainnya, belum tentu upayanya untuk melawan penyakit tersebut
berhasil sehingga kesembuhan yang diharapkan juga belum tentu bisa diperoleh.
Saudaraku,
Jika penyakit yang diderita oleh seseorang sudah terlanjur parah/termasuk jenis
penyakit kronis yang berbahaya bagi kesehatan tubuh/sebab-sebab lainnya
sehingga upaya untuk melawan penyakit yang dideritanya tersebut tidak membawa hasil
dan kesembuhan yang diharapkan tidak pernah diperoleh, maka pada akhirnya yang
bersangkutan akan memasuki tahap akhir dari sakit yang dideritanya, yaitu akan berjumpa
dengan kematian yang akan memisahkan ruh dengan jasadnya.
Saudaraku,
Demikianlah gambaran yang akan terjadi bagi siapa saja yang tubuhnya telah
terinfeksi suatu penyakit. Meskipun demikian, kita tidak perlu terlalu khawatir
dengan semuanya itu. Karena sakitnya
jasmani itu tak akan dibawa mati.
Artinya selama
kita telah berupaya untuk menjaga kesehatan tubuh kita dengan baik namun pada
akhirnya kita tetap menderita suatu penyakit (bahkan seandainya setelah kita
berupaya secara maksimal untuk melawan penyakit tersebut sebagai upaya untuk
mencari kesembuhan dan ternyata penyakit tersebut tetap tidak bisa disembuhkan
hingga pada akhirnya membawa kita ke pintu kematian), maka kita tidak akan
dimintai pertanggungjawaban atas penyakit tersebut di alam akhirat nantinya.
Terlebih lagi jika kita bisa menyikapinya dengan baik, yaitu bisa tabah/sabar dalam menghadapi penyakit yang menimpa
kita, maka penyakit tersebut justru akan menjadi penghapus
kesalahan-kesalahan/dosa-dosa kita sebagaimana pohon menggugurkan dedaunannya dan
surga sudah menanti kita kelak di kemudian hari.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ
الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ سُوَيْدٍ عَنْ
عَبْدِ اللهِ قَالَ دَخَلْتُ عَلَىٰ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ
إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا قَالَ أَجَلْ إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ
رَجُلَانِ مِنْكُمْ قُلْتُ ذَٰلِكَ أَنَّ
لَكَ أَجْرَيْنِ قَالَ أَجَلْ ذَٰلِكَ كَذَٰلِكَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا
كَفَّرَ اللهُ بِهَا سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا. (رواه
البخارى)
Telah menceritakan kepada kami
'Abdan dari Abu Hamzah dari Al A'masy dari Ibrahim At Taimi dari Al Harits bin
Suwaid dari Abdullah dia berkata; saya pernah menjenguk Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam ketika beliau sedang menderita sakit, lalu aku berkata: “Wahai
Rasulullah, sepertinya anda sedang merasakan sakit yang amat berat”. Beliau
bersabda: “Benar, rasa sakit yang menimpaku ini sama seperti rasa sakit yang
menimpa dua orang dari kalian”. Kataku selanjutnya: “Sebab itu anda mendapatkan pahala dua kali lipat”. Beliau menjawab: “Benar, seperti itulah, dan tidaklah seorang muslim yang tertimpa suatu
musibah (penyakit) atau yang lain, melainkan Allah akan menghapuskan
kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan dedaunannya”.
(HR. Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا
يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا
أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ. (رواه البخارى)
“Tiadalah seorang muslim yang ditimpa musibah dalam
bentuk kelelahan, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, dan kecemasan,
melainkan Allah menghapuskan darinya segala kesalahan dan dosa, hingga duri yang
menusuknya juga sebagai penghapus dosa.” (HR. al-Bukhari, no. 5318)
Unsur Ruhani
Saudaraku,
Sama dengan yang terjadi pada tubuh kita (sebagaimana telah dijelaskan pada
artikel sebelumnya), bahwa jika seseorang bisa mengatur ‘pola makannya’ dengan
baik sehingga ruhaninya mendapat ‘asupan gizi’ yang cukup, maka ruhaninya juga
akan sehat. Kecuali jika terinfeksi penyakit hati (sombong, ujub/kagum pada diri sendiri, iri,
dengki, riya, bakhil/kikir, syirik, dll).
