Assalamu’alaikum
wr. wb.
Seorang sahabat (dosen sebuah
perguruan tinggi negeri terkemuka di Bandung) telah menyampaikan pertanyaan: “Pak
Imron, mohon bantuan pencerahannya.
Pertanyaan saya terkait QS. 2:225 pada bagian: [Dia menghukum kamu karena niat yang ada dalam hatimu]. Bagaimana mensinkronkan ayat ini dengan keterangan lain dalam hadits bahwa niat baik saja sudah berpahala sebelum dilaksanakan, sementara niat
buruk belum dihitung sebagai dosa sebelum direalisasikan. Matur suwun”.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya
tidak ada pertentangan antara penjelasan ayat 225 surat Al Baqarah dengan
keterangan lain dalam beberapa hadits yang menyatakan bahwa niat baik saja sudah
berpahala sebelum dilaksanakan, sementara niat buruk belum dihitung sebagai
dosa sebelum direalisasikan. Berikut ini kusampaikan beberapa hadits terkait
niat baik dan niat buruk tersebut:
Dalam hadits qudsi, dari Abu
Hurairah r.a., Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, diriwayatkan dari
Allah Ta’ala:
إِنَّ
اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ
بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً،
فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ
حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ. (رواه البخارى
ومسلم)
“Sesungguhnya
Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya.
Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa
terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia
bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya
10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، قَالَ : إِنَّ
اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمَّ
بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً،
وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ
حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ
بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ
هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.
(رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)
Dari
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan
kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan
kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskannya sebagai satu kebaikan sempurna
di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allah
menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat
sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak
jadi melakukannya, maka Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang
sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya,
maka Allah menuliskannya sebagai satu kesalahan”. (HR. al-Bukhâri dan Muslim).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Azza wa Jalla berfirman kepada
para malaikat:
إِذَا
أَرَادَ عَبْدِيْ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً؛ فَلَا تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ حَتَّى
يَعْمَلَهَـا، فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا
مِنْ أَجْلِـيْ فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ
حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً؛ فَإِذَا عَمِلَهَا
فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَى سَبْعِمِائَةٍ. (رواه البخارى)
Jika
hamba-Ku berniat melakukan kesalahan, maka janganlah kalian menulis kesalahan
itu sampai ia (benar-benar) mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, maka
tulislah sesuai dengan perbuatannya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut
karena Aku, maka tulislah untuknya satu kebaikan. Jika ia ingin mengerjakan
kebaikan namun tidak mengerjakannya, tulislah sebagai kebaikan untuknya. Jika
ia mengerjakan kebaikan tersebut, tulislah baginya sepuluh kali kebaikannya itu
hingga tujuh ratus (kebaikan)”. (HR.
Bukhari).
Berikut ini kusampaikan pula penjelasan
Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 225 beserta tafsirnya (di sini kukutipkan pula
penjelasan ayat sebelumnya, yaitu surat Al Baqarah ayat 224 beserta tafsirnya):
وَلَا تَجْعَلُواْ اللهَ عُرْضَةً لِّأَيْمَــــٰــنِكُمْ أَن تَبَرُّواْ وَتَتَّقُواْ وَتُصْلِحُواْ بَيْنَ النَّاسِ وَاللهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٢٤﴾
“Janganlah
kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat
kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 224).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin
As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Janganlah kamu jadikan Allah), artinya sewaktu
bersumpah dengan-Nya (sebagai sasaran) atau penghalang (bagi sumpah-sumpahmu)
yang mendorong kamu (untuk) tidak (berbuat baik dan bertakwa). Maka sumpah
seperti itu tidak disukai, dan disunahkan untuk melanggarnya lalu membayar
kafarat. Berbeda halnya dengan sumpah untuk berbuat kebaikan, maka itu termasuk
taat (serta mendamaikan di antara manusia), maksud ayat, jangan kamu terhalang
untuk membuat kebaikan yang disebutkan dan lain-lainnya itu jika terlanjur
bersumpah, tetapi langgarlah dan bayarlah kafarat sumpah, karena yang menjadi
asbabun nuzulnya ialah tidak mau melanggar sumpah yang telah diikrarkannya.
(Dan Allah Maha Mendengar) ucapan-ucapanmu (lagi Maha Mengetahui)
keadaan-keadaanmu”.
لَّا يُؤَاخِذُكُمُ اللهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَــــٰـنِكُمْ وَلَـــٰـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا
كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ ﴿٢٢٥﴾
“Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak kamu
sengaja (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu karena niat
yang terkandung oleh hatimu [tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang
disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu]. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”. (QS. Al
Baqarah. 225).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin
As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Allah tidaklah menghukum kamu disebabkan sumpah
kosong), artinya yang tidak dimaksud (dalam sumpah-sumpahmu) yakni yang terucap
dari mulut tanpa sengaja untuk bersumpah, misalnya, "Tidak, demi
Allah!" Atau "Benar, demi Allah!" Maka ini tidak ada dosanya
serta tidak wajib kafarat. (Tetapi Allah akan menghukum kamu disebabkan sumpah
yang disengaja oleh hatimu), artinya kamu sadari bahwa itu sumpah yang tidak
boleh dilanggar. (Dan Allah Maha Pengampun) terhadap hal-hal yang tidak
disengaja (lagi Maha Penyantun) hingga sudi menangguhkan hukuman terhadap orang
yang akan menjalaninya”.
Saudaraku,
Ketiga Hadits di atas terkait
dengan niat baik dan niat buruk secara umum. Berdasarkan hadits di atas, jika
seseorang telah berniat untuk melakukan suatu amal kebajikan (niat dengan
sungguh-sungguh/bertekad kuat yakni bersemangat ingin melakukan amalan tersebut,
bukan hanya angan-angan yang jadi pudar tanpa ada tekad dan semangat) namun
karena suatu hal akhirnya tidak jadi melakukannya, maka Allah tetap menuliskannya
sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya. Sedangkan jika niatan tersebut
kemudian bisa ditindaklanjuti dengan perbuatan (yaitu dengan mengerjakan niatan
baik tersebut), maka Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan
hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan sampai kelipatan yang banyak.
Sebaliknya, jika seseorang
telah berniat untuk melakukan suatu perbuatan buruk, maka hal ini masih belum
dicatat sebagai satu keburukan di sisi-Nya sampai yang bersangkutan benar-benar
menindaklanjuti niatan buruk tersebut dengan perbuatan (yaitu dengan
mengerjakan niatan buruk tersebut).
Jika kemudian yang
bersangkutan menindaklanjuti niatan buruk tersebut dengan perbuatan (yaitu
dengan mengerjakan niatan buruk tersebut), maka Allah menuliskannya sebagai
satu kesalahan. Sedangkan jika yang bersangkutan kemudian meninggalkannya,
yaitu dengan tidak mengerjakan niatan buruk tersebut karena Allah Ta’ala, maka
Allah menuliskannya sebagai satu kebaikan.
Contoh: saat hendak tidur
ba’da shalat ‘Isya’, seseorang telah bertekad untuk bangun malam karena hendak
melaksanakan sholat malam. Namun apa dikata, dia telah tertidur lelap hingga
baru terbangun saat Adzan Subuh berkumandang. Dalam hal ini, in sya Allah yang
bersangkutan akan tetap dicatat oleh Allah sebagai satu kebaikan yang sempurna
di sisi-Nya.
{ Bersambung; tulisan ke-1
dari 2 tulisan }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar