Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya
diri kita ini terdiri dari 2 unsur, yaitu unsur materi (jasad kita yang terbuat
dari tanah) serta unsur ruhani yang menjadikan kita hidup. Agar kedua
unsur tersebut sehat, maka masing-masing harus mendapat asupan gizi yang cukup.
Unsur Materi (Jasad Kita Yang Terbuat Dari Tanah)
Saudaraku,
Jika seseorang bisa mengatur pola makannya dengan baik sehingga tubuhnya mendapat
asupan gizi (protein, vitamin dan mineral) yang cukup, maka tubuhnya juga akan
sehat (kecuali jika terinfeksi penyakit).
Pada saat tubuh seseorang sehat, maka selera makannya
juga baik. Oleh karenanya ketika dihidangkan makanan di depannya (apalagi jika yang
dihidangkan adalah makanan lezat yang menjadi kesukaannya), tentunya dia akan
merasa sayang jika harus meninggalkannya begitu saja. Artinya dia akan segera
menyantapnya dengan suka cita.
Sebaliknya, jika seseorang terlalu larut dengan berbagai
kesibukan (atau karena sebab-sebab yang lainnya) sehingga tidak bisa mengatur
pola makannya dengan baik sehingga tubuhnya tidak mendapat asupan gizi (protein,
vitamin dan mineral) yang cukup, maka tubuhnya juga akan sakit.
Pada saat tubuh seseorang sakit, maka selera makannya
juga akan menurun. Bahkan selera makan tersebut bisa benar-benar hilang ketika seseorang
menderita sakit yang parah. Dalam kondisi seperti ini, ketika dihidangkan
makanan di depannya (meskipun yang dihidangkan adalah makanan lezat yang
menjadi kesukaannya), maka akan mudah dipahami jika dia hanya akan meliriknya
saja dan tidak tertarik untuk memberi respon positif. Artinya dia tak akan tertarik
untuk mencicipinya, apalagi sampai menyantapnya.
Unsur Ruhani
Saudaraku,
Sama dengan yang terjadi pada tubuh kita, jika seseorang bisa mengatur ‘pola
makannya’ dengan baik sehingga ruhaninya mendapat ‘asupan gizi’ yang cukup,
maka ruhaninya juga akan sehat (kecuali jika terinfeksi penyakit hati).
Sama dengan yang terjadi pada tubuh kita, pada saat
ruhani seseorang sehat, maka ‘selera makannya’ juga baik. Oleh karenanya ketika
dihidangkan sebuah hidangan di depannya, apalagi jika yang dihidangkan adalah hidangan
paling lezat dari Allah SWT., tentunya dia akan merasa sayang jika harus
meninggalkannya begitu saja. Artinya dia akan segera ‘menyantapnya’ dengan suka
cita.
Berikut ini adalah
beberapa ‘hidangan’
yang sangat baik
untuk ruhani kita:
1. Ayat-ayat Al Qur'an, bacalah, pahami,
hayati dan amalkan pesan-pesan moral dan spiritualnya dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Shalat wajib lima waktu,
laksanakanlah dengan
tepat waktu. Disamping itu, laksanakan pula shalat sunat secara
rutin, utamanya shalatul lail/shalat
sunat yang dikerjakan di
malam hari.
3. Berpuasa, mengawal hawa nafsu
dan bersabar.
4. Berzikir, lakukan secara
rutin
sepanjang waktu.
5. Bergaul dengan orang-orang
beriman dan beramal soleh.
Sebaliknya, jika seseorang terlalu larut dengan berbagai kesibukan (atau karena
sebab-sebab yang lainnya) sehingga dia tidak bisa mengatur ‘pola makannya’
dengan baik sehingga ruhaninya tidak mendapat ‘asupan gizi’ yang cukup, maka ruhaninya
juga akan sakit.
Sama dengan yang terjadi pada tubuh kita, pada saat ruhani
seseorang sakit, maka ‘selera makannya’ juga akan menurun. Bahkan ‘selera makan’
tersebut bisa benar-benar hilang ketika seseorang menderita penyakit hati yang
parah. Dalam kondisi seperti ini, ketika dihidangkan sebuah hidangan di depannya
(meskipun yang dihidangkan adalah hidangan paling lezat dari Allah SWT.), maka dia
hanya akan meliriknya saja dan tidak tertarik untuk memberi respon positif.