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ruhani seseorang mendapat
‘asupan gizi’ yang cukup, jika terinfeksi penyakit hati, maka ruhaninya juga
bisa sakit. Jika penyakit hati yang menginfeksi tubuh seseorang hanyalah
penyakit hati yang ringan saja sedangkan ruhani yang bersangkutan mendapat
asupan gizi yang cukup, maka pada umumnya penyakit hati tersebut akan bisa
diatasi oleh ‘sistem kekebalan ruhani’ yang bersangkutan.
إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَــــٰتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ
لَّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ ﴿٢٧١﴾
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik
sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang
fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al Baqarah. 271).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتُمْ
لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ
مَرَّاتٍ، مَا تَقُولُونَ ذَٰلِكَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ؟ قَالُوا: لَا يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا. قَالَ: فَذًٰلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا. (رواه البخارى ومسلم)
“Apa pendapat kalian apabila ada sebuah sungai di
(hadapan) pintu salah seorang kalian yang ia mandi padanya sehari lima kali,
apa yang kalian katakan tentang hal itu, (apakah) masih tersisa kotorannya?” Mereka
(para sahabat) menjawab, “Tidak tersisa kotorannya sedikit pun.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seperti itulah perumpamaan shalat lima waktu,
Allah menghapus dengannya dosa-dosa.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku:
اتَّقِ
اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ
النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذى)
“Bertakwalah kepada Allah di
mana pun kamu berada. Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya
kebaikan akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang
mulia.” (HR. At-Tirmidzi)
Namun jika
penyakit hati yang menginfeksi ruhani seseorang termasuk kategori penyakit hati
yang berat/kronis/ganas, maka penyakit hati tersebut bisa mengalahkan ‘sistem
kekebalan ruhani’ yang bersangkutan, sehingga ruhaninya akan menderita sakit.
Dalam kondisi seperti ini, maka seseorang sudah tidak bisa lagi hanya
mengandalkan sistem kekebalan ruhaninya untuk melawan penyakit hati tersebut.
Dia harus meminta bantuan dari pihak lain, yaitu dengan bersegera datang kepada
Allah untuk bertaubat kepada-Nya. Dia harus kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dan dia juga harus mengikuti dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah sebelum
datang azab dari-Nya dengan tiba-tiba.
وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ
لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
(lagi)”. (QS. Az
Zumar. 54).
وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن
رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا
تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang
kamu tidak menyadarinya”, (QS. Az Zumar. 55).
Saudaraku,
Mengapa ketika seseorang terinfeksi penyakit
hati yang kronis/berat/ganas, dia harus bersegera datang kepada Allah untuk
bertaubat kepada-Nya, harus segera kembali
kepada Allah
dan berserah diri kepada-Nya, dan dia juga harus mengikuti dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah sebelum
datang azab dari-Nya? Karena hanya dengan jalan inilah, semua penyakit
hati yang berat/kronis/ganas tersebut bisa sembuh/hilang/terhapus sebelum ajal
menjemputnya.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه
الترمذى)
“Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla akan
menerima taubat seorang hamba selama ruhnya belum sampai di tenggorokan.” (HR.
At-Tirmidzi).
Itu artinya jika seseorang tidak bersegera datang kepada
Allah untuk bertaubat kepada-Nya, serta tidak segera kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya dan tidak segera mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah hingga ajal menjemputnya (manakala
dirinya telah terinfeksi penyakit hati yang kronis/berat/ganas), maka penyakit
hati yang kronis tersebut akan dibawanya sampai mati/sampai ke alam akhirat
nantinya. Sehingga diapun akan dimintai pertanggungjawaban atas segala penyakit
hati tersebut, karena setelah ajal menjemput seseorang, pintu taubat telah
tertutup untuknya dan taubatnya tidak akan diterima untuk
selama-lamanya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَظَّمَ فِى نَفْسِهِ وَاَجْتَالَ فِى مِشْيَتِهِ
لَقِىَ اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ (رواه أحمد)
“Siapa yang merasa dirinya
besar, lalu sombong dalam jalannya, maka ia akan menghadap pada Allah, sedang
Allah murka padanya”. (HR. Ahmad). Na’udzubillahi mindzalika!
وَلَا تَتَمَنَّوْاْ مَا فَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ
عَلَىٰ بَعْضٍ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُواْ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ
مِّمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْئَلُواْ اللهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمًا ﴿٣٢﴾
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi
para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”. (QS. An Nisaa’. 32).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan janganlah kamu mengangan-angankan
karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu dari sebagian lainnya) baik
dari segi keduniaan maupun pada soal keagamaan agar hal itu tidak menimbulkan
saling membenci dan mendengki. (Bagi laki-laki ada bagian) atau pahala (dari
apa yang mereka usahakan) disebabkan perjuangan yang mereka lakukan dan
lain-lain (dan bagi wanita ada bagian pula dari apa yang mereka usahakan)
misalnya mematuhi suami dan memelihara kehormatan mereka. Ayat ini turun ketika
Umu Salamah mengatakan, "Wahai! Kenapa kita tidak menjadi laki-laki saja,
hingga kita dapat berjihad dan beroleh pahala seperti pahala laki-laki,"
(dan mohonlah olehmu) ada yang memakai hamzah dan ada pula yang tidak (kepada
Allah karunia-Nya) yang kamu butuhkan niscaya akan dikabulkan-Nya.
(Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) di antaranya siapa
seharusnya yang beroleh karunia, begitu pula permohonan kamu kepada-Nya”. (QS.
An Nisaa’. 32).
... إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
﴿٣٦﴾
“... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri”, (QS. An Nisaa’. 36)
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ
وَيَكْتُمُونَ مَا ءَاتَـــٰـهُمُ اللهُ مِن
فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَـــٰــفِرِينَ عَذَابًا
مُّهِينًا ﴿٣٧﴾
“(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat
kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka.
Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan”. (QS.
An Nisaa’. 37)
وَالَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَـاءَ النَّاسِ
وَلَا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَن يَكُنِ الشَّيْطَــــٰنُ لَهُ قَرِينًا فَسَاءَ قَرِينًا ﴿٣٨﴾
“Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka
karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya,
maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya”. (QS. An Nisaa’. 38)
Terlebih lagi jika yang menginfeksi ruhani seseorang
adalah penyakit hati yang paling berat, yaitu syirik.
Jika seseorang tidak bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat
kepada-Nya serta tidak segera kembali
kepada Allah
dan berserah diri kepada-Nya dan
tidak segera mengikuti dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah hingga ajal menjemputnya, maka dia akan tetap dalam keadaan syirik/tetap dalam keadaan mempersekutukan Allah (dia akan
tetap dalam kekafiran/dalam keadaan tidak beriman) untuk selama-lamanya. Dan
Allah tidak akan pernah mengampuninya, sehingga dia akan kekal di dalam api
neraka untuk selama-lamanya. Na’udzubillahi mindzalika!
إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik*, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48).
Pelajaran Untuk Kita Semua
Saudaraku,
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sakitnya jasmani itu tak akan dibawa mati. Artinya selama kita
telah berupaya untuk menjaga kesehatan tubuh kita dengan baik namun pada
akhirnya kita tetap menderita suatu penyakit (bahkan seandainya setelah kita
berupaya secara maksimal untuk melawan penyakit tersebut/sebagai upaya untuk
mencari kesembuhan, dan ternyata penyakit tersebut tetap tidak bisa disembuhkan
hingga pada akhirnya membawa kita ke pintu kematian), maka kita tidak akan
dimintai pertanggungjawaban atas penyakit tersebut di alam akhirat nantinya.
Berbeda dengan sakitnya
jasmani yang tak akan dibawa mati, sakitnya ruhani itu justru akan dibawa mati.
Artinya ketika seseorang telah terinfeksi penyakit hati kemudian yang
bersangkutan tidak bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat kepada-Nya
serta tidak segera kembali
kepada Allah
dan berserah diri kepada-Nya dan
tidak segera mengikuti dengan
sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah hingga ajal menjemputnya, maka penyakit hati tersebut akan dibawanya sampai
mati/sampai ke alam akhirat nantinya. Sehingga diapun akan dimintai
pertanggungjawaban atas segala penyakit hati tersebut, karena setelah
ajal menjemput seseorang, pintu taubat telah tertutup untuknya dan taubatnya
tidak akan diterima untuk selama-lamanya.
Jika sudah demikian, apakah
kita masih saja hanya fokus pada penyakit jasmani kemudian
mengesampingkan/melupakan/tidak perduli dengan segala macam penyakit hati yang
acapkali mendera ruhani kita? Na’udzubillahi
mindzalika!
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Syirik = mempersekutukan
Allah.