Artinya dia tak akan tertarik untuk ‘mencicipinya’, apalagi sampai ‘menyantapnya’.
Hidangan Spesial Dari Allah SWT.
لَوْ أَنزَلْنَا هَـــٰـذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ
لَّرَأَيْتَهُ خَـــٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا
مِّنْ خَشْيَةِ اللهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَـــٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan
takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia
supaya mereka berfikir”. (QS. Al Hasyr [59]: 21).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Kalau
sekiranya Kami menurunkan Alquran ini kepada sebuah gunung) lalu dijadikan-Nya
pada gunung tersebut akal sebagaimana manusia (pasti kamu akan melihatnya
tunduk terpecah belah) terbelah-belah (disebabkan takut kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu) yang telah disebutkan di atas tadi (Kami buat
untuk manusia supaya mereka berpikir) yang karenanya lalu mereka beriman”.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Al Qur’an itu adalah suatu hidangan yang tak
pernah membosankan, semakin sering dinikmati maka di situlah bertambah
nikmatnya, karena Allah SWT akan melipat gandakan pahala bagi orang yang rajin
melakukan tadarus Al Qur’an.
Al Qur’an merupakan 'hidangan spesial' Allah SWT. bagi hamba-hamba-Nya. Hidangan
kemuliaan ini tentu harus dinikmati/dimaknai.
Memaknai Al Qur’an identik dengan membacanya, memahaminya,
menghayatinya dan mengamalkan pesan-pesan moral dan spiritualnya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan
begitu, Al Qur’an sebagai
petunjuk kehidupan manusia dapat berfungsi.
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَـــٰبِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَـــٰـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى
وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ ﴿١١١﴾
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman”. (QS. Yusuf. 111).
Pelajaran Untuk Kita Semua
Saudaraku,
Sebagai hidangan spesial dari Allah SWT. bagi hamba-hamba-Nya, maka ketika
diperdengarkan ayat-ayat Al Qur’an di hadapan kita, maka sudah semestinya jika
kita sambut dengan baik hidangan dari Allah tersebut.
Demikian juga, ketika dihadapan kita ada ‘alim/‘ulama', ustadz
maupun saudara kita yang lain, yang memberikan kajian/mengajak kita untuk
memaknai Al Qur’an (dengan membaca, memahami, menghayati dan mengamalkan
pesan-pesan moral dan spiritualnya dalam kehidupan sehari-hari), tentunya akan
sangat tidak pantas jika kita abaikan/kita tinggalkan kajian itu begitu saja, apalagi
sampai membencinya. Karena sesungguhnya hal itu adalah hidangan spesial dari
Allah SWT. bagi hamba-hamba-Nya yang Allah hidangkan (yang Allah sampaikan)
melalui ‘alim/‘ulama', ustadz maupun saudara kita yang lain tersebut.
Maka ketika diperdengarkan ayat-ayat Al Qur’an di hadapan
kita, kemudian tak ada sedikitpun tergerak keinginan kita untuk menyambutnya
dengan baik hidangan dari Allah tersebut (apalagi sampai membencinya), maka
sesungguhnya hal ini adalah tanda-tanda bahwa ruhani kita sedang sakit.
Demikian juga ketika ada kajian/ajakan untuk memaknai Al
Qur’an (dengan membaca, memahami, menghayati dan mengamalkan pesan-pesan moral
dan spiritualnya dalam kehidupan sehari-hari), kemudian tak ada sedikitpun
tergerak keinginan kita untuk menyambutnya dengan baik hidangan dari Allah
tersebut (apalagi sampai membencinya), maka sesungguhnya hal ini juga merupakan
tanda-tanda bahwa ruhani kita sedang sakit.
أَفَبِهَــٰـذَا
الْحَدِيثِ أَنتُم مُّدْهِنُونَ ﴿٨١﴾
Semoga bermanfaat.
{Bersambung; tulisan ke-1 dari 2
tulisan